JAKARTA,KOMPAS-Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menggandeng ratusan kepala sekolah di Kabupaten Natuna untuk menjadi "motor" penyelamatan peninggalan-peninggalan arkeologis di kepulauan ujung utara Indonesia tersebut. Tinggalan-tinggalan arkeologis menjadi aset budaya tak ternilai yang menegaskan peran Natuna sebagai jalur perdagangan dunia pada ratusan tahun silam.
Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian peninggalan-peninggalan arkeologis di Natuna semakin mendesak karena praktik perburuan benda-benda kuno di daerah tersebut masih terus berlangsung. Sejak 1990an, praktik pemacokan atau perburuan benda-benda antik khususnya keramik-keramik kuno asal China marak terjadi.
"Kami mencoba mengumpulkan kepala sekolah-kepala sekolah SMA/SMK/sederajat dari seluruh Kabupaten Natuna. Peran mereka sangat penting sebagai \'motor utama\' penyelamatan aset-aset budaya Natuna. Mereka bisa menyosialisasikan kepada anak-anak tentang pentingnya peninggalan-peninggalan arkeologis di Natuna," kata arkeolog senior Puslit Arkenas Sonny C Wibisono, Minggu (1/10/2018) di Jakarta.
Hari Jumat (28/09/2018) lalu, sekitar 120 kepala sekolah dan guru SMA/SMK/sederajat dari seluruh Kabupaten Natuna berkumpul di Kecamatan Ranai, Natuna. Mereka mengikuti sosialisasi "Arkeologi Perbatasan Natuna sebagai Perlintasan Budaya dan Niaga" yang merupakan bagian dari proyek Rumah Peradaban Puslit Arkenas.
Dalam acara tersebut, beberapa guru mengakui bahwa aksi perburuan benda-benda kuno khususnya keramik masih sering dilakukan masyarakat. "Sejak puluhan tahun lalu, masyarakat di sini telah terbiasa macok, sayapun pernah memacok di Pantai Tanjung. Sosialisasi ini penting, kami jadi paham harus menjaga tinggalan-tinggalan bersejarah itu," kata Dian, seorang guru di Bunguran Timur, Natuna.
Kepala Puslit Arkenas I Made Geria mengatakan, hasil-hasil penelitian arkeologi di Natuna menjadi penguat Natuna sebagai salah satu daerah terluar sekaligus kawasan strategis nasional. “Peran Natuna pada zaman dahulu diharapkan menjadi kebanggaan bagi masyarakat setempat,” ucapnya.
Menurut Koordinator Tim Peneliti Natuna, Prof Naniek Harkantiningsih, artefak-artefak keramik abad ke-10 hingga 20 banyak ditemukan di Natuna. "Sejak ratusan tahun lalu, Natuna telah menjadi pelabuhan singgah karena hasil alam dan letaknya yang strategis. Keberadaan kermaik dari berbagai masa ini menunjukkan adanya hubungan pelayaran dan perdagangan global di Natuna," ungkapnya.