JAKARTA, KOMPAS -- Wacana untuk mengembalikan guru sebagai pegawai pemerintah pusat mencuat lagi. Tujuannya adalah agar standar nasional tentang guru bisa merata dan lebih mudah diurus.
Wacana itu dilontarkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur dalam acara penyambutan dan pengarahan calon pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (26/3).
Asman mengatakan, pada era otonomi daerah, guru jadi kewenangan pemerintah daerah. Namun, ada data yang menunjukkan, cukup banyak guru yang beralih tugas ke dinas lain hingga jadi pejabat daerah karena terlibat tim sukses yang menang dalam pemilihan kepala daerah. ”Akibatnya, kita terus mengangkat guru, namun tetap kurang,” ujarnya.
Asman mengatakan, dirinya pernah bertemu dengan kementerian pegawai pemerintah di Korea Selatan dan mendapat penjelasan, guru adalah pegawai pemerintah pusat. ”Karena itu, saya perlu dibantu dengan kajian, mana lebih baik. Apakah guru tetap jadi pegawai di daerah atau di pusat,” ujarnya.
Berkaca dari pengangkatan Guru Garis Depan yang digagas pemerintah pusat, ujar Asman, hal itu memberikan kepastian soal guru di daerah tanpa terlibat dinamika politik daerah. Guru harus berkomitmen berada di daerah tugasnya hingga waktu yang ditetapkan.
Asman menyampaikan, tahun 2018 ini, pengangkatan guru aparatur sipil negara (ASN) jadi prioritas. Pengangkatan diutamakan untuk daerah yang gurunya sangat kurang.
Dia mengungkapkan, ada banyak pertimbangan dalam mengangkat guru. Dalam hal belanja pegawai daerah, diutamakan yang di bawah 50 persen.
”Dilihat pula soal distribusi guru. Pengangkatan guru PNS diprioritaskan di daerah yang memenuhi syarat yang memang kurang guru,” katanya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy melihat lebih banyak sisi positif dari mengembalikan kewenangan pengangkatan dan pengelolaan guru di daerah ke pemerintah pusat. ”Untuk mengatur perpindahan tugas dan wilayah kerja guru jadi lebih mudah dan bisa langsung ditangani. Kami lihat lebih banyak manfaat kalau guru jadi aparatur pusat,” kata Muhadjir.
Guru datangi DPR
Hari Selasa, sekitar 2.500 guru swasta dari sejumlah daerah yang tergabung dalam Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) mendatangi Gedung DPR di Jakarta. Mereka menolak diskriminasi guru swasta dan negeri.
Ketua Umum Pengurus Besar PGSI Mohammad Fatah menyatakan, dalam revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN) disebutkan bahwa yang bisa diangkat menjadi ASN adalah guru honorer di sekolah negeri.
”Seharusnya soal guru tidak ada diskriminasi. Kami menuntut guru swasta juga diangkat menjadi guru ASN,” katanya.
Wiwit Nur Faizah (44), guru Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di Purbalingga, Jateng, mengatakan, guru swasta dan negeri punya tugas sama mencerdaskan anak bangsa. Namun, perlindungan kerja guru swasta, termasuk kesejahteraan, amat rendah. Banyak guru dibayar Rp 100.00-Rp 250.00 per bulan.
”Seharusnya untuk profesi guru, pemerintah tidak membedakan guru di sekolah negeri dan swasta. Guru seharusnya jadi ASN,” ujarnya.