JAKARTA, KOMPAS - Sertifikasi dosen berjalan karena banyak yang tidak memenuhi syarat. Kegagalan dosen untuk bisa lolos sertifikasi juga karena ada dugaan penjiplakan dalam deskripsi diri (pengenalan diri) dalam penyelenggaraan sertifikasi setiap tahun.
Direktur Karier dan Kompetensi Sumber Daya Manusia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Bunyamin Maftuh, di Jakarta, Jumat (11/5/2018), menjelaskan kegiatan sertifikasi dosen (serdos) di lingkungan Kemenristek dan Dikti telah dilaksanakan sejak 2008. Sampai tahun 2018 ini telah ada 134.295 dosen yang telah mengikuti kegiatan sertifikasi, namun yang lulus sebagai dosen profesional hanya 109.833 orang.
Pada tahun 2018 ini Kemristek dan Dikti telah menyelenggarakan kegiatan sertifikasi dosen tahap I. Menurut data awal, yang berhak ikut sertifikasi dosen 17.746 orang. Namun, setelah melalui proses seleksi awal yang dilihat dari nilai tes kemampuan Bahasa Inggris, tes kemampuan dasar akademik, dan penilaian persepsional, hanya ada 7.587 dosen yang benar-benar ikut sertifikasi dosen tahun 2018 Tahap I .
Bunyamin mengatakan, dari jumlah 7.587 dosen yang ikut serdos tahap I ini, dosen yang lulus 6.987 orang dan yang tidak lulus 600 orang. Padahal, kuota tahun ini dipatok untuk 10.000 orang. Mereka yang lolos serdos berhak mendapatkan tunjangan dosen profesional. Besar tunjangan satu kali gaji pokok PNS. Dari kasus dosen yang tidak lulus serodos, selalu muncul masalah kemiripan deskripsi diri sebanyak 48,5 persen kasus
"Meskipun Kemristek dan Dikti telah memberikan sosialisasi secara langsung kepada perguruan tinggi maupun Kopertis dan kepada dosen, bahkan dinyatakan secara tegas dalam laman (website) Serdos Kemenristekdikti untuk tidak melakukan plagiat deskripsi diri, masih ada sebagian dosen yang tetap menjiplak deskripsi diri tersebut. Amat disayangkan jika dosen melakulan plagiasi dalam mendeskripsikan dirinya," ujar Bunyamin.
Peserta serdos yang terindikasi melakukan plagiasi deskripsi diri tidak bisa langsung ikut tahap kedua serdos di tahun yang sama. Kesempatan untuk ikut ada di tahun berikutnya.
Bunyamin menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pengajar di perguruan tinggi harus memenuhi kualifikasi S2, sertifikasi, dan kompetensi. Dari seluruh dosen di bawah Kemenristek dan Dikti yang berjumlah sekitar 245.000 orang, masih ada 122.036 dosen yang belum mengikuti sertifikasi.
Dari jumlah dosen yang belum mengikuti sertifikasi dosen tersebut, ada sekitar 34.181 dosen yang mungkin berhak (eligible) untuk mengikuti kegiatan sertifikasi dosen berikutnya. Sementara dosen yang lainnya belum berhak (belum eligible) untuk mengikuti sertifikasi dosen karena masih berpendidikan S1 (23.915), belum memiliki jabatan fungsional (60.436), atau karena data pendidikan yang tidak lengkap (3.504).
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) M Budi Djatmiko mengatakan masih banyak dosen yang belum diikutkan serdos karena pemerintah terbatas anggaran. Padahal, para dosen di PTS juga seharusnya punya peluang yang sama untuk mendapatkan serdos. "Karena anggaran terbatas, kuota dibatasi. Akibatnya, peserta serdos jadi urut kacang, " kata Budi.
Menurut Budi, dalam memenuhi berbagai persyaratan serdos ada bnyak kendala yang dihadapi dosen akibat ketidaksipan. "Kami berharap supaya para dosen di PTS ada pembinaan terus untuk peningkatan kualitas diri. Selama ini dukungan ke PTS dari APBN kan minim, berkisar tujuh persen saja. Harapannya lewat serdos, ada dukungan pemerintah untuk kesejhteraan dan peningkatan kualitas dosen di PTD," ujar Budi.
Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta Edy Suandi Hamid mengatakan soal dugaan copy paste atau plagiat dalam pembuatan deskripsi diri dulu memang terjadi di banyak peserta. Ada beberapa yang diindikasikan memiliki kemiripan tinggi. Bahkan,dulu ada yang disangsi jangka waktu tertentu tidak boleh mengajukan serdos
"Namun sekarang mulai berkurang karen sudah disosialisasikan, agar tidak meniru yang lain," kata Edy.
Menurut Edy, sebenarnya sangat gampang membuat deskripsi diri. Peserta diminta menceritakan apa yang sesungguhnya dia lakukam terkait tugas-tugas akademik dan lain-lain. "Tapi mungkin karena kurang percaya diri atau yang dilakukan terbatas untuk dikemukakan sehingga ambil jalan pintas plagiat," kata Edy. (ELN)