JAKARTA, KOMPAS — Sebagai ungkapan apresiasi untuk GM Sudarta, Bentara Budaya Jakarta menggelar acara Respons Lukis Masal para Seniman dan Kartunis, Selasa (10/7/2018). Acara ini bermisi mengenang GM Sudarta yang meninggal pada 30 Juni lalu.
Acara dihadiri sekitar 30 seniman ataupun kartunis. Mereka melukis di atas kanvas sepanjang 50 meter. Terdapat juga empat instalasi foto GM Sudarta. Satu per satu lukisan mulai tercipta di kanvas putih. Oom Pasikom pun menjadi karya terbanyak yang dilukis.
”KRITIK” menjadi pilihan kata yang ditulis Non-o Purwono pada lukisannya. Dia mengaku mengenal sosok GM Sudarta tidak hanya sebagai rekan kerja di tahun 1990-an, tetapi juga mengenalnya secara personal. Lukisan itu menegsaskan bahwa sosok GM Sudarta tidak akan lepas dari Oom Pasikom dengan kritikannya yang tidak menyinggung perasaan orang lain.
”GM itu adalah seorang yang humoris, jenius, dan intelektual. Sebagai kartunis, ia merupakan seorang filosof kartun yang penuh dengan pemikiran masa depan. Inilah yang membuat kritiknya diterima,” kata Non-o.
Adapun Jan Praba menuliskan ”Kartun itu Senyum” . Ketua Persatuan Kartunis Indonesia (Pakarti) ini ingin berkisah tentang ajaran GM Sudarta. ”Ini wejangan dari Mas GM ketika membuat kartun. Kartun harus menimbulkan senyuman bagi yang dikritik agar tidak marah, tetapi sadar akan kesalahannya,” kata Jan.
Selain bagi yang dikritik, kartun itu juga harus memberikan senyuman bagi masyarakat karena terwakili suaranya. Tak ketinggalan juga bagi kartunisnya yang telah menyampaikan kritiknya secara halus.
Inspiratif
Untuk menegaskan bahwa GM Sudarta lekat dengan BBJ, sebuah lukisan menggambarkan sosoknya membaur bersama personel pengelola BBJ. Lukisan tersebut digoreskan oleh Ika Burhan, Kepala BBJ.
”Sebagai direktur pertama BBJ, Mas GM itu seorang yang sangat inspiratif. Sebagai pemimpin, Mas GM irit bicara, tetapi karismanya kuat. Beliau juga selalu mengajar dan memberi kesempatan kepada karyawan untuk berkembang,” kata Ika.
Kartunis D Chedar mengenang sosok GM sebagai motivator bagi para seniman. Meski tidak begitu mengenal GM Sudarta secara personal, Chedar akrab melalui buku, gambar, terutama karyanya dalam koran Kompas. ”Ajaran yang paling membekas adalah parikena, mengkritik tanpa menyinggung,” kata Chedar.
Acara semalam diperkuat dengan diskusi buku karya GM berjudul Berteriak dalam Bisikan: 50 Tahun Oom Pasikom. Dipandu Direktur Program BBJ Frans Sartono, forum tersebut menampilkan tiga pembicara, yakni mantan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Trias Kuncahyono, Rektor Institut Kesenian Jakarta Seno Gumira Ajidarma, dan Kurator Bentara Budaya Efix Mulyadi.