13 SMK Mulai Terapkan Uji Kompetensi Keahlian Bidang Konstruksi
Oleh
Jumarto Yulianus
·3 menit baca
Kompas/Jumarto Yulianus
Dua perwakilan siswa mengenakan alat pelindung diri pada acara pembukaan kegiatan Uji Kompetensi Keahlian dan Sertifikasi Kompetensi Siswa SMK Bidang Konstruksi di SMK Negeri 5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (13/3).
BANJARMASIN, KOMPAS – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meluncurkan kegiatan Uji Kompetensi Keahlian dan Sertifikasi Kompetensi Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Bidang Konstruksi. Kegiatan itu bertujuan untuk melahirkan tenaga terampil dan tenaga ahli di bidang konstruksi.
Mulai tahun ini, kegiatan Uji Kompetensi Keahlian (UKK) dan Sertifikasi Kompetensi Siswa SMK Bidang Konstruksi mulai diterapkan di 13 SMK di Indonesia yang ditunjuk sebagai pilot project (proyek percontohan) program tersebut.
Sekolah-sekolah itu adalah SMKN 2 Langsa, SMKN 2 Palembang, SMKN 1 Jakarta, SMKN 4 Jakarta, SMKN 26 Jakarta, SMKN 56 Jakarta, SMKN 3 Kuningan, SMKN 2 Purwodadi, SMKN 2 Yogyakarta, SMKN 1 Bendo Magetan, SMKN 5 Banjarmasin, SMKN 2 Makassar, SMKN 3 Jayapura. Mereka melaksanakan kegiatan UKK pada 13-15 Maret.
”Bidang konstruksi adalah salah satu prioritas pembangunan nasional yang memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Direktur Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud M Bakrun dalam pembukaan kegiatan UKK dan Sertifikasi Kompetensi Siswa SMK Bidang Konstruksi di SMK Negeri 5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (13/3).
Acara pembukaan itu turut dihadiri, antara lain Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin, Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Provinsi Kalsel Hermansyah Manaf, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalsel M Yusuf Effendi, dan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kalsel Subhan Syarief.
Bakrun mengatakan, Kemendikbud bersama Kementerian PUPR melakukan UKK dan Sertifikasi Kompetensi Siswa SMK di 13 SMK uji coba pelaksanaan link and match (hubungan dan kecocokan) bidang konstruksi. ”Kami menginginkan lulusan SMK bisa mendapatkan sertifikat kompetensi yang diakui dunia kerja bidang konstruksi,” ujarnya.
Menurut Bakrun, kebijakan pemerintah memprioritaskan bidang konstruksi dalam mendorong aktivitas perekonomian di Indonesia harus dijawab dengan strategi pemenuhan tenaga kerja sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan dunia kerja.
Kemendikbud dan Kementerian PUPR pun telah menyepakati kegiatan UKK dan Sertifikasi Kompetensi Siswa SMK melalui nota kesepahaman bidang konstruksi yang diteken pada 16 Maret 2016.
Kompas/Jumarto Yulianus
Siswa mengikuti acara pembukaan kegiatan Uji Kompetensi Keahlian dan Sertifikasi Kompetensi Siswa SMK Bidang Konstruksi di SMK Negeri 5 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (13/3).
Sesuai kebutuhan
”Dengan kesepakatan itu, kami melakukan pembinaan terhadap SMK agar mampu menghasilkan calon tenaga kerja bidang konstruksi sesuai dengan kebutuhan konstruksi Indonesia. Proses yang dilakukan di SMK diharapkan memiliki link and match dengan kebutuhan industri konstruksi,” tutur Bakrun.
Bakrun menambahkan, kegiatan UKK dilaksanakan melalui kerja sama dengan LPJK yang sekaligus melaksanakan sertifikasi bagi 1.301 siswa di 13 SMK sasaran yang menjadi proyek percontohan. Sertifikasi diberikan sesuai dengan jabatan kerja berdasarkan kompetensi keahliannya.
Syarif Burhanuddin mengemukakan, tenaga kerja konstruksi di Indonesia pada 2017 berjumlah 8,1 juta orang. Dari jumlah tersebut, tenaga kerja terampil kurang lebih berjumlah 1,8 juta orang dan tenaga kerja ahli kurang lebih 300.000 orang. Sementara, jumlah tenaga kerja yang tidak terampil mencapai 5,9 juta.
Dari segi sertifikasi, tenaga terampil yang sudah bersertifikasi hanya kurang lebih 487.000 orang dan tenaga ahli yang sudah bersertifikasi hanya kurang lebih 222.000 orang. Artinya, dari 8,1 juta tenaga kerja konstruksi, tenaga kerja yang sudah bersertifikat tidak sampai 10 persen.
”Ini tentu menjadi tantangan, bagaimana meningkatkan jumlah tenaga terampil maupun tenaga ahli di bidang konstruksi. Kami pun menginginkan tenaga terampil dan tenaga ahli itu lahir dari proses pendidikan formal di SMK,” kata Syarif.