JAKARTA, KOMPAS – Konsistensi etos kerja guru berprestasi diuji berbagai kemudahan yang diperoleh setelah menerima penghargaan. Penghargaan kepada guru seharusnya memacu mereka semakin inovatif dan kreatif mendidik siswa. Popularitas, kenaikan jabatan, dan peningkatan penghasilan diharapkan tidak menjebak guru berprestasi dalam zona nyaman.
Kepala Yayasan Princess Maha Chakri Award (PMCA) Krissanapong Kirtikara mengatakan, guru berprestasi wajib menginspirasi rekan sesama guru guna meningkatkan mutu pendidikan di tempat asalnya. “Itulah yang dinamakan layanan purna jual dalam dunia pendidikan. Setelah meraih PMCA, guru berprestasi harus segera membuat program pendidikan unggulan bagi masyarakatnya,” kata Krissanapong saat membuka diskusi bersama para penerima PMCA di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Princess Maha Chakri Award merupakan ajang dua tahunan untuk mengapresiasi kinerja guru inovatif dan kreatif di negara anggota ASEAN dan Timor Leste. Penerima PMCA 2015 asal Sulawesi Tenggara, Herwin Hamid, mengatakan, penghargaan itu diraih atas usahanya memanfaatkan teknologi digital guna meningkatkan motivasi belajar siswa.
Menurut guru Fisika SMPN 6 Kendari tersebut, belajar dengan menggunakan teknologi digital itu tidak harus mahal. Ia mencontohkan, siswa bisa belajar klasifikasi flora dan fauna melalui gim Pokemon Go. Ia menilai, siswa lebih mudah diajak belajar dengan memanfaatkan gim yang sedang populer. “Lewat model itu siswa juga belajar literasi digital, yaitu menjadi produktif melalui teknologi,” kata Herwin.
Menurut Herwin, tantangannya masih banyak guru di Indonesia anti terhadap teknologi digital. Oleh karena itu, ia kini bekerja sama dengan berbagai pihak menyelenggarakan pelatihan pemanfaatan teknologi digital. “Sayangnya, sebagian besar guru yang datang tidak serius mengikuti pelatihan. Mereka datang bukan karena ingin berkembang, tetapi karena diutus atasannya,” ucap Herwin.
Memotivasi guru
Memotivasi guru agar berubah mengikuti zaman memang tidak mudah. Tanpa menjadi inovatif dan kreatif pun mereka mendapat penghasilan yang mencukupi. “Harusnya ada sistem reward and punishment agar memotivasi guru beranjak dari zona nyaman. Inovasi dan kreasi itu harusnya dilakukan setiap hari, bukan hanya saat menjelang akreditasi atau saat asesor datang memantau,” kata Herwin.
Senada dengan Herwin, Peraih PMCA 2017 asal Majalengka, Encon Rahman juga merasakan tantangan mempertahankan etos kerja justru kini semakin berat. “Saya kira, setelah dapat PMCA akan mudah mendapat fasilitas belajar bagi siswa,” kata Encon. Usahanya mendorong siswa menulis buku sejak dini terhambat oleh kurangnya komputer di sekolah.
Di tempat Encon mengajar, SDN 1 Mekarsari Majalengka, tidak tersedia komputer bagi siswa. Hal itu membuat ia harus mengetik ulang seluruh tulisan siswanya agar bisa segera dibukukan. “Berbagai halangan di sekolah membuat saya kadang ingin menjadi guru yang biasa aja. Enggak usah kerja terlalu ngotot, yang penting dapat sertifikasi,” ujar Encon.
Selain masalah fasilitas, Encon juga harus putar otak untuk mengatasi motivasi belajar siswanya yang rendah. “Banyak siswa saya yang menjadi kurang bersemangat belajar karena ditinggal orangtuanya bekerja di luar negeri,” ucap Encon. Encon sering kali melakukan kunjungan ke rumah siswa agar bisa memahami karakter mereka.
“Perlu dilihat satu per satu. Setiap siswa tumbuh di keluarga yang berbeda, maka pendekatannya pun harus berbeda pula,” jelas Encon. Ia mencontohkan, siswa yang ditinggal orangtuanya sejak belum bersekolah biasanya akan terkesan hiperaktif karena ingin diperhatikan. Sedangkan siswa yang ditinggal orangtuanya di tengah masa pendidikan biasanya akan menjadi pendiam karena larut dalam kesedihan.
Perjuangan kedua guru itu membuktikan kinerja guru tidak bisa dinilai dari nilai ujian akhir siswa. Guru di sekolah yang tidak favorit pasti harus bekerja lebih keras guna membantu muridnya mengejar ketertinggalan dari siswa sekolah lainnya.
“Kadang saya merasa label guru sekolah favorit dan non-favorit itu tidak adil. Bagaimana bisa kinerja guru mendewasakan murid diukur hanya dari nilai ujian akhir,” kata Herwin. (PANDU WIYOGA)