JAKARTA, KOMPAS — Perempuan Indonesia dari waktu ke waktu mengalami kemajuan pesat. Kemampuan di berbagai bidang yang dimiliki, membuat perempuan Indonesia tidak hanya berkiprah di tingkat nasional tetapi juga di tingkat internasional.
Perempuan Indonesia sangat aktif menghadiri berbagai pertemuan di dalam maupun di luar negeri untuk kemajuan dirinya, negara, bahkan dunia.
“Saya melihat perubahan perempuan Indonesia, semakin ke sini semakin menunjukkan kematangannya. Yang terpenting lagi, mereka memiliki kesadaran dan tanggung jawab. Saya melihat perempuan Indonesia yang lebih maju,” ujar Kepala Yayasan Amal untuk Penyakit Khusus di Republik Islam Iran, Fatemeh Hashemi, saat hadir dalam acara Bincang-Bincang Sore yang digelar Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama, Selasa (9/10/2018) di Kantor PBNU di Jakarta,
Putri dari Presiden keempat Republik Islam Iran, Akbar Hashemi Rafsanjani tersebut hadir bersama Tayebeh Siavashi (Anggota Parlemen Iran) dan Tahereh Taherian (Wakil Presiden Komite Olimpiade Nasional Republik Islam Iran). Ketiga tokoh perempuan Iran tersebut berada di Indonesia dalam rangka menghadiri Asian Para Games 2018 di Jakarta.
“Setelah beberapa hari saya berada di Indonesia, menghadiribeberapa pertemuan yang saya ikuti, saat berinteraksi secara langsung dengan perempuan Indonesia saya melihat perempuan Indonesia sangat aktif dalam berbagai bidang,” papar Fatemeh yang memimpin organisasi nonpemerintah yang melayani penderita penyakit khusus, hemofilia, sklerosis ganda, kanker, dan sebagainya.
Menurut Fatemeh, aktivitas positif dan kemajuan perempuan Indonesia tidak terlepas dari dukungan organisasi-organisasi non pemerintah, seperti Fatayat NU. Pada kesempatan tersebut, Fatemeh, Tayebeh, dan Tahereh membagikan pengalaman perempuan-perempuan di Iran.
Mereka mengungkapkan, meskipun tidak ada kementerian khusus perempuan di Iran, dia mengungkapkan perempuan-perempuan di Iran aktif terlibat dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari jumlah penduduk 82 juta di Iran, perempuan hampir sama banyak dengan laki-laki, hanya lebih sedikit 500.000 dari penduduk laki-laki. Di parlemen, dari 175 anggota parlemen hanya ada 17 perempuan.
Kendati demikian, di setiap kementerian di Iran ada yang mengurus urusan perempuan. "Ada sekitar 50 undang-undang yang terkait perempuan, termasuk yang melindungi perempuan dari kekerasan fisik" ujar Tayebeh.
Stop perkawinan anak
Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU Anggia Ermarini Anggia menyampaikan saat ini Fatayat NU fokus pada isu perempuan dan anak. Salah satunya isu perkawinan anak, karena dampaknya sangat besar, yakni kekerasan dalam rumah tangga, kasus stunting (anak yang tumbuh dengan badan pendek) dan perceraian tinggi, tingkat pendidikan yang rendah pada anak perempuan sangat tinggi di Indonesia.
“Kondisi ini menjadi perhatian Fatayat NU Karena itu, di setiap level pimpinan Fatayat NU selalu kampanye stop perkawinan anak,” kata Anggia.
Pada akhir bincang-bincang tersebut sejumlah anggota Fatayat NU mengajukan beberapa pertanyaan kepada Fatemeh terkait peran perempuan Iran, termasuk soal publikasi media di Iran bahwa ada 84 persen anak muda di Iran yang kawin kontrak.
Fatemeh menyatakan secara umum kaum perempuan di Iran adalah masyarakat terpelajar. Bahkan sekitar 50 persen perempuan di Iran adalah lulusan perguruan tinggi dan pendidikan tinggi lainnya dan memiliki pekerjaan.
Karena itu, menanggapi pertanyaan peserta diskusi soal praktik kawin kontrak di Iran yang dipublikasi media bahwa ada 84 persen anak muda di Iran yang kawin kontrak, Fatemeh menegaskan walaupun secara hukum di negaranya memperbolehkan kawin kontrak secara umum perempuan Iran menolak kawin kontrak karena mereka sudah mandiri secara ekonomi.
Kendati demikian, dia menyatakan jika ada yang melakukan praktik-praktik kawin kontrak itu kemungkinan tidak dicatat atau tidak melalui perkawinan sama sekali.
Menurut Fatemeh, di Iran perempuan memiliki kekuatan dan posisi tawar. Misalnya ketika suaminya menikah lagi dengan perempuan lain, maka istrinya memiliki hak talak.