JAKARTA, KOMPAS-- Sejumlah kelompok masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng menggelar aksi di depan gedung Kedutaan Besar Jerman di Jakarta, Rabu (9/5/2018). Aksi ini dilakukan dalam rangka menolak pembangunan pabrik semen di Kabupaten Pati atas saham perusahaan semen asal Jerman.
Saat aksi berlangsung, bersama Gunritno, Pemimpin Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Paimi, salah satu perempuan Kendeng yang turut dalam aksi tersebut diterima oleh pihak Kedutaan Besar. Kali itu, mereka diterima oleh perwakilan dari Departemen Pertanian Ekonomi Kedutaan Besar Jerman, Thomas Schnur.
Saat dihubungi, pihak Kedutaan Besar Jerman tidak memberikan respons apa pun. Namun, berdasarkan keterangan dari Gunretno, pemerintah Jerman akan menampung aspirasi yang disampaikan dalam aksi tersebut. “Meski kekuasaan tetap ada di pemerintah Indonesia, mereka (pemerintah Jerman) akan menindaklanjuti dengan memberikan masukan ke pihak investor dari Jerman soal dampak kerusakan lingkungan di daerah Pati akibat pembangunan pabrik semen ini,” ujarnya.
Menurut Koordinator Nasional Jatam Merah Merah Johansyah, aksi ini dilakukan karena pada hari yang sama akan diadakan pertemuan pemegang saham HeidelbergCement (perusahaan semen asal Jerman) bersama PT Sahabat Mulia Sakti. Pertemuan ini dilakukan untuk membicarakan pembangunan pabrik semen di Kabupaten Pati.
“Masa berlaku izin lingkungan PT SMS (PT Sahabat Mulia Sakti) telah berakhir dan seharusnya tidak diperpanjang lagi. Tetapu sampai sekarang tidak ada penghentian pabrik ini dari pemerintah daerah setempat,” ujarnya.
Akademisi terlibat
Selain perempuan Kendeng, aksi ini juga dilakukan oleh sejumlah akademisi yang berasal dari beragam studi dan perguruan tinggi. Dalam aksi ini, setidaknya ada sembilan orang dari organisasi masyarakat dan akademisi yang menyemen kaki mereka sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat Kendeng.
“Bagaimanapun beberapa akademisi terlibat dalam pembentukan kajian lingkungan hidup di daerah Rembang. Mestinya, ilmu pengetahuan dan studi keilmuan yang dimiliki untuk berpihak pada rakyat untuk melestarikan alam, bukan malah hanya berdasar kepentingan pribadi dan proyek saja,” kata Haidar Adam, dosen Hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Surabaya.
Selain Haidar Adam, yang juga ikut dalam aksi menyemen kaki, antara lain: Suraya Afif, dosen Ilmu Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia; Siti Rakhma Mary, dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera; Melody, mahasiswa Universitas Indonesia; dan Pijo, mahasiswa dari STHI Jentera Jakarta.