Wujudkan Kedaulatan Bahasa Indonesia di Ruang Publik
Pengelola Bandara Soekarno-Hatta layak diapresiasi. Papan petunjuk informasi di area bandara sudah bertuliskan bahasa Indonesia, lalu disertai bahasa Inggris. Komitmen pemerintah daerah juga dinantikan.
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah gempuran penggunaan bahasa asing dan lemahnya perangkat hukum yang mendasari, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya mendorong pengutamaan bahasa Indonesia di tempat umum.
Salah satu strateginya adalah mendekati pemerintah daerah. Gubernur dan bupati/wali kota diajak menggunakan sumber daya dan kewenangan mereka untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
”Paling tidak digaungkan penggunaan bahasa Indonesia yang tepat di ruang publik di daerah masing-masing,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud Dadang Sunendar di Jakarta, Jumat (12/10/2018).
Menurut Dadang, kewenangan yang disertai sanksi administratif saja sudah bisa efektif untuk pengutamaan bahasa Indonesia oleh komunitas warganya, termasuk pelaku usaha. Misalnya, pemerintah daerah tidak memproses perizinan usaha/kegiatan terhadap lembaga yang tidak menggunakan bahasa Indonesia untuk pemberian nama usaha dan lain-lain.
Undang-Undang ”ompong”
Kewajiban mengutamakan bahasa Indonesia di ruang publik termaktub dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Sayang, tidak ada sanksi hukum jika hal itu dilanggar.
Akibatnya, pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik terabaikan, sebagaimana hasil survei Ombudsman Republik Indonesia dalam rangka Bulan Bahasa (Kompas, 11/10/2018).
Dadang menegaskan, dalam UU No 24/2009, ada sanksi pidana dan denda jika melakukan pelanggaran terkait bendera, lagu kebangsaan, dan lambang negara. ”Namun, untuk pelanggaran terhadap bahasa tidak ada sanksi,” katanya.
Dadang tak menampik kecenderungan menguatnya penggunaan bahasa asing yang tidak tepat tempatnya, yakni di ruang publik. Karena itu, imbauan untuk mengutamakan bahasa negara di ruang publik di semua wilayah terus digaungkan. Ruang publik harus menjadi representasi kedaulatan bahasa negara.
”Bagi pemerintah daerah, sebenarnya hal ini tidak berat. Sepanjang ada niat dan komitmen, pasti ada celah untuk memberi pelajaran bagi masyarakat yang mengabaikan bahasa Indonesia,” kata Dadang.
Dadang menjelaskan, balai bahasa di semua daerah tidak pernah berhenti mengimbau, mengingatkan, dan memasyarakatkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik di ruang publik. Balai bahasa di Medan, misalnya, sedang berjuang untuk mengganti Kualanamu International Airport menjadi Bandara Internasional Kualanamu.
”Keberadaan badan bahasa dan balai bahasa sering dianggap ’pengganggu’. Padahal, kami meluruskan sesuai amanat UU demi menegakkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang berfungsi sebagai penunjuk jati diri bangsa, kebanggaan nasional, dan perekat bangsa,” ujar Dadang.
Dadang mengapresiasi pengelola Bandara Soekarno-Hatta yang telah menyadari hal itu. Papan petunjuk informasi ditulis dalam bahasa Indonesia, lalu di bawahnya dalam bahasa Inggris.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Oding Katubi, mengatakan, aturan berbahasa harus tegas dan jelas, demikian pula sanksinya. ”Saatnya mulai dibahas sanksi atas pelanggaran berbahasa serta pihak mana yang berwenang memberikan teguran,” katanya.
Menurut dia, jika berkomitmen menggunakan bahasa Indonesia yang standar dalam layanan publik dan di ruang publik, seharusnya pemerintah bersinergi dengan pemangku kepentingan.
Secara terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, bahasa Indonesia dicita-citakan untuk dapat menjadi salah satu bahasa internasional.
Secara terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhafjir Effendy di acara pembukaan Kongres Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI), mengatakan bahasa indonesia dicita-citakan untuk dapat menjadi salah satu bahasa internasional. Karena itu, masyarakat indonesia harus mengutamakan bahasa indonesia. "Bahasa daerah yang banyak jumlahnya dilestarikan. Namun, bahasa asing pun tetap harus dikuasai," ujar Muhadjir.
Kongres Bahasa Indonesia
Dadang mengatakan di Bulan Oktober yang juga dikenal sebagai bulan bahasa pada tahun ini diisi dengqn kegiatan Kongres Bahasa Indonesia XI. Kongres yang digelar tiap lima tahun ini mengangkat tema “Menjayakan Bahasa dan Sastra Indonesia”.
Dadang mengatakan bahasa indonesia harus semakin mantap sebagai peneguh identitas bangsa, penyatu keberagaman suku dan/atau ras di Indonesia. Bahasa daerah harus mampu membentuk generasi muda Indonesia yang sadar akan kebesaran tradisi dan budayanya. Sementara itu, bahasa asing harus mampu menyiapkan generasi muda Indonesia agar mampu bersaing di dunia internasional.
"Penegakan kejayaan identitas bangsa ini perlu dilakukan melalui penegakan peraturan kebahasaan sebagai upaya untuk mengendalikan penggunaan bahasa asing di ruang publik tanpa mengendurkan upaya untuk menguasai bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya sebagai strategi, selain sebagai sarana komunikasi untuk memahami cara berpikir penutur bahasa itu," jelas Dadang.
Kongres Bahasa Indonesia merupakan forum bagi para pencinta dan pemerhati bahasa dan sastra untuk membahas berbagai persoalan kebahasaan dan kesusastraan yang dihadapi saat ini. Kongres digelar pada 28—31 Oktober 2018 di Jakarta yang dihadiri pakar, praktisi, pemerhati, pencinta bahasa dan sastra, baik dari dalam maupun luar negeri yang akan diundang dan diseleksi oleh panitia.