Anak Muda Merajut Keberagaman
Pengalaman pahit pada masa lalu bisa jadi membuat masyarakat di sejumlah daerah ”terkotak-kotak”. Mengajak anak-anak muda untuk membangun persahabatan dan persaudaraan adalah salah satu upaya merawat keutuhan bangsa ini.
Perbedaan suku dan agama tak menjadi penghalang bagi anak- anak dari dua provinsi itu untuk bergandengan tangan. Mereka tampil bersama dalam berbagai kegiatan seni dan budaya. Mereka membangun kesadaran generasi muda dan masyarakat bersatu melawan segala bentuk diskriminasi berdasarkan agama dan identitas agama, termasuk mendorong terwujudnya kesetaraan jender di daerahnya.
Melalui gerakan ini, mereka berharap tak ada lagi kasus bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di daerahnya, seperti yang pernah terjadi pada masa silam.
Di NTB, sejumlah anak muda membentuk organisasi Aliansi Kerukunan Antar-Pemuda Lintas Agama (Akapela). Adapun di NTT, mereka bergerak dengan Komunitas Peacemaker Kupang (Kompak) dan Komunitas Peacemaker Perbatasan RI-Timor-Leste (Kompas).
Akapela yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) NTB hadir di kalangan masyarakat mayoritas Muslim. Adapun Kompak dan Kompas yang didampingi organisasi Circle of Imagine Society (CIS) Timor hadir di kalangan mayoritas Kristen dan Katolik.
Di NTB, gerakan anak-anak muda menyuarakan keberagaman dimulai sejak tahun 2013 saat mereka diundang LBH APIK NTB mengikuti dialog tentang kesetaraan jender dan keberagaman. Seiring waktu, setelah duduk bersama dengan pemuda-pemuda lintas agama, kesadaran untuk bersatu dan mengampanyekan keberagaman kepada teman-temannya pun tumbuh.
Tak hanya itu, beberapa anak muda yang sebelumnya berada dalam komunitas yang memiliki paham keras—yang menabukan pergaulan lintas agama—kini berpikir terbuka.
Pahrurrozi (24), mahasiswa semester V Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Hamzanwadi Nahdlatul Wathan, Lombok Timur, saat bergabung di Akapela tahun 2016, pada awalnya tidak mudah untuk menerima perbedaan. Belakangan dia menyadari betapa indahnya keberagaman.
”Kini saya selalu menyampaikan bahwa Islam itu agama yang damai. Tuhan itu mencintai keindahan,” ujar Rozi. Ketika tampil membawakan khotbah di masjid, Rozi selalu menyelipkan pesan-pesan keberagaman dan perdamaian.
Masri Asril (24), mahasiswa semester akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, juga terbuka pandangannya. Selain di kampus, di kampung halamannya pun, Masril, yang memimpin karang taruna, mengajak pemuda di desanya untuk mengampanyekan pentingnya membangun keberagaman. Ia mengajar bahasa Inggris kepada semua anak di desa tanpa membedakan latar belakang agama dan suku.
Bergabung dengan Akapela juga membuat I Putu Swana (22), pemuda Hindu, dan Wili Yanti (22), pemudi dari Buddha, mendapat pengalaman baru. Keduanya sempat ragu ketika diajak bergabung di komunitas itu karena takut dipengaruhi hal lain. Namun, akhirnya mereka bangga karena jadi bagian dalam gerakan membangun keberagaman.
”Sebenarnya yang kita lihat bukan agama, melainkan sifat orang. Orang yang tak beragama pun pasti ingin hidup damai dengan sesama,” ujar Wili saat ditemui di sela-sela Konferensi Anak Muda Pembawa Perubahan, Selasa (17/1), di Kota Mataram, NTB.
Surya Jaya, Koordinator Program LBH APIK NTB, mengungkapkan, Akapela dibentuk tahun 2013 setelah anak-anak muda mengikuti dialog-dialog keberagaman dan kesetaraan jender yang digelar LBH APIK NTB. Surya selalu menyampaikan keberagaman ibarat plecingan.
Kuliner khas Lombok ini terdiri dari terasi yang bau dan cabai yang pedas. Jika diolah dengan apik, jadi suguhan yang lezat. ”Mereka mau bergabung karena kami sering memberikan contoh- contoh yang rasional yang mereka lihat tetapi mereka tidak sadari,” kata Surya.
Obor perdamaian
Di NTT, organisasi Kompak dan Kompas hadir memberi warna dalam kehidupan berrmasyarakat. Kegiatan Obor Perdamaian Nasional Orang Muda Indonesia tahun 2011 menjadi awal terbentuknya gerakan perdamaian anak-anak muda lintas agama ini. Sudah lebih dari lima tahun gerakan itu eksis dengan mengusung pesan ”Damai NTT, Damai Negeriku: Dari Kupang untuk Dame Indonesia”. Para anak muda lintas agama yang berada di dalamnya secara bersama-sama mendorong persaudaraan dan perdamaian.
”Awalnya, waktu diajak gabung, saya sempat waswas. Ternyata, banyak hal positif yang didapat,” ujar Siti Nurma (27). Pengalaman dan kiprahnya sempat disampaikan Siti saat tampil berbicara di Konferensi Anak Muda Pembawa Perubahan di Mataram awal pekan ini.
Natal di asrama haji
Akhir tahun 2017, Kompas menggelar Natal bersama di asrama haji di Kupang. Di acara itu, semua pemuda lintas agama terlibat. ”Selain paduan suara pemuda Kristen, ada juga tarian Bali dan lagu-lagu kasidah,” ujar Victor Muni, pengurus CIS.
Gerakan membangun keberagaman dan perdamaian di NTB dan NTT mendapat dukungan dari Oxfam (The Oxford Committee for Famine Relief) Indonesia melalui program I am One, I am Many (Saya satu, saya banyak) yang berlangsung 2016- 2019.
”Tujuan utama program ini adalah agar masyarakat percaya diri untuk menyikapi fundamentalisme keagamaan dan melawan segala bentuk diskriminasi berdasarkan agama dan identitas keagamaan,” kata Kristi Praptiwi, Manajer Proyek I am One, I am Many Oxfam.
Sebelum program tersebut diluncurkan, Oxfam sempat melakukan survei kecil dengan 300 responden dari penganut empat agama (Islam, Protestan, Katolik, dan Hindu). Dari survei itu ditemukan, responden di kalangan mayoritas cenderung merasa lebih superior.
Sebaliknya, yang minoritas merasa lebih inferior. Hasil survei bentuk diskrimasi yang paling umum terjadi dalam benak responden adalah pelarangan ibadah/tempat ibadah (39,1 persen) dan pengucilan kelompok minoritas.
Konflik antarpemuda/kampung dinilai paling berpotensi terjadi. Namun, para responden menginginkan adanya kegiatan sosial yang merekatkan masyarakat lintas agama dan suku secara berkelanjutan. ”Anak-anak muda yang ikut program ini dibekali pengetahuan tentang perdamaian dan antiradikalisme,” kata Kristi.
Gerakan anak-anak muda di NTB dan NTT diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda di daerah lain untuk bergerak bersama menghadapi ancaman intoleransi di Tanah Air.