BNPT Sosialisasikan Anti Radikalisme ke Mahasiswa Baru IPB
Oleh
·2 menit baca
Sebanyak 3.817 mahasiswa baru Institut Pertanian Bogor (IPB) mengikuti Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) angkatan 5, pekan lalu di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius memberikan pencerahan terkait bahaya serta pencegahan radikalisme di hadapan ribuan mahasiswa baru tersebut.
“Tantangan kita semakin besar. Saat ini yang kita butuhkan bukan orang pintar yang tidak punya akhlak. Beruntung kalian bisa masuk IPB. Maka timbalah ilmu di IPB untuk menjadi orang yang pintar dan berakhlak dan kesempatan untuk menjadi pemimpin masa depan. Jangan main-main, niatkan serius belajar. Orang tua kalian setiap malam menangis mendoakan keberhasilan kalian,” ujar Suhardi dalam rilis Humas IPB yang diterima redaksi harian Kompas.
Menurut Suhardi, saat ini banyak negara yang punya akses ke Indonesia, dari Amerika hingga Suriah. Jika melihat percaturan dunia, yang terjadi adalah perang asimetrik, perang kepentingan. Indonesia mempunyai 250 juta jiwa penduduk yang menjadi pasar.
“Makna sumpah pemuda harus direkatkan kembali. Kembalikan nilai kebangsaan. Jangan lupakan sejarah. Jangan stigmakan masalah agama. Bersainglah secara utuh. Mari sama-sama melihat bagaimana menggunakan hati, akal dan logika,” ujarnya.
Suhardi mencontohkan budaya pendidikan di Jepang yang lebih mengutamakan manner (sikap), bagaimana memperlakukan orangtua yang baik hingga budaya mengantre. Hingga akhirnya orang Jepang menjadi manusia berkarakter dan menjadi orang hebat tanpa meninggalkan jati diri.
“Oleh karena itu, jangan sia-siakan kesempatan menjadi mahasiswa IPB ini, ingat amanat orang tua. Jika ada hal yang menyimpang, ingatkan. Jangan takut bicara untuk menyampaikan pendapat, sepanjang positif,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, BNPT memutar beberapa video tentang upaya teroris dalam merekrut dan mencuci otak korbannya. “Para kelompok teroris biasanya akan melakukan brain washing terhadap calon teroris di usia masih belia. Mereka main target. Dan 63.6 persennya merupakan anak lulusan SMA. Bahayanya, upaya radikalisme melalui media sosial sudah marak dilakukan. Saat ini para pengguna smartphone (di kalangan anak muda) menghabiskan waktu hingga 181 menit per hari, sehingga mudah sekali pengaruh berjalan, terutama melalui media sosial” katanya. (IKA)