KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menggelar festival seni budaya asal Flores, Sumba, Timor, Rote-Sabu, dan Lembata menjelang HUT Ke-59 Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang, yang jatuh 20 Desember mendatang. Festival seni ini ditujukan untuk melestarikan seni dan budaya NTT di kalangan generasi muda. Peserta terbaik akan dipilih mewakil NTT dalam setiap pergelaran seni budaya tingkat nasional.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya ketika membuka festival seni budaya Flores, Sumba, Timor, Alor, Rote-Sabu, dan Lembata (Flobamorata) di Kupang, Minggu (17/12), pukul 20.30 Wita, mengatakan, NTT kaya akan budaya. Budaya ini perlu terus dilestarikan, digali, dan dipresentasikan kepada masyarakat, terutama generasi muda.
Saya bangga, anak-anak muda di beberapa sekolah membentuk grup tari, kemudian berlatih rutin di Taman Budaya NTT, dan olah vokal khusus lagu-lagu daerah.
”Saya bangga, anak-anak muda di beberapa sekolah membentuk grup tari, kemudian berlatih rutin di Taman Budaya NTT, dan olah vokal khusus lagu-lagu daerah. Mereka ini penerus masa depan NTT sehingga kekhasan daerah ini, yakni keanekaragaman budaya, tetap dijaga dan dilestarikan. Masih banyak budaya lokal yang belum digali atau dihidupkan,” kata Lebu Raya.
Kepala Dinas Kebudayaan NTT Sinun Petrus Manuk mengatakan, festival seni budaya Flobamorata untuk mengingatkan semua pencinta dan pelaku seni budaya NTT agar tetap memiliki rasa bangga dan percaya diri akan kekayaan yang diwariskan nenek moyang bagi setiap suku bangsa di NTT.
”Jika dievaluasi, dan didata satu per satu, dari kampung ke kampung di NTT, ada ribuan tarian, lagu daerah, permainan tradisional. Tapi, sampai hari ini, Pemprov hanya mencatat beberapa tarian, lagu daerah, cerita rakyat, dan permainan tradisional yang sudah dikenal mayoritas masyarakat,” kata Manuk.
Ia mengatakan, setiap suku dan desa di NTT memiliki festival seni tersendiri, tetapi belum dikenal masyarakat luas. Hampir sepanjang tahun, dari Januari hingga Desember, selalu ada gelar budaya di setiap suku di NTT. ”Namun, karena bersifat ritual adat, yang masih bersifat mitis, magis, dan larangan-larangan adat, kegiatan tersebut tidak dipublikasikan kepada masyarakat umum,” katanya.
Namun, demi kemajuan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat di daerah itu, semua ritual adat perlu dipublikasikan dan disosialisasikan ke dunia luar.