JAKARTA, KOMPAS — Berbagai tantangan masih menghadang perempuan untuk menjadi pemimpin. Karena itu, penyiapan dan pengembangan perempuan di bidang kepemimpinan harus dilakukan secara aktif agar makin banyak perempuan yang menjadi pemimpin.
Demikian dikatakan Eun-Shil Kim, Presiden AAWS yang juga Guru Besar Universitas Perempuan Ewha di Seoul, pada konferensi dan lokakarya internasional tentang jender bertema ”Kepemimpinan Perempuan dan Demokratisasi pada Abad Ke-21 di Asia” di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jumat (27/4/2018), di Jakarta.
”Harus ada lebih banyak perempuan yang memiliki nilai dan visi baru. Sebab, peningkatan kesadaran bagi perempuan, gerakan perempuan, dan pemberdayaan perempuan memungkinkan terwujudnya demokratisasi sosial,” ujar Eun-Shil Kim.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan, masih ada kesenjangan yang cukup tinggi, yakni laki-laki masih mendominasi semua posisi strategis yang ada di negara ini. Dalam bidang politik, misalnya, meski terus mengalami kemajuan, saat ini baru sekitar 17 persen perempuan di parlemen.
Masih ada kesenjangan yang cukup tinggi, laki-laki masih mendominasi semua posisi strategis yang ada di negara ini.
”Di Dewan Perwakilan Daerah sekitar 23 persen hingga 26 persen, hampir mencapai 30 persen. Kalau di pemerintahan eksekutif, baru sekitar 80 perempuan jadi kepala daerah dari 514 kabupaten/kota,” ucap Yohana yang hadir sebagai pembicara kunci.
Selain mendorong terlaksananya pengarusutamaan jender di berbagai bidang pembangunan, untuk mengatasi kesenjangan jender di bidang politik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2015 tentang Grand Desain Peningkatan Keterwakilan Perempuan di DPR, DPR, DPRD pada Pemilu 2019, serta melakukan pendidikan dan pelatihan politik bagi perempuan.
Menuju Planet 50:50
Yohana menyatakan, pemerintah mendorong kesetaraan jender di berbagai bidang pembangunan untuk mewujudkan planet 50:50 gender equality (kondisi perempuan setara dengan laki-laki) pada tahun 2030.
Kendati demikian, dia menyebutkan, apabila dicermati, meningkatnya representasi perempuan parlemen rentan menurun karena tergantung dari situasi dan kondisi politik yang mendukungnya.
”Ini merupakan perjuangan besar kaum perempuan sekarang untuk bisa melakukan terobosan-terobosan agar mereka menyadari mempunyai aset, potensi, dan kualitas yang harus digunakan untuk berkarya bersama dengan laki-laki dalam isu kesetaraan jender untuk ikut membangun negara,” ucap Yohana.
Deputi Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan LIPI Tri Nuke Pudjiastuti menyebutkan, konferensi tentang jender diharapkan mendorong kepemimpinan perempuan dan menemukan solusi yang tepat atas berbagai persoalan yang dihadapi perempuan di abad ke-21.
Konferensi tentang jender diharapkan mendorong kepemimpinan perempuan dan menemukan solusi yang tepat atas berbagai persoalan yang dihadapi perempuan di abad ke-21.
LIPI dalam beberapa tahun terakhir melakukan penelitian berbagai persoalan dengan perspektif jender, termasuk soal kepemimpinan perempuan dan jender dalam ilmu pengetahuan.
”Sebenarnya, penelitian LIPI yang berperspektif jender sudah cukup banyak, termasuk bagaimana penerapan tepat guna yang dilakukan di Subang dan Yogyakarta. Contohnya, bagaimana supaya makanan lokal menjadi makanan produktif yang menjadi ekonomis bagi ibu rumah tangga supaya dia mempunyai pendapatan. Maka, diberikan pelatihan berdasarkan kajian yang dilakukan LIPI,” tuturnya.
Bahkan, ke depan, LIPI akan bekerja sama dengan KPPPA dalam beberapa bidang untuk mewujudkan kesetaraan jender. Implementasi kebijakan LIPI lebih pada penerapan teknologi tepat guna, dengan mendidik perempuan di desa-desa.
Sekretaris Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat KPPA Dewi Yuni Muliati menyebutkan, masih ada perbedaan pendapat di kalangan masyarakat mengenai kepemimpinan perempuan.
Faktanya, kesenjangan pembangunan antara perempuan dan laki-laki masih ada, tingkat kekerasan terhadap perempuan masih tinggi, akses sebagian besar perempuan terhadap fasilitas kesehatan yang lebih baik dan pendidikan yang lebih tinggi masih terbatas, serta peran perempuan dalam lembaga publik, partisipasi di bidang politik, dan jabatan strategis di bidang pemerintah masih kurang.