Mahasiswa Sekolah Vokasi Butuh Banyak Kesempatan Praktik
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah vokasi dituntut untuk ikut memiliki fasilitas industri agar mahasiswa bisa mempunyai pengalaman praktik. Tuntutan seperti itu terhadap sekolah muncul karena pelaku industri masih belum gencar berbagi pengetahuan dengan mahasiswa.
Ada fakta bahwa banyak keterampilan lulusan vokasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Padahal, tujuan utama pendidikan vokasi adalah membuat lulusannya dapat langsung bekerja. Kondisi faktual seperti itulah yang antara lain menuntut sekolah agar perlu memiliki fasilitas industri.
Direktur Politeknik ATMI Surakarta T Agus Sriyono dalam kunjungan ke Redaksi Kompas di Jakarta, Jumat (14/9/2018), mengatakan, fasilitas industri dibuat dalam wilayah kampus agar mahasiswa dapat langsung menerapkan teori yang mereka peroleh di kelas.
Dalam mengakomodasi kebutuhan para mahasiswa, kurikulum pendidikan perlu beradaptasi. Salah satunya dengan membuat rasio praktik dan teori menjadi 2:1. ”Mahasiswa di Politeknik ATMI, misalnya, menerapkan empat minggu untuk praktik dan dua minggu untuk teori,” ujarnya.
Metode pendidikan yang menekankan pada praktik tersebut diterapkan di beberapa negara maju, seperti di Swiss dan Jerman.
Direktur PT ATMI IGI Center Y Wahyo Nursanto menyampaikan, ATMI juga mendirikan dua unit bisnis yang akan menjadi tempat praktik mahasiswa. ”Kami adalah jembatan antara akademi dan industri,” katanya.
Dengan demikian, mahasiswa akan menerapkan production based education and training (PBET) atau pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Keterampilan mereka akan semakin relevan dengan kebutuhan industri.
Namun, ada kendala lain yang harus dihadapi sekolah vokasi, yakni masih sedikit jumlah dan minim kualitas pengajar sekolah vokasi yang memadai. Kolaborasi antara sekolah dan industri menjadi vital.