20th Century Fox Menilai Industri Film di Indonesia Punya Potensi Besar
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rumah produksi Indonesia, Lifelike Pictures, bekerja sama dengan studio film internasional, 20th Century Fox, dalam memproduksi film berjudul “Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212”. Studio film internasional yang berbasis di Amerika Serikat ini memutuskan bekerja sama ini karena menilai industri film di Indonesia memiliki potensi besar, baik dari jumlah penonton hingga aspek kebudayaan.
“Ada tiga negara yang menarik mereka (20th Century Fox), yaitu Indonesia, Vietnam, dan Filipina. Mereka pilih Wiro Sableng karena ini adalah proyek besar, production house-nya mumpuni, dan karena Indonesia punya potensi pengembangan yang luar biasa,” kata produser film Wiro Sableng dari Lifelike Pictures, Sheila Timothy pada acara pemutaran film Wiro Sableng untuk pers dan konferensi pers, Senin (27/8/2018), di Jakarta.
Rumah produksi 20th Century Fox berbasis di Amerika Serikat. Menurut Sheila, kerja sama dengan pihak luar perlu dilakukan karena bertujuan untuk distribusi, promosi, dan transfer ilmu pengetahuan (Kompas.id, 10/8/2018). Ini adalah kali pertama proses koproduksi atau co-production dilakukan oleh 20th Century Fox di Asia Tenggara.
Perkembangan pasar industri film di Indonesia terbilang menjanjikan. Menurut Sheila, pada tahun 2015 hingga 2017, ada peningkatan jumlah penonton film di bioskop sebanyak lebih kurang 30 persen. Hal ini berlaku untuk penonton dari segala golongan usia dan untuk semua film yang diputar di bioskop. Mengutip data dari laman filmindonesia.or.id, ada lebih dari empat juta penonton untuk salah satu film terlaris Indonesia pada 2017.
“Kami pikir Indonesia itu penting karena kami mencari pasar besar yang berkembang dan punya masa depan. Kami ingin terlibat dalam hal itu. Indonesia juga punya pasar yang memiliki ketertarikan besar terhadap film,” kata Wakil Presiden Eksekutif Asia Pasifik 20th Century Fox Kurt Rieder.
Fim hasil adaptasi dari novel karya almarhum Bastian Tito ini akan mulai tayang di bioskop Indonesia pada 30 Agustus 2018. Selain ditayangkan di Indonesia, film arahan Angga Dwimas Sasongko tersebut juga akan tayang di Malaysia dan Singapura pada September dan Oktober 2018. Menurut rencana, film tersebut juga akan ditayangkan di negara-negara lain. Namun, proses negosiasi dengan negara-negara itu masih dilakukan, salah satunya Tiongkok.
Film ini bercerita tentang Wiro Sableng yang mempelajari ilmu bela diri dari gurunya, Sinto Gendeng sejak kedua orangtuanya meninggal dunia. Di masa depan, Wiro Sableng harus berhadapan dengan Mahesa Birawa, mantan murid Sinto Gendeng yang berkhianat.
Khas Indonesia
Selain memiliki potensi pasar yang besar, kebudayaan menjadi salah satu potensi bagi industri film Indonesia. Oleh sebab itu, film Wiro Sableng menampilkan unsur Indonesia yang kental, baik dari kostum, latar lokasi cerita, hingga dengan menampilkan ilmu bela diri pencak silat.
Ada 300 kostum dan 150 senjata yang dirancang dan diproduksi untuk film ini. Semuanya dirancang dengan mengacu pada kekayaan kebudayaan Indonesia. Misalnya, desain kalung yang digunakan oleh karakter Dewa Tuak berasal dari Nias.
“Inspirasi desainnya adalah Indonesia. Saya ingin para penonton langsung tahu bahwa film ini tentang Indonesia,” kata desainer produksi film Wiro Sableng, Adrianto Sinaga.
Kostum yang dikenakan karakter Anggini yang memadukan kain ulos dari Sumatera Utara. Selain itu, kekayaan budaya dari sejumlah daerah pun ditampilkan pada senjata para karakter. Ukiran pada kapak milik sang tokoh utama, Wiro Sableng terinspirasi dari ukiran pada keris. Ada pula pedang yang digunakan pada film berdurasi 123 menit itu terinspirasi dari senjata mandau khas Kalimantan (Kompas.id, 10/8/2018).
Film yang melibatkan 977 kru dan pemain ini menampilkan pula banyak jurus pencak silat. Menurut koreografer aksi sekaligus pemeran Mahesa Birawa, Yayan Ruhian, ada banyak jurus pencak silat yang digunakan dalam film. Gerakan yang ditampilkan merupakan perpaduan dari sejumlah aliran pencak silat.