SHENZHEN, KOMPAS—Sepuluh mahasiswa Indonesia peserta program Huawei Seeds for The Future 2018 mengenalkan kemajemukan bangsa lewat lagu dan tarian dari sejumlah daerah di Shenzhen, China, Jumat (7/9/2018). Aksi mereka disambut positif peserta dari negara lain yang ikut menari dan tertarik mengenal budaya Indonesia.
”Kemajemukan Indonesia itu keren. Setiap daerah punya budaya menarik. Hal itu harus diperkenalkan agar negara lain tahu kekayaan budaya Indonesia,” kata Marcus Galenius Limahelu, mahasiswa Teknik Industri Universitas Telkom, Bandung.
Pertunjukan budaya itu dilakukan pada penutupan program Huawei Seeds for The Future 2018 di China. Diawali tari kecak dan menyanyikan lagu ”Indonesia Pusaka”, 10 mahasiswa Indonesia menari bersama dalam lagu ”Cikcik Periuk” dari Kalimantan Barat, ”Ondel-ondel” (Jakarta), dan ”Gemu Famire” (Nusa Tenggara Timur).
Marcus menuturkan, kombinasi lagu dari sejumlah daerah sekaligus menyimbolkan persatuan Indonesia. Sebab, peserta Huawei Seeds for The Future 2018 asal Indonesia terdiri dari beragam suku, antara lain Ambon, Bali, Jawa, dan Sunda. ”Kami berasal dari beberapa perguruan tinggi dan beragam suku. Namun, dalam perbedaan itu, yang penting ditonjolkan adalah persatuan Indonesia,” ujarnya.
Kami berasal dari beberapa perguruan tinggi dan beragam suku. Namun, dalam perbedaan itu, yang penting ditonjolkan adalah persatuan Indonesia.
Sejumlah mahasiswa dari Meksiko dan Jepang ikut menari. Mahasiswa Indonesia memberi kain songket kepada peserta dari negara lain. ”Itu sebagai kenang-kenangan agar mereka mengingat Indonesia. Mereka juga banyak bertanya tentang Indonesia,” ujarnya.
Belajar budaya
Gede Aditya Pratama, mahasiswa Program Studi Teknik Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung, bahagia karena dapat mengenalkan budaya bangsa. Ia juga belajar budaya Jepang dan Meksiko dari mahasiswa asal kedua negara itu. “Jadi, selain mempelajari teknologi informasi dan komunikasi, kami bisa mengetahui budaya masing-masing negara. Ajang seperti ini cocok untuk mengenalkan keberagaman Indonesia,” ujarnya.
Menurut Gede, mereka hanya berlatih dua hari untuk pertunjukan budaya itu. Hal itu dilakukan di sela-sela waktu mengikuti pelajaran di Huawei University. Selama di China, peserta Huawei Seeds For The Future 2018 berada di Beijing dan Shenzhen. Di Beijing, mereka juga belajar bahasa mandarin dan kaligrafi. Mereka berada di China sejak 26 Agustus hingga 7 September 2018.
Melalui program itu, Gede mengaku bisa mengenal karakteristik orang Jepang dan Meksiko, antara lain kegigihan dalam belajar. Beberapa peserta Huawei Seeds For The Future asal Jepang tidak berasal dari jurusan teknologi komunikasi tapi mereka dapat mengikuti program itu karena tekun belajar dan banyak membaca. Sementara mahasiswa Meksiko kritis karena rajin bertanya selama ikut program itu. “Mereka ingin tahu hingga hal paling kecil,” ujarnya.
Sementara Ryota, mahasiswa asal Jepang, terkesan dengan pertunjukan budaya oleh mahasiswa Indonesia. Dia mendapat banyak pengetahuan baru dengan bertanya kepada mahasiswa asal Indonesia. "Kebudayaan Indonesia menarik dan sangat beragam. Dari mahasiswanya, saya menilai orang Indonesia itu sangat bersahabat,” ujarnya.