SOLO, KOMPAS — Indonesia memiliki kekayaan kebudayaan yang luar biasa. Namun, pengembangan dan pemanfaatannya masih terbatas. Masyarakat menjadi ujung tombak pengembangan dan pemanfaatan.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid dalam peresmian Galeri Sejarah Surakarta di Rumah Budaya Kratonan, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (13/10/2018) malam. “Potensi-potensi yang kita miliki luar biasa tapi pengembangan dan pemanfatannya masih terbatas. Untuk pemanfaatan ini ada banyak hal, ada banyak segi, mulai sifatnya komersial untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, pariwisata dan pertumbuhan nilai-nilai,” ujarnya.
Hilmar mengatakan, masyarakat menjadi ujung tombak dalam pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan. Adapun, pemerintah bertugas memfasilitasi dan mendorong pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan. “Pengembangan dan pemanfaatan ujung tombaknya memang masyarakat, publik itu sendiri sebagai pihak yang paling aktif menggerakan kebudayaan,” ujarnya.
Hilmar mengatakan, setelah 72 tahun merdeka, Indonesia baru saja memiliki undang-undang yang mengatur tata kelola kebudayaan yaitu UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. UU itu diharapkan menjadi landasan hukum yang solid dalam tata kelola kebudayaan. Ada tiga hal penting yang diatur dalam UU tersebut yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
“Menyangkut perlindungan, ini sangat penting karena kita setiap hari berhadapan dengan ekspresi budaya yang menghilang karena pelaku-pelakunya sudah tidak lagi melaksanakannya. Ada bahasa-bahasa yang kemudian juga punah karena penggunanya tidak lagi menggunakan dan jumlahnya juga semakin menurun,” ujarnya.
Hilmar mengatakan, sekarang ini perlindungan kebudayaan adalah pekerjaan utama pemerintah. Perlindungan dilakukan dengan mencatat, merekam, dan mendokumentasi untuk mememastikan bahwa kebudayaan di negeri ini bisa dipelajari generasi berikut.
Membidik anak muda
Pendiri dan Ketua Umum Yayasan Warna Warni Indonesia Krisnina Akbar Tandjung mengatakan, keberadaan Galeri Sejarah Surakarta diharapkan dapat membumikan perjalanan sejarah Surakarta atau Solo dari sejak zaman kerajaan hingga saat ini. Pendirian galeri sejarah ini dilatari pengetahuan sejarah di kalangan generasi muda yang dinilai kian menipis. “Sasaran galeri ini terutama generasi muda agar lebih mengenal sejarah bangsanya sendiri,” kata Krisnina yang biasa disapa Nina.
Menurut Nina, karena membidik generasi muda, perjalanan sejarah Surakarta didisplai secara sederhana dan kekinian dalam wujud teks-teks singkat, foto dan gambar, audio dan video. Galeri sejarah itu dikonsep berbeda dengan museum yang umumnya lebih banyak memajang benda-benda kuno, namun tidak disertai dengan deskripsi sejarah benda tersebut.
“Museum-museum itu kebanyakan hanya menyimpan benda, namun benda itu tidak diceritakan. Saya ingin yang kekinian, supaya mereka (anak muda) lebih senang belajar sejarah,” katanya.
Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo mengatakan, Pemkot Solo mengapresiasi dibukanya Galeri Sejarah Surakarta. Galeri sejarah ini menjadi sarana napak tilas sejarah leluhur sehingga pengunjung dapat mengetahui sejarah bangsa Indonesia berproses.
“Dengan memahami sejarah berarti akan terjadi proses internalisasi yang pada akhirnya akan memunculkan karakter, semangat, kepribadian dan nasoinalisme bagi generasi muda yang saat ini mulai luntur digerus arus modernisasi dan globalisasi,” katanya.