JEMBER, KOMPAS - Revitalisasi pendidikan vokasi di jenjang SMK maupun perguruan tinggi terus berjalan untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan dinamis di dunia usaha dan industri. Apalagi tuntutan bidang keahlian dan kompetensi kerja yang dibutuhkan semakin terkait erat dengan teknologi digital hingga kecerdasan buatan yang justru berpotensi menyingkirkan tenaga kerja manusia.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir dalam kunjungan kerja di Universitas Jember, Jawa Timur, Kamis (27/9/2018), mengatakan, pendidikan dan pelatihan yang penting untuk menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas masih rendah. Daya saing pendidikan tinggi dan pelatihan di tingkat dunia berdasarkan World Economic Forum, Indonesia di urutan 64 dari 137 negara.
Menurut Nasir, pendidikan vokasi memang ditekankan untuk jadi solusi meningkatkan sumber daya manusia untuk siap masuk dunia kerja maupun wirausaha. Saat ini, tenaga kerja sekitar 88 persen berpendidikan SMA/SMK ke bawah.
Nasir yang juga Ketua Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (NU) di Jember meluncurkan Gerakan Nasional Akademi Komunitas Berbasis Pesantren. Ada potensi lebih dari empat juta santri di pondok pesantren. Banyak pondok pesantren yang juga menyelenggarakan SMK. Lulusannya berpotensi ditingkatkan pendidikannya lewat Akademi Komunitas yang menggelar pendidikan vokasi diploma satu dan diploma dua.
Terkait penyiapan lulusan perguruan tinggi menghadapi revolusi 4.0, Nasir mengatakan perguruan tinggi diminta untuk mereorientasi kurikulum supaya bisa menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan di dunia usaha dan industri hingga penambahan kompetensi baru bagi mahasiswa.
"Literasi baru yang lebih dari baca tulis harus bisa dikembangkan untuk mahasiswa. Ada keharusan untuk menguasai literasi digital, big data, hingga literasi human untuk mampu berinteraksi dengan orang lain," ujar Nasir.
Direktur Pengembangan Kelembagaan Pendidikan Tinggi, Kemristekdikti, Ridwan, mengatakan pendidikan vokasi di politeknik direvitalisasi. Proyek percontohan dilakukan di 12 politeknik negeri di berbagai daerah dan keahlian.
Revitalisasi meliputi pembelajaran, meningkatkan kompetensi dosen, teaching factory, menghadirkan dosen dari industri, hingga menyediakan tempat magang. "Dengan perbaikan mutu pembelajaran yang didukung fasilitas praktik yang baik, mahasiswa politeknik bisa mendapatkan sertifikat kompetensi yang dialui industri sehingga memenuhi standar industri," ujar Ridwan.
"Kami dorong program studi di politeknik tidak statis. Teknologi digital sudah mulai diterapkan. Program studi baru lahir, semisal bisnis digital," ujar Ridwan.
Pengembangan Akademi Komunitas di jenjang diploma satu dan diploma dua, sebenarnya dapat mendorong industri potensial di daerah. Ada kerja sama pemda, industri, dan Akademi Komunitas.
Namun, Akademi Komunitas yang tadinya ada di 90 kabupaten/kota kini tinggal 49 yang masih jalan. Padahal, Akademi Komunitas diharapkan menyediakan tenaga kerja terampil yang sesuai dengan potensi industri di daerah.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penyelarasan Kejuruan dan Kerja Sama Industri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Saryadi, mengatakan seiring dengan adanya Inpres 9 Tahun 2019, dukungan dari dunia usaha dan industri (DUDI) semakin baik, hal ini ditandai dengan "kehadiran" DUDI di SMK yang semakin intens baik secara kualitas atau pun kuantitas.
Namun, terbatasnya industri di daerah, membuat peluang kemitraan SMK-DUDI terbatas. Padahal, fasilitas SMK minim sehingga penyesuaian dengan perkembangan industri jauh tertinggal.