Universitas Tanjungpura Kembangkan Riset Biodiesel
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Universitas Tanjungpura berencana mengembangkan industri biodiesel di Kalimantan Barat. Sistem dilakukan dengan pendekatan triple helix dalam pengembangan industri inovatif ini, yaitu kampus (Universitas Tanjungpura) - pemodal (Hyundai)- pemerintah (Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi, Kemristekdikti-pemerintah daerah).
"Kami sebenarnya sedang persiapan membangun industri ini. Sudah beberapa kali rapat di tingkat provinsi untuk menjamin bahan bakunya, dengan pihak lain juga untuk jaminan pembelian produknya," kata Rektor Universitas Tanjungpura Thamrin Usman yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (9/8/2018).
Menurut Thamrin, ada tiga hal yang perlu dilakukan agar biodiesel kompetitif. Pertama, ketersediaan bahan baku dari Palm Acid Oil (PAO). Karena kualitas buah sawit yang jelek saat dipanen, kehandalan mesin oil press, cara penyimpanan di tangki, dan kualitas sumber daya manusia dalam industri sawit menjadi faktor hadirnya produk samping yang mengandung asam lemak bebas (ALB) yang tinggi dalam memproduksi minyak sawit mentah(CPO). Minyak sawit mentah yang mengandung ALB lebih dari 10 - 80 persen dikenal dengan nama Minyak Asam atau PAO.
Produk samping ini dijual dengan harga sangat murah berkisar maksimum separoh dari harga CPO. Melalui teknologi maju, produk sampingan ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi bahan campuran utama biodiesel atau biosolar. Penggunaan PAO sebagai bahan baku memberikan dampak yang sangat signifikan dalam menurunkan harga jual produk akhir Biodiesel.
Thamrin mengatakan perlu ada teknologi maju (Advanced Technology). Penggunaan teknologi generasi pertama atau teknologi konvensional mengharuskan penggunaan bahan baku berupa minyak nabati untuk diubah menjadi bahan utama campuran biodiesel, yaitu Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
Namun, ditemukan kelemahan penggunaan teknologi konvensional ini, yaitu tidak efisien karena menggunakan bahan baku yang mahal (minyak nabati). Selain itu, tidak sesuai dengan persyaratan dunia serta penggunaan bahan kimia tambahan pada tahap penetralan/pemurnian berdampak pada masalah lingkungan yang berat.
Thamrin menjelaskan, perlu teknologi maju yang dapat mengubah bahan baku yang murah yakni Palm Acid Oil menjadi FAME. Kehadiran Asam Lemak Bebas dalam persentase yang tinggi dalam PAO akan menggagalkan proses dengan teknologi konvensional.
Dengan memahami komposisi senyawa penyusun dalam PAO memungkinkan untuk dilakukan proses secara simultan satu tahap dengan menggunakan katalis solid heterogen.Teknologi Advance ini murah, sesuai syarat produksi Biodiesel Europa yaitu tidak menggunakan bahan baku untuk pakan (Non Food Use)
Hal yang terakhir, ujar Thamrin, adanya penghargaan. Sebab, ketidaktepatan memberikan stimulan berupa insentif reward kepada proses produksi FAME untuk biodiesel akan membebani pendapatan negara. Formula subsidi yang diberlakukan oleh pemerintah hingga saat ini diyakini akan mengurangi pendapatan dan devisa negara.
Menurut Thamrin, pemanfaatan teknologi maju yang kompetitif yang dapat memenuhi standar kualitas produk akhir di dunia akan pada gilirannya memberikan revenue devisa untuk negara.Teknologi yang demikian sewajarnya mendapat reward dari pemerintah bukan sebaliknya.
Secara terpisah, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir mendukung perguruan tinggi untuk mengembangkan riset agar menghasilkan inovasi. Pengembangan riset di bidang sumber energi baru dan terbarukan jadi salah satu fokus riset nasional.