JAKARTA, KOMPAS -- Realisasi program wajib belajar 12 tahun dinilai belum berjalan secara sistematis. Meskipun regulasi sudah dibentuk, implementasi lebih lanjut dari pemerintah daerah tidak optimal. Hal ini terutama terkait komitmen penyediaan anggaran pendidikan di tingkat daerah.
Pemerintah telah berkomitmen menjalankan program wajib belajar 12 Tahun atau Wajar 12 Tahun di tahun 2022. Untuk mendukung program tersebut, pemerintah pusat pun telah menganggarkan 20 persen biaya APBN untuk sektor pendidikan, yaitu sekitar Rp 444 triliun di tahun 2018. Dari jumlah tersebut, lebih dari 60 persen anggaran ditujukan untuk transfer daerah.
“Wewenangan pengelolaan sekolah sebenarnya ada di pemerintah daerah. Untuk sekolah tingkat dasar dan menengah berada di bawah pemerintah kabupaten/ kota, sementara sekolah menengah atas atau pun kejuruan ada di pemerintah provinsi. Masalahnya, soal program Wajar 12 tahun, sepertinya masih sebatas jargon politik dari pemda, komitmennya belum ada,” kata pengamat pendidikan Doni Koesoema saat dihubungi di Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Ia menambahkan, dari 34 provinsi di Indonesia, hanya ada 8 provinsi yang efektif menjalankan peraturan daerah terkait wajib belajar 12 tahun. Perlu ada regulasi yang kuat untuk mewajibkan pemerintah daerah melaksanakan program tersebut, misalnya melalui Undang-Undang. Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional hanya disebutkan pendidikan dasar hanya sampai 9 tahun, sehingga tidak ada kewajiban bagi pemerintah daerah untuk melakukan Wajar 12 tahun.
Untuk menunjang program wajib belajar 12 tahun, Doni mengatakan, pemerintah harus memastikan infrastruktur sekolah sudah siap. Infrastruktur yang dimaksud adalah keberadaan gedung sekolah yang layak. Berdasarkan angka partisipasi kasar (APK) SMA/SMK tahun 2017 sebesar 75,81 persen dan APK SMP hampir mencapai 80 persen.
“Jangan sampai sudah mewajibkan belajar 12 tahun, tetapi daya tampung sekolah menengah atas ataupun kejuruan tidak mencukupi karena sekolahnya tidak ada,” ujarnya.
Selain itu, persoalan lain yang harus diperhatikan terkait program Wajar 12 tahun adalah besarnya jumlah siswa yang putus sekolah. Tercatat ada sebanyak 3,82 juta anak usia 7-18 di Indonesia yang tidak bersekolah, baik karena putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah di jenjang berikutnya.
Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bidang Pembangungan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Subandi, Rabu (12/9/2018) mengatakan, persoalan wajib belajar 9 tahun sebaiknya dituntaskan terlebih dahulu. Jika belum tuntas, program wajib belajar 12 tahun menjadi sulit tercapai.
Ia menambahkan, kesenjangan lain yang juga harus diselesaikan adalah terkait kualitas guru serta penyediaan fasilitas sarana dan prasarana sekolah. Berdasarkan hasil uji kompetensi guru (UKG), perolehan rata-rata nasional masih 53,02. Jumlah itu di bawah standar kompetensi minimal yang ditetapkan, yaitu 55,0.
Sebanyak 27 provinsi memiliki rata-rata nilai hasil UKG di bawah standar kompetensi minimal. Hanya ada tujuh provinsi di atas standar, yaitu Jawa Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Bali, Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta. Hasil UKG terendah berada di Provinsi Maluku Utara (41,87) (Kompas, 12/9/2018).