Sistem Zonasi Dimanfaatkan Juga untuk Pengelolaan Guru
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru juga akan digunakan untuk pemetaan jumlah guru, penyebaran guru, pembinaan, dan strategi pengelolaan pendidikan di daerah. Aturan mengenai zonasi tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 tentang PPDB.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa 90 persen siswa sekolah harus berasal dari sekitar sekolah. Adapun kuota untuk siswa dari zona lain adalah lima persen dan untuk siswa berprestasi juga lima persen.
"Pemerintah akan mengembangkan sistem zonasi untuk memetakan dan mengelola sarana dan prasarana pendidikan," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hamid Muhammad dalam acara sosialisasi peraturan dan kebijakan bidang pendidikan dasar dan menengah untuk tahun 2018 di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Di dalam pengelolaan tersebut mencakup pendataan dan pengaturan penyebaran guru. Tidak menutup kemungkinan juga mutasi guru antarzona. Tujuannya agar tercapainya pemerataan guru dan tenaga pendidikan di daerah.
Berkesinambungan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam sambutannya menjelaskan bahwa sistem zonasi hendaknya dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas guru dan memastikan terjadinya kesinambungan pendidikan pada setiap jenjang sekolah. Ia mencontohkan, guru matematika di SMA diminta berjejaring dengan guru-guru matematika di SD dan SMP.
"Dengan begitu, ada kesinambungan dalam pemberian materi pelajaran kepada siswa. Setiap jenjang pendidikan merupakan penjamin mutu untuk keberlanjutan siswa di jenjang berikutnya," kata Muhadjir. Tujuan belajar di tingkat dasar mengarah kepada kebutuhan pemahaman materi di tingkat atas.
Dalam zonasi, lanjutnya, peran kelompol guru seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran dan Kelompok Kerja Guru menjadi sangat penting. Di atas mereka, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah juga bertindak sebagai pengawas dan perencana terjalinnya jejaring tersebut, baik dalam pelatihan maupun persebaran ilmu.
Dari segi siswa, Muhadjir menuturkan, kepala dinas kabupaten/kota dan provinsi bisa melihat peta dan prediksi jumlah siswa yang lulus sekolah dan akan naik ke jenjang berikutnya setiap tahun. Adanya pemetaan akan memudahkan perencanaan penentuan jumlah rombongan belajar dan jumlah siswa di dalamnya.
"Pemerintah bisa memberi keringanan bagi sekolah untuk menambah jumlah rombongan belajar apabila memang di zona tersebut jumlah sekolahnya terbatas," ujar Muhadjir.
Ia menekankan, zonasi juga harus memberantas kastanisasi sekolah, yaitu sistem penerimaan siswa baru yang hanya berlandaskan nilai rapor siswa. Jangan sampai siswa-siswa bernilai rapor tinggi terkumpul di sekolah-sekolah tertentu. Sistem zonasi membuat semua anak usia sekolah di suatu daerah terjamin bisa mendapat pendidikan di dekat tempat tinggalnya.
"Tugas sekolah ialah menjadi tempat pertemuan berbagai jenis siswa dan mendidik mereka agar lebih baik," tutur Muhadjir.
Rapat sosialisasi tersebut dihadiri perwakilan dinas pendidikan dari 22 provinsi, perwakilan dinas pendidikan kabupaten/kota, serta perwakilan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur Ruben Nggulindima mengungkapkan, sosialisasi mengenai tidak boleh ada kastanisasi sekolah masih merupakan tantangan. Alasannya karena masyarakat sudah memiliki cita-cita untuk menyekolahkan anak di sekolah yang mereka favoritkan walaupun di luar batas zona.
"Sekolah dan dinas pendidikan harus tegas menolak siswa dari luar zona apabila kuota lima persen sudah terpenuhi," ucapnya.