BANYUWANGI, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Banyuwangi kembali menggelar sendratari kolosal Gandrung Sewu untuk kedelapan kali. Ribuan penari unjuk gigi di bibir Pantai Boom pada siang hari yang terik.
Para penari gandrung biasa hanya mengenakan kaus kaki putih setinggi lutut ketika menari. Hal ini tentu bukan masalah ketika mereka menari di panggung. Namun, ketika harus menari di atas pasir pantai yang panas, mereka tentunya harus memiliki trik tertentu untuk mengatasi hal itu.
Siska Pebrianti (15) yang sudah tiga kali terlibat dalam gelaran Gandrung Sewu mengaku memiliki trik yang digunakan agar bisa menari dengan nyaman. ”Pakai pembalut di telapak kaki. Pembalutnya kalau bisa yang bersayap,” ujarnya sambil tersipu.
Siska mengungkapkan, pembalut wanita itu dipasang di telapak kaki dengan perekat menghadap atas. Sedangkan bagian sayap direkatkan di punggung kaki.
”Tahun pertama saya hanya menggunakan kaus kaki. Saya kira itu sudah cukup menahan panas dari pasir pantai pada siang bolong, ternyata masih panas. Selesai menari kaki saya melepuh,” ujarnya.
Tak ingin mengulangi derita yang sama, saat mendapat kesempatan kedua kalinya pada tahun 2017, Siska mencari cara untuk menahan panasnya pasir pantai. Ia pernah mencoba menggunakan karet alas kaki di dalam sepatu, tetapi
cara itu tidak membuatnya bisa menari dengan nyaman.
”Karetnya sering lari-lari, membuat menari jadi tidak nyaman,” ujarnya.
Siska akhirnya menjajal menggunakan pembalut sebagai peredam panasnya pasir pantai. Cara itu berhasil karena pembalut tersebut lebih empuk dan bisa menempel dengan baik tanpa terlepas atau lari ke sana kemari.
Sementara itu, Eka Sukmawati (42), perias penari gandrung, punya cara yang berbeda untuk menahan terik matahari yang membakar kulit. Penari gandrung memang biasa mengenakan pakaian atasan yang semiterbuka.
Tampil pada pukul 14.00 di pinggir pantai tentu bisa membakar kulit. Caranya adalah menggunakan stocking kaki untuk menutup lengan.
”Bagian (maaf) selangkangan disobek sedikit saja. Jangan digunting. Kalau digunting justru akan molor, sementara kalau disobek sedikit bisa pas menutup leher,” ujar Eka.
Hal itu sudah biasa dilakukan Eka sejak 3 tahun terakhir. Selama itu pula ia mendampingi putri-putrinya yang turut ambil bagian sebagai salah satu penari dalam Gandrung Sewu.
Gelaran Sendratari Kolosal Gandrung Sewu kemarin ditonton langsung Menteri Pariwisata Arief Yahya. Ia mengapresiasi pemerintah daerah Banyuwangi yang konsisten dalam menggelar festival berbasis budaya lokal tersebut.
”Konsep tari kolosal membuat Gandrung lebih menarik. Konfigurasinya juga sangat indah. Saya menilai Gandrung Sewu merupakan festival yang paling kameragenik, indah saat di foto,” ujar Arief.