JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi punya potensi untuk menambah jumlah pebisnis pemula yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi atau iptek. Sebab, perguruan tinggi sejatinya sudah bersentuhan dengan pengembangan iptek yang penting untuk meningkatkan daya saing ekonomi bangsa dengan sentuhan inovasi.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Jumain Appe, dalam temu media tentang program Inovator Inovasi Indonesia Expo (I3E), di Jakarta, Jumat (19/10/208), mengatakan program yang berfokus untuk penumbuhan pebisnis pemula atau startup berbasis teknologi sudah dilaksanakan sejak 2015. Program pengembangan perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT) ini menyasar perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan masyarakat umum.
"Sebanyak 956 startup didanai dengqn kisarsn RpRp 250 jutq -Rp 500 juta. Sekitar 50-60 persen dari perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan potensi sumber daya di perguruan tinggi dari hasil riset dan sumber daya manusia harus dioptimalkan," ujar Jumain.
Jumain menjelaskan pembangunan ekonomi bertumpu dari perkembangan usaha bisnis dari skala kecil, menengah, dan besar. Saat ini, lebih dari 95 persen pelaku bisnis di Indonesia merupakan usaha rintisan atau industri kecil menengah. Seektor usaha ini menyumbang pertumbuhan ekonomi hingga 2 persen per tahun.
Menurut Jumain, sentuhan teknologi tepat guna dapat memberi nilai tambah pada usaha masyarakat. Pelaku usaha mulq didorong mengembangkan bisnis tidak dengan cara konvensional. Karwna itu, pwbisnis pemula difasiltasi dengan pembinaan di bidang sumber daya manusia dan teknologi, bisnis, dan jaringan.
Terkait acara I3E yang akan berlangsung di Jogja City Mall di Yogyakarta pada 25-28 Oktober 2018, Jumain menjelaskan pameran di pusat perbelanjaan dengan mengusung tema Optimisme untuk Bangsa bertujuan untuk mendekatkan inovasi ke masyarakat. "Masyarakat akan mengetahui kemampuan bangsa, khususnya generasi muda, dalam ikut serta mendorong daya saing ekonomi dengan menjadi wirausaha muda yang berbasis ilmu pengetahuan," kata Juamin.
Sebanyak 261 startup inovasi teknologi yang mendapat dukungan pendanaan Kemristek dan Dikti, binaan Lembaga Ilmu Pengetahuan di Yogyakarta, Pusat Peragaan Iptek, dan komunitas startup di Yogyakarta meramaikan pameran. Selain acara pameran, ada seminar/talkshow bisnis dan inovasi, kompetisi inovasi, serta klinik konsultasi produk inovasi terkait kekayaan intelektual, ijin edar obat dan makanan, dan lain-lain.
Sementara itu, Direktur Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi, Kemenristek dan Dikti, Retno Sumekar, mengatakan startup terbanyak di bidang pangan dan teknologi informasi komunikasi (TIK). Jumlah pengusaha pemula peremouan pun terus meningkat.
Retno mengatakan perguruan tinggi punya hasil riset. Namun, umumnya perguruan tinggi hanya fokus ke satu aspek yakni menawarkan kebaruan. "Kita tidak ingin perguruan tinggi mengejar paten saja. Jika paten sudah grantetvatau bersertifikat kan butuh biaya pemeliharaan. Karena itu, dalam mengejqr paten bukan hanya soal kebaruan, tapi juga aspek ekonomi dan komersialisasi. Program PPBT ini salah satunya untuk mendorong perguruan tinggi bisa mengembangkan riset yang dapat dihilirisasi," kata Retno.
Salah satu startup yang dibiayai di program PPBT dari Universitas Pembangunan Nasional di Surabaya yang menawarkan alat pembuat baso. "Alat pembuat baso yang umum di pasaran ditekannya dari atas. Tapi yang dari UPN ini ditekan dari samping sehingga sisa daging yang menempel sedikit. Inovasi ini menja jikan karena usaha baso di mana-mana," ujar Retno.
Dari Universitas Diponenegoro misalnya, ada startup untuk mengembangkan sensor mata yang dapat mengukur kafar kolesterol sesorang. Sementara di Institut Pertanian Bogor, hasil budidaya lele yang dikembangkan jadi tepung lele yang berguna untuk makanan bergizi yang bisa mengatasi stunting atau tubuh pendek, telah dibeli oleh perusahaan farmasi besar.
"Penelitian di perguruan bukan lagi sekadar untuk menegajar kredit kenaikan pangkat. Mereka yang ada di lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat bukan lagi tidak penting, tapi justru harus mampu melihat potensi riset yang bisa dihilirisasi. Selain itu, inkubator bisnis di perguruan tinggi juga semakin penting," ujar Retno.