JAKARTA, KOMPAS — Program pertukaran pelajar tingkat SMP untuk tinggal dengan keluarga SabangMerauke diadakan untuk keenam kali. Program ini mengajarkan toleransi antarumat beragama melalui pengalaman, tidak sekadar teori.
SabangMerauke adalah singkatan dari Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali. Pertama kali diadakan pada tanggal 28 Oktober 2018, program ini mengirim pelajar SMP dari berbagai kabupaten/kota di Indonesia untuk datang ke Jakarta. Selama tiga pekan pelajar tinggal bersama keluarga yang berbeda agama dengan mereka.
"Jumlah peserta di tahun 2018 meningkat menjadi 20 orang. Padahal, sejak program SabangMerauke pertama kali diadakan pada tahun 2012, jumlah maksimal peserta tiap tahun adalah 15 orang," kata Direktur Pergerakan SabangMerauke 2018 Priska Wila seusai jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/6/2108).
Untuk program tahun 2018, Priska mengatakan ada 500 siswa yang mendaftar. Mereka harus melalui seleksi ketat seperti kelengkapan dokumen dan menulis esai tentang toleransi. Sebanyak 20 siswa terpilih untuk menjalani program selama 2-22 Juli 2018. Mereka antara lain berasal dari Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Tengah.
"Tujuan program ialah mematahkan stereotipe dan stigma yang ada di pikiran para pelajar tentang orang-orang yang berbeda agama," tutur Priska.
Tujuan program SabangMerauke ialah mematahkan stereotipe dan stigma yang ada di pikiran para pelajar tentang orang-orang yang berbeda agama.
Ia mengungkapkan, pada pekan pertama umumnya pelajar masih cemas karena tinggal di keluarga yang berbeda agama. Pelajar biasanya menceritakan kecemasan mereka kepada mahasiswa yang bertindak sebagai kakak pendamping.
Kakak pendamping didorong agar aktif memediasi pelajar dan keluarga angkat supaya lebih saling mengenal. Pada pekan kedua, mereka mulai melihat dan merasakan bahwa perbedaan agama tidak menyurutkan kasih sayang antarmanusia, terutama sesama bangsa Indonesia.
Selain aktivitas dengan keluarga angkat, pada program ini siswa juga diajak mengunjungi berbagai museum dan rumah ibadah untuk lebih mengenal Indonesia. Mereka juga berdialog dengan tokoh nasional. Pada tahun 2017, mereka berkesempatan bertemu dengan Mantan Presiden BJ Habibie.
"Mulai tahun 2018 akan dilakukan penguatan kurikulum pasca pertukaran untuk memastikan pelajar yang sudah pulang ke kampung halaman masing-masing bisa menjadi duta toleransi," ujar Priska.
Membuka wawasan
Alumnus SabangMerauke 2017 Muhammad Naufal Raffi (15) dari SMPN 1 Bukittinggi, Sumatera Barat, mencerikatan pengalamannya tinggal di keluarga beragama Kristen. Ia mendapati keluarga angkatnya sangat menghargai dirinya yang Muslim.
"Ayah dan ibu angkat mencarikan saya sajadah untuk salat dan sering mengantar saya ke masjid," tutur Raffi.
Ia mengaku wawasannya terbuka terhadap berbagai perbedaan yang ada di masyarakat. Pengalaman baru tersebut ia bawa dan bagi dengan teman-temannya di Bukittinggi.
Setelah mengikuti program SabangMerauke, wawasan Naufal terbuka terhadap berbagai perbedaan yang ada di masyarakat.
Demikian pula dengan Cynthia Hanafi yang pada tahun 2017 menerima seorang siswa Muslim. Berkat pengalaman tersebut, ia menyempatkan diri berkunjung ke Aceh.
"Saya menemukan ternyata eksploitasi perbedaan terjadi di media massa dan media sosial. Masyarakat Indonesia ketika bertemu dengan orang yang berbeda tetap ramah dan terbuka," ujarnya.