Sekolah di Pinggiran Diberi Fasilitas Teknologi Informasi
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membantu sepuluh wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal dengan perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Bantuan itu untuk memeratakan mutu pendidikan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengoperasikan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantu pembelajaran.
"Sejak 2015 sudah ada 1.472 sekolah yang menerima bantuan alat TIK (teknologi informasi dan komunikasi)," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Jakarta, Jumat (21/9/2018). Untuk distribusi 2018 diberikan antara lain ke daerah Sabang (Aceh), Asmat (Papua), Rote (Nusa Tenggara Timur), dan Sanger (Sulawesi Utara). Total ada 82 sekolah sasaran di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Pemberian bantuan dilakukan melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) Kemendikbud bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Setiap sekolah mendapat empat komputer jinjing, proyektor, modem internet, dan disket eksternal yang berisi materi pembantu pembelajaran siswa dan guru.
"Sekolah yang diberi bantuan jangan segan untuk memberi sekolah lain di sekitarnya kesempatan untuk turut memanfaatkan fasilitas TIK tersebut," kata Muhadjir di hadapan 82 guru yang mewakili sekolah sasaran. Para guru selama sepekan mengikuti pelatihan mengenai cara memakai peralatan itu.
Muhadjir mengatakan, untuk 2019 ditargetkan ada 4.000 sekolah lagi yang akan mendapatkan perangkat TIK. Bantuan dimulai dari memberi akses internet di sekolah. Tujuannya untuk mendekatkan komunitas sekolah dengan perkembangan teknologi.
Pemberian peralatan ini merupakan perwujudan dari konsep membangun dari pinggiran yang digalakkan pemerintah. Dalam pidatonya, Muhadjir mengatakan, selama ini, daerah yang maju adalah daerah yang dekat dengan ibu kota. Hal ini yang menjadi cikal bakal diskriminasi struktural dalam dunia pendidikan nasional.
"Sekolah di kota besar selalu lebih baik karena akses ke sarana pendukung mudah. Sekolah di luar kota yang sukar mendapat akses akhirnya dicap sebagai sekolah buruk," tuturnya. Diskriminasi struktural itu akan merugikan bangsa karena tujuan pembangunan tidak tercapai.
Menurut dia, guru juga harus belajar mengenal berbagai jenis konten yang layak bagi siswa di dunia maya. Konten harus sesuai dengan usia dan tingkat kelas, serta bisa dipertanggungjawabkan sumber dan keakuratan informasinya. Konten itulah yang direkomendasikan ke siswa. Siswa pun terbiasa mencari informasi yang mendidik.
Selain itu, kecakapan guru menggunakan peralatan TIK dapat dimanfaatkan untuk hal yang lebih jauh. Salah satunya adalah pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG) berbasis komputer. Metode ini akan lebih mudah dan murah dilaksanakan. Guru tinggal memasukkan nama dan kata sandi, mereka bisa mengerjakan UKG di waktu luang.
"Oleh sebab itu, kami juga menunggu tanggapan dari guru-guru terkait aspek-aspek yang peru dibenahi atau yang membutuhkan pelatihan lebih mendalam," ucap Muhadjir.
Kepala Bidang Multimedia dan Web Pustekkom Kemendikbud Gatot Pramono mengungkapkan, guru-guru yang dilatih berumur relatif muda sehingga cukup familiar dengan teknologi digital. Tinggal mengasah kemampuan mereka memakai peralatan TIK untuk pembelajaran. "Kami juga mengembangkan aplikasi yang bisa memantau pemakaian komputer di setiap sekolah setiap hari guna memastikan peralatan tidak disia-siakan," katanya.