SURABAYA, KOMPAS —- Tingkat literasi masyarakat Indonesia tergolong rendah, sebab cuma 1 orang dari 1.000 orang yang rutin membaca. Keberadaan perpustakaan yang dikelola oleh pustakawan kreatif diyakini akan meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk membaca sekaligus membenahi tingkat literasi.
Di Indonesia terdapat sekitar 250.000 perpustakaan. Sebanyak 4.000 perpustakaan di antaranya berada di perguruan tinggi. Sebanyak 1.000 perpustakaan ada di lembaga negara. Namun, jumlah pustakawan atau pengelola perpustakaan baru 3.117 orang.
Padahal, perpustakaan di daerah termasuk yang didirikan di tingkat desa, komunitas, atau rukun tetangga merupakan kunci untuk mendorong masyarakat gemar membaca dan beraktivitas. Untuk itu, paradigma tentang perpustakaan perlu diubah yakni bukan melulu sebagai tempat membaca melainkan berkegiatan yang menunjang pemahaman sampai keterampilan hidup.
"Maka itu perpustakaan perlu dikelola oleh pustakawan yang kreatif dan selalu punya terobosan," ujar Ketua Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Dedi Junaedi dalam jumpa pers di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/10/2018). Ibu Kota Jatim tepatnya di Bumi Surabaya City Resort kurun 9-12 Oktober 2018 ini akan menjadi lokasi Kongres XIV dan Seminar Nasional IPI 2018. Peserta yang akan hadir direncanakan lebih dari 2.000 orang termasuk pustakawan mancanegara.
Dedi yang mantan Sekretaris Umum Perpustakaan Nasional menyontohkan, terobosan oleh pengelola perpustakaan mampu meningkatkan jumlah kunjungan. Perpusnas bukan sekadar gedung 24 lantai dengan jutaan koleksi buku yang 200.000 di antaranya bisa diakses lewat jaringan internet. Di sini juga ada ruang audio visual, ruang seminar bahkan pelatihan. Kunjungan pada akhir pekan bisa mencapai 10.000 orang dalam sehari.
Terobosan serupa juga dilakukan oleh Perpustakaan Provinsi Riau dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Perpustakaan Riau punya keunikan karena koleksi literasi Melayu. Perpustakaan DIY membuat berbagai pelatihan yang ternyata bermuatan konten lokal misalnya membatik. Pemerintah Kota Surabaya, lanjut Dedi, punya kelebihan karena mampu mendorong tumbuhnya jejaring perpustakaan hingga skala komunitas (taman bacaan).
Ketua IPI Jatim Abimanyu menambahkan, dalam survey bersama Universitas Airlangga pada 2017, sebenarnya minat baca warga Jatim lumayan tinggi yakni 72 persen. Artinya, 7 dari 10 warga provinsi berpopulasi 40 juta jiwa ini haus pengetahuan. Namun, patut diakui, keterbatasan sumber daya membuat warga kurang dapat mengakses sumber informasi fisik yakni buku, majalah, koran, hingga jurnal dan makalah.
"Di era digital, dimana teknogi informasi bisa menembus sekat geografis perlu didorong peningkatan membaca melalui perangkat telekomunikasi," kata Abimanyu. Artinya, masyarakat di pelosok yang jauh dari perpustakaan masih bisa menikmati membaca lewat buku-buku digital.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jatim Abdul Hamid yang baru sepuluh hari menjabat mengatakan, lembaga telah berjaringan dengan 33 perguruan tinggi di Jatim untuk dokumentasi dan pendigitalan arsip-arsip bermuatan lokal. "Langkah berikutnya yang juga cukup berat adalah bagaimana kemudian informasi itu bisa diakses dan bermanfaat bagi masyarakat," katanya.