BANDUNG, KOMPAS —Institut Teknologi Bandung memberlakukan izin berlapis untuk setiap kegiatan unit kemahasiswaan guna mencegah berkembangnya paham radikalisme.
“Setiap kegiatan unit kemahasiswaan ada dosen pembinanya. Secara berkala, mereka akan melakukan koordinasi dengan lembaga kemahasiswaan untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang ada,” kata Rektor ITB Kadarsah Suryadi di Bandung, Rabu (6/6/2018).
Kadarsah menjelaskan, setiap kegiatan yang diadakan unit-unit kemahasiwaan harus mendapat izin dari Lembaga Kemahasiwaan (LK) terlebih dahulu. Setelah disetujui, LK akan mengajukan izin pada Keamanan, Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) ITB, untuk persetujuan kegiatan.
“Untuk aktivitas mahasiswa di malam hari juga harus ada izin dan persetujuan dari K3L dan dicatat unit keamanan, sehingga selalu dapat terpantau. Dengan demikian semua kegiatan unit-unit Kemahasiswaan terdata dan terpantau dengan baik,” ujar Kadarsah.
Pengawasaan
Sementara itu, Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung Een Herdiani menerapkan pengawasan hirarkis-represif.
"Mahasiswa diberi ruang dialog dan hak kritis untuk menyampaikan aspirasi. Ini sebagai upaya mencari solusi adaptif untuk persoalan-persoalan yang berpotensi menjadi konfrontasi,” kata Een.
Menurut Een, materi pelajaran seni budaya di ISBI jadi modal penting penguatan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi. Realitas ini dikongkritkan melalui keragaman ekspresi seni dan keterbukaan persepsi. Dengan demikian secara etis dan kognitif, mahasiswa seni selalu berinteraksi dengan realitas keragaman, yang merupakan ciri alamiah dari praksis kreativitas seni.
“Kami selalu mengupayakan dialog dengan mahasiswa. Harapannya, mereka bisa membuat penawar untuk dirinya sendiri menghadapi paham radikalisme. Seni adalah wilayah mendidik toleransi dan keinsyafan manusia dari penyusup paham pemikiran yang destruktif,” ujar Een. (SEM)