Di gedung lantai dua galeri Chic’s Music, pecinta seni rupa hingga 31 Oktober disuguhkan delapan belas lukisan unik, bercerita, dan penuh makna dalam pameran tunggal Unbelievable. Delapan belas lukisan yang digoreskan di atas kanvas menggunakan cat akrilic itu lahir dari polesan tangan Farand Rasyid Hazfanur. Ia anak penyintas cerebral palsy yang anggota tubuhnya kaku dan lumpuh.
Tak ada yang menyangka, lukisan yang memadukan berbagai warna yang rumit, garis yang spontan, liar, namun dapat bercerita dilukis anak berusia 14 tahun yang tiap hari lebih banyak aktivitasnya dilakukan di atas kursi roda. Meskipun jari tangannya kaku dan sulit digerakan, Ia tetap berjuang mengunakan jarinya menorehkan, menggarut, dan membleberkan cat di atas kanvas.
“Kalau saja saya hanya melihat Farand saya pasti menduga ia tak mampu melukis. Demikian juga jika saya hanya melihat karya Farand saya pasti menduga pelukisnya tidak seperti Farand,” kata Gideon Sutrisno, guru lukis Farand, Kamis (18/10/2018), di galeri Chic’s Music, Rawamangun, Jakarta Timur.
Gideon merupakan sosok yang berperan penting di balik kesuksesan Farand melahirkan karya-karyanya. Melalui bimbingannya, Farand yang awalnya tidak bisa melakukan sesuatu berhasilkan melahirkan karya-karya hebat.
Gideon juga dulunya hanya iseng saat mengajak Farand untuk belajar melukis. Saat itu, Farand diajak untuk belajar melukis ketika Ia bersama ibunya mengantar Zerlina adik kandungnya berlatih melukis.
“Saya iseng bertanya. Farand mau ikut lukis? Ia respons dengan berteriak dan tertawa bahagia,” tuturnya.
Kisah itu rupanya ditanggapi serius ibu Farhan yang bernama Anitrah Kamarullah (44), sehingga Farand pun dizinkan belajar melukis.
"Saat saya mengajari Farand untuk pertama kalinya, hati saya benar-benar menagis. Banyak pertanyaan yang muncul di kepala saya. Bagaimana saya mengajari dia? Dimulai dari mana? Bagaimana cara saya berkomunikasi dengan dia?" kata lelaki yang sejak 2005 telah mengajari anak berkebutuhan khusus melukis.
Namun, Berkat kesabaran dan ketabahan Gideon, tangan yang kaku itu mengayun melahirkan lukisan yang menarik perhatian orang di sekitarnya. Farand kini dapat mengekspresikan apa yang ia rasakan lewat lukisan yang belum tentu bisa dilukis orang dalam kondisi normal.
Abstrak
Menurut kurator Yulianto Liestiono, lukisan Farand merupakan karya abstrak yang dapat dipahami jika penikmatnya menilai menggunakan nurani atau mata hati.
“Melihat karya Farand, saya semakin mengerti, sesungguhnya seni itu wujud karunia Tuhan yang tak mudah muncul dan dibuat sembarang orang. Ada semacam batas yang tak dapat dilalui jika kita ingin mengetahui sebab akibat lahirnya seni rupa,” tutur analis seni rupa itu.
Mantan Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta Aisul Yanto mengatakan, lukisan-lukisan Farand merupakan gambaran dari suasana jiwa yang sunyi sebagai bagian dari keterbatasannya. Namun, kesunyian itu membangkitkan nalurinya untuk melahirkan karya yang unik dan spesifik.
Memiliki tema
Meski tidak bisa berbicara, namun semua karya yang dihasilkan anak kelahiran Jakarta, 2 November 2004 ini selalu memiliki tema. Salah satu karyanya yang diluncurkan saat pembukaan pameran, yaitu lukisan yang bertemakan gempa bumi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Ada pula lukisan yang permukaannya ditempel raket dan shutlecock. Lukisan itu bertema "Jojo" atau Jonathan Cristie, yang menjadi idolanya saat penyelenggaraan Asian Games 2018 lalu
Chandra Hazfanur (45) ayah Farand mengatakan, tema-tema itu muncul dari Farand, ketika menonton televisi atau mendengar obrolan orang di sekitarnya.
“Cara dia mengkomunikasian idenya dia itu dengan bantuan spelling board. Dari ukuran kanvas, warna cat itu semua idenya Farand. Dia anak yang sangat cerdas,” ucap lelaki asal Padang, Sumatera Barat itu. (STEFANUS ATO)