JAKARTA, KOMPAS — Pers memiliki peran strategis dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan di era digital ini. Untuk itu, pers dituntut agar lebih berorientasi pada peningkatakan produktivitas serta optimisme dunia usaha kecil dan menengah dalam pemberitaannya.
“Pers sangat berpengaruh untuk meningkatkan, memberdayakan, dan menguatkan ekonomi kerakyatakan berbasis digital. Jadi, perlu rumusan yang lebih konkret untuk mewujudkan hal itu,” ujar Margiono, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Pusat dalam acara peresmian Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Jakarta, Minggu (7/10/2018) malam. Rencanaya, HPN 2019 akan berlangsung pada 9 Februari 2019 di Jawa Timur.
Margiono yang juga penanggung jawab HPN 2019 menambahkan, digitalisasi merupakan tantangan bersama, baik bagi dunia ekonomi maupun dunia pers. Atas dasar ini pula, tema yang akan digunakan pada HPN 2019 adalah Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo berpendapat, peran pers di Jawa Timur cukup kuat untuk mendorong pemerintah setempat agar menghasilkan kebijakan publik yang mendukung ekonomi kecil dan menengah. Berbagai kritik tidak jarang disampaikan melalui pemberitaan ketika ada kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.
Menurutnya, pers pun bisa menjadi titik temu bagi penjual dengan pembeli. Melalui pemberitaan media, pembeli bisa langsung mengetahui penjual dan selanjutnya bisa bertransaksi. Pergerakan ekonomi pun menjadi lebih mudah. “Fungsi publikasi media pun berjalan untuk memajukan usaha kecil masyarakat yang sulit bersaing dengan industri,” ujar Soekarwo.
Berbenah
Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo menyatakan, pers saat ini perlu berbenah dalam menghadapi era digital. Tuntutan pers di masa depan adalah bisa beradaptasi menjadi media daring. Meski begitu, fungsi pers untuk mendidik, menghibur, menyampaikan kritik sosial, dan menyampaikan fakta harus tetap dijalankan.
“Kondisi saat ini justru media daring belum bisa menjalankan keempat fungsi itu. Berita yang berisi hoaks masih banyak ditemukan. Padahal, ada 43.000 media daring yang ada di Indonesia saat ini. Ini berarti pers harus berbenah,” katanya.
Selain itu, pembenahan juga perlu dilakukan dari sisi kelembagaan pers. Yosep menyatakan, sejumlah media belum berbadan hukum. Bahkan, ada media yang tidak memiliki wartawan. Dengan begitu, profesionalisme media dipertanyakan.
Persoalan lain yang juga menjadi sorotan saat ini adalah intimidasi dari pers kepada narasumber. “Abal-abalisme pers harus dihapuskan. Jangan lagi mengancam narasumber dengan pemberitaan yang buruk hanya untuk mendapatkan amplop,” ujarnya.