JAKARTA,KOMPAS—Indonesia menawarkan konsep jalan tengah untuk membangun peradaban dunia dalam World Peace Forum ke-7 yang digelar 14-16 Agustus 2018 di Jakarta. Konsep ini diyakini bisa membenahi peradaban dunia yang tengah mengalami kerusakan hebat.
World Peace Forum ke-7 akan dibuka, Selasa (14/8/2018) di Hotel Sultan, Jakarta. Kegiatan dua tahunan ini akan diikuti 100an tokoh pelopor dan pegiat perdamaian dari 40 negara dan 150 tokoh pegiat perdamaian dari dalam negeri.
Seperti konsep yang akan diajukan Indonesia kepada negara-negara dunia, tema World Peace Forum tahun ini mengangkat “The Middle Path for the New Wolrd Civilization”. “Konsep jalan tengah adalah konsep tentang keseimbangan, keadilan, dan moderasi yang akan kita ajukan untuk membangun peradaban dunia,” kata Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din Syamsuddin, Senin (13/8/2018) di Jakarta.
Menurut Din, konsep jalan tengah sangat cocok diajukan untuk mengatasi “tsunami” peradaban di dunia, ketidakteraturan dunia, ketidakpastian dunia, dan gangguan besar dunia. Bahkan, organisasi mantan kepala negara dan pemerintahan se-dunia, InterAction Council atau Dewan Interaksi menyimpulkan, sekarang dunia menghadapi kerusakan dunia yang akumulatif.
“Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan, peradaban dunia mengalami krisis, mulai dari krisis pangan, energi, lingkungan hidup, dan sebagainya. Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berupaya mengatasinya dengan program Millenium Development Goals dan Sustainable Development Goals dalam rangka mengatasi krisis, tapi belum fundamental dan terkesan tambal sulam,” ucapnya.
Peradaban dunia mengalami krisis, mulai dari krisis pangan, energi, lingkungan hidup.
Menyikapi kondisi ini, perlu ada sistem baru dunia yang menerapkan konsep jalan tengah karena kerusakan-kerusakan yang terjadi banyak diakibatkan karena sistem-sistem yang ada jatuh pada ekstremisme. Di sinilah konsep jalan tengah menjadi aktual untuk ditawarkan.
Di Indonesia, sumber-sumber konsep jalan tengah bisa muncul dari beberapa sumber. Agama-agama di Indonesia menawarkan visi jalan tengah, salah satunya konsep Islam Wasattiyah dari agama Islam.
Selain dari agama, ideologi-ideologi negara Republik Indonesia seperti Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika mengajarkan konsep jalan tengah yang memberi ruang kepada keberagaman untuk bersatu tanpa harus condong ke kiri atau ke kanan, ke agama satu atau agama lain, ke suku satu atau suku lain.
Pesan khusus
Pada akhir kegiatan World Peace Forum, seluruh peserta akan merumuskan pesan khusus secara bersama-sama. Pesan ini akan disampaikan sebagia rekomendasi bagi upaya perwujudan perdamaian dunia.
Wakil Steering Committee World Peace Forum, Yuli Mumpuni Widarso mengatakan, pesan bersama yang dirumuskan seluruh peserta World Peace Forum diharapkan diimplementasikan di masing-masing negara. Bahkan, forum diharapkan merekomendasikan kerja sama antara negara-negara peserta sesuai minat dan kebutuhan masing-masing, apakah konsep jalan tengah di bidang ekonomi, politik, maupun budaya.
World Peace Forum digelar sejak tahun 2006 silam. Forum dua tahunan ini telah memberikan banyak rekomendasi kepada berbagai negara di dunia.
“World Peace Forum ke-2 hingga ke-6 telah menukik pada tema-tema operasional antara lain membahas soal kekerasan di dunia, fisik dan nonfisik, kekerasan yang disebabkan modal (kapital) maupun negara. Keduanya (kapital dan negara) bahkan kerap ‘berselingkuh’ melakukan kekerasan bersama-sama,” tambah Din.
World Peace Forum diinisiasi oleh tiga organisasi, meliputi UKP-DKAAP, Centre for Dialogue and Cooperation Among Civilizations (CDCC), dan The Cheng Ho Multi-Cultural & Education Trust of Malaysia.
Pada World Peace Forum ke-7 tahun ini, sejumlah tokoh negara akan hadir, seperti Uskup Emiritus Oslo, Gunnar Stalsett dari Norwegia sebagai moderator European Council of Religious Leaders sekaligus anggota Komite Hadiah Novel Perdamaian, serta Hakim Agung Syariah dan Penasihat Presiden Palestina untuk Urusan Agama dan Syariat Islam.
Beberapa tokoh lainnya adalah, Mahmoud Al-Habbash, Sekretaris Jenderal King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue, Faisal bin Abdulrahman bin Muaamar, dan Sekretaris Jenderal Religion for Peace William Fray Vendley dari Amerika Serikat.
Peserta forum ini tidak terbatas hanya dari kalangan agamawan saja, tetapi juga cendekiawan, akedemisi, dan politisi. Beberapa negara yang turut serta, antara lain Amerika Serikat, Inggris, Spanyol, Jepang, Korea, Malaysia, China, dan Rusia.