Redistribusi Guru Tak Bersambut Antusias
JAKARTA, KOMPAS — Redistribusi guru sangat mendesak untuk dilakukan guna meratakan akses dan mutu pendidikan. Langkah tersebut, selain harus berbasis wilayah, juga berfokus pada jumlah guru yang berlebih di jenjang tertentu. Sayangnya, kebijakan soal itu tak disambut antusias di daerah.
Demikian dikemukakan Asisten Deputi Perencanaan dan Pengadaan SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Arizal dalam seminar mengenai pemenuhan kebutuhan guru dan tenaga kependidikan yang diadakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta, Selasa (21/11). Hadir antara lain anggota BPK Harry Azhar Azis.
Menurut Arizal, sebetulnya sudah ada surat keputusan bersama (SKB) lima menteri pada tahun 2011 tentang penyebaran guru berdasarkan kabupaten/kota dan provinsi. SKB itu melibatkan Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.
"Namun, SKB tersebut tidak mendapat tanggapan seperti yang diharapkan karena para kepala daerah tidak menganggapnya sebagai payung hukum," kata Arizal. Hingga kini, hanya 93 kabupaten/kota yang melaksanakan SKB. Total kabupaten/kota di Indonesia mencapai 515.
Ia mencermati data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tahun 2016. Terungkap bahwa TK memiliki kelebihan guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 3.987 orang dan SMA kelebihan guru PNS sebanyak 20.892 orang. Sebaliknya, SD, SMP, dan SMK mengalami kekurangan guru.
"Kelebihan ini harus didistribusi. Bisa juga guru-guru yang berlebih itu diberi pelatihan tambahan agar bisa mengisi kekurangan di SD, SMP, dan SMK," tutur Arizal.
Menurut dia, di beberapa wilayah, anggaran untuk belanja pegawai mencapai 60 persen dari anggaran pendapatan belanja daerah. Padahal, ada guru yang sebenarnya tak terpenuhi jam kerjanya, tetapi tidak mau dimutasi. Hal ini akhirnya menghalangi penggunaan APBD untuk agenda pembangunan di sektor lain.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, sekolah-sekolah negeri kekurangan 988.133 guru. Dari jumlah itu, ada 383.609 guru berstatus bukan PNS dan belum tersertifikasi, tetapi memenuhi syarat dari segi latar belakang pendidikan minimal S-1 ataupun D-4.
Belum sertifikasi
Terdapat pula 349.224 guru non-PNS yang belum tersertifikasi dan tidak memenuhi syarat menjadi PNS. Guru-guru ini harus ditingkatkan kapasitasnya. Adapun sisa kebutuhan guru sebanyak 252.308 harus direkrut dari sarjana pendidikan yang lulus pendidikan profesi guru.
Hamid juga meminta dinas pendidikan mencatat ulang jumlah guru sejati di wilayah mereka. Pasalnya, ada guru yang beralih menjadi lurah, camat, dan jabatan lainnya, tetapi masih tercatat sebagai guru dan menerima tunjangan kerja.
"Redistribusi sangat penting karena guru PNS masih banyak yang bisa disebar. Jika tidak, kepala sekolah terpaksa merekrut guru honorer yang mungkin tidak memenuhi syarat sebagai pendidik demi menutupi kekurangan di sekolah," ujarnya.
Anggota Presidium Federasi Serikat Guru Indonesia Heru Purnomo mengutarakan, distribusi guru sebaiknya dilakukan di dalam wilayah kabupaten/kota dulu. Tujuannya agar guru tidak bekerja terlalu jauh dari rumah sehingga efisien. Untuk itu, perlu sinergi antarsuku dinas pendidikan. (DNE)