Daerah Meminta Formasi Guru PNS
JAKARTA, KOMPAS Kekurangan guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah berstatus pegawai pemerintah di daerah-daerah perlu segera diisi untuk menjamin layanan pendidikan bermutu.
Sejumlah kepala dinas pendidikan daerah yang dihubungi dari Jakarta, Senin (15/1), menyambut baik rencana pemerintah pusat untuk merekrut calon pegawai negeri sipil pada 2018.
Seperti diberitakan Kompas, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berencana mengangkat PNS. Namun, pemerintah hanya merekrut calon PNS sesuai jumlah PNS pensiun yang pada 2018 diperkirakan mencapai 250.000 orang.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Ahmad Hadadi mengatakan, pihaknya sudah diminta Kemenpan dan RB untuk menyampaikan data guru-guru non-PNS yang ada di daerah. Untuk tingkat provinsi, kewenangan mengelola guru meliputi guru SMA/SMK dan sekolah luar biasa.
”Kami mendata ada sekitar 23.000 guru non-PNS. Mereka itu selama ini mendapat bantuan honor dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kebutuhan yang kami sampaikan berkisar itu. Kami berharap supaya guru non-PNS di sekolah negeri bisa diganti dengan guru pemerintah,” kata Ahmad.
Adapun Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Jawa Timur, Zubaidah mengatakan, sebenarnya pihaknya sudah mengajukan kepada Badan Kepegawaian Daerah kebutuhan guru pemerintah setiap tahun. Guru-guru PNS di sekolah negeri yang pensiun ataupun meninggal tidak diganti. Sekolah terpaksa mengangkat guru honorer untuk menjamin pembelajaran tetap berjalan.
Zubaidah menghitung, hingga 2018, untuk guru SD dan SMP kurang sekitar 700 orang. Dia sudah menyampaikan data yang rinci hingga tingkat satuan sekolah dan jenis guru mata pelajaran yang dibutuhkan, tetapi tidak direspons. ”Kami sangat berharap supaya tahun ini kekurangan guru PNS secara bertahap bisa diisi,” ujarnya.
Menurut Zubaidah, sesuai ketentuan pemerintah pusat, pemerintah daerah dilarang mengangkat tenaga honorer, termasuk guru honorer. Pengangkatan guru honorer sejak 2005 hingga saat ini dilakukan pihak sekolah dengan dukungan komite sekolah. Penggajian guru honorer bisa dari dana bantuan operasional sekolah, bantuan operasional daerah, atau komite sekolah.
Tidak permanen
Menurut Zubaidah, dukungan untuk menambah kesejahteraan guru honorer yang diangkat sekolah dari APBD memang ada dari Pemerintah Kota Malang. Namun, sifatnya tidak tetap karena disebut sebagai mata anggaran kegiatan, bukan nomenklatur.
Ahmad mengatakan, jika pemerintah tidak bisa memenuhi kekurangan guru, seharusnya ada regulasi yang memayungi pemerintah daerah untuk mencari solusi. Dalam Undang-Undang tentang Guru dan Dosen Tahun 2005 disebutkan, jika tidak ada guru PNS di sekolah, bisa diisi dengan guru pengganti. Namun, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 diatur bahwa pemerintah daerah dilarang mengangkat tenaga honorer.
Ahmad mengatakan, APBD Jawa Barat untuk membantu guru honorer mencapai Rp 731 miliar per tahun. Anggaran ini didapat dari menggeser sejumlah program yang penting dengan mengurangi kebutuhan sarana- prasarana dan pendukung pendidikan lainnya.
Selain itu, kata Ahmad, di suatu sekolah ada yang hanya punya satu guru PNS. Padahal, untuk pengelolaan keuangan sekolah diamanatkan harus PNS. Hal ini menjadi kendala di lapangan.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi mengatakan, kekurangan guru di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK sudah diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kekurangan itu tidak bisa lagi hanya dengan redistribusi guru yang ada, tetapi dengan pengangkatan.
”Kami tetap meminta supaya pengangkatan guru PNS diprioritaskan dari guru honorer yang memenuhi syarat. Banyak dari mereka yang terus berupaya meningkatkan diri hingga berkualifikasi S-1 dan peningkatan kualitas sebagai guru,” ujar Unifah.
Namun, pemerintah juga harus segera menyiapkan sistem perekrutan guru yang baik. Pemetaan kebutuhan, analisis kebutuhan, hingga sistem perekrutan sampai pada pembinaan guru harus dibuat dengan baik.
Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Fiona Handayani mengatakan, tantangan peningkatan mutu guru Indonesia bukan hanya masalah kekurangan guru. Dukungan anggaran APBN dan APBD untuk peningkatan kualitas guru nyatanya memang minim. Di DKI Jakarta, yang disebutkan sudah mampu memenuhi anggaran fungsi pendidikan dari APBD murni minimal 20 persen, anggaran untuk kualitas guru hanya 0,45 persen.
(ELN)