Kota Yogyakarta Ditunjuk Menjadi Kota Budaya ASEAN
Oleh
Nino Citra Anugrahanto
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kota Yogyakarta akan ditunjuk sebagai Kota Budaya ASEAN atau ASEAN City of Culture tahun ini. Predikat tersebut menjadi motivasi untuk terus merawat warisan budaya, baik yang terlihat maupun tak terlihat, untuk menciptakan masyarakat yang berkarakter.
Penunjukan itu dilakukan bersamaan dengan akan diadakannya pertemuan para menteri kebudayaan dari berbagai negara anggota ASEAN di Yogyakarta, Oktober mendatang. Direktur Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, penunjukan terhadap Kota Yogyakarta sebagai suatu hal yang logis.
“Yogyakarta mempunyai sejarah yang panjang. Terlebih, Yogyakarta menjadi kota dengan tingkat kepadatan intelektual dan kebudayaan tertinggi di Indonesia. Festival yang terselenggara juga sudah lebih dari 100 dalam setahun. Jadi sangat masuk akal apabila kota ini ditetapkan sebagai kota budaya ASEAN,” kata Hilmar, saat dihubungi, Selasa (29/5/2018).
Yogyakarta menjadi kota dengan tingkat kepadatan intelektual dan kebudayaan tertinggi di Indonesia. Festival yang terselenggara sudah lebih dari 100 dalam setahun.
Ketua Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta Achmad Charris Zubair menambahkan, dari segi sejarah, Kota Yogyakarta menjadi tempat terjadinya peristiwa penting dalam pergerakan nasional. Hal itu dapat dilihat dengan lahirnya Boedi Oetomo, Taman Siswa, Muhammadiyah, dan lain-lain. Yogyakarta juga pernah menjadi ibukota sementara bagi Indonesia.
Achmad menilai, unsur budaya dari Kota Yogyakarta cukup kuat. “Kota ini menjadi inspirasi pengembangan budaya dalam artian nilai yang luas seperti nilai, norma, pandangan hidup, dan sikap perilaku yang kemudian juga menjadi contoh bagi masyarakat umum,” ujarnya.
Selain itu, kata Achmad, Kota Yogyakarta memiliki lima kawasan cagar budaya di wilayah adminstratifnya. Adapun kawasan cagar budaya itu adalah Keraton, Pakualaman, Kotabaru, Kotagede, dan Pakualaman. Pemerintah DIY juga sedang mengajukan “Sumbu Filosofis”, mulai dari Panggung Krapyak, Keraton Ngayogyakarta, hingga Tugu Golong Gilig (Yogyakarta), untuk menjadi warisan budaya dunia.
Berkarakter budaya dan sejahtera
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah DIY Budi Wibowo mengatakan, predikat Kota Budaya ASEAN yang nanti bakal disematkan terhadap Kota Yogyakarta memberikan dorongan semangat untuk merawat warisan budaya.
“Penunjukan itu akan memberikan semangat bagi kita, memotivasi pada kita, bagaimana warisan-warisan budaya yang ada, baik yang tangible maupun intangible itu dikembangkan dan terus dirawat. Hal itu untuk mencapai masyarakat yang berkarakter budaya,” kata Budi.
Budi berpendapat, niat untuk menciptakan masyarakat berkarakter itu dapat terwujud melalui pelestarian warisan budaya karena hal tersebut memuat nilai-nilai luhur. “Dengan melestarikan, nilai-nilai yang ada dalam warisan budaya itu akan masuk ke dalam sanubari masyarakat,” ungkapnya.
Secara terpisah, Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta Djoko Dwiyanto mengatakan, dalam upaya membentuk masyarakat berkarakter budaya itu, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah menginternalisasi nilai budaya yang ada ke dalam diri masyarakat.
“Nilai-nilai itu harus bisa diinternalisasikan di dalam masyarakat. Jadi tidak hanya lanskapnya saja yang berbudaya tetapi atmosfer budaya itu benar-benar bisa dirasakan,” kata Djoko. “Cara mewujudkannya adalah pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama membangun gerakan untuk merawat nilai-nilai budaya yang ada itu.”
Djoko mencontohkan dengan peristiwa klitih atau pembegalan yang beberapa waktu lalu sempat terjadi di Yogyakarta. Menurut dia, apabila nilai-nilai budaya tentang sikap santun dan ramah itu ada, hal seperti itu tidak perlu terjadi.
“Hal seperti itu sebaiknya sudah ditangkal dengan gerakan-gerakan yang ada di dalam masyarakat,” kata Djoko.