Guru Berkeahlian Ganda Jadi Solusi Atasi Kekurangan Guru
JAKARTA, KOMPAS — Keahlian ganda para guru dibutuhkan. Upaya ini dilakukan untuk menyiasati kekurangan guru akibat terbatasnya pengangkatan guru tetap, terutama berstatus pegawai negeri sipil.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Jakarta, pekan lalu, mengatakan, sekitar tujuh tahun pengangkatan guru berstatus PNS secara reguler tidak ada. Padahal, gelombang guru pensiun terus terjadi. Akibatnya, sekolah-sekolah mulai kekurangan guru.
”Sekitar 960.000 guru bukan PNS ada di sekolah negeri,” kata Muhadjir pada acara pemberian bantuan peralatan praktik siswa SMK tahun 2017.
Sekitar 960.000 guru bukan PNS ada di sekolah negeri.
Menurut Muhadjir, keahlian ganda sudah diterapkan untuk memenuhi kekurangan guru produktif di SMK. Ditargetkan hingga 2019 sekitar 40.000 guru SMK berkeahlian fanda.
Kemdikbud juga akan menerapkan keahlian ganda bagi guru mata pelajaran di SMP dan SMA. Para guru akan dilatih kembali di pusat pelatihan guru milik pemerintah secara bergantian sehingga guru dapat mengajar minimal dua mata pelajaran.
”Dulu, di pendidikan, calon guru untuk guru mata pelajaran menguasai dua mata pelajaran yang serumpun dan tidak serumpun sehingga ada penguasaan minimal dua mata pelajaran. Namun, kompetensi ini sudah dihapuskan dalam pendidikan di lembaga pendidik tenaga kependidikan atau LPTK,” ujar Muhadjir.
Muhadjir mengatakan, kebijakan yang ada membuat guru tidak tertarik dengan keahlian ganda. Sebab, guru yang tidak mengajar sesuai gelar sarjananya dan sertifikasinya dianggap tidak linier sehingga tidak diakui sebagai beban kerja guru. Akibatnya, guru bisa tidak memperoleh tunjangan profesi guru.
Kepala SMK Negeri 3 Singaraja, Bali, I Nyoman Suasyika mengatakan, guru produktif yang memiliki kompetensi sepeda motor kurang. Dengan tawaran keahlian ganda, di sekolah ini ada guru sejarah yang mengikuti kompetensi guru produktif di bidang sepeda motor. Ada pula guru kewirausahaan yang juga menjadi guru produktif di bidang elektronika.
Berkualitas dan profesional
Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi meminta supaya pemerintah fokus pada peningkatan mutu dan profesionalisme guru. Sebab, guru masa kini harus mampu mempersiapkan generasi muda bangsa yang andal nenghadapi tantangan kehidupan dan dunia yang semakin kompleks.
”Guru jangan dibebani dengan urusan administrasi atau menanggung salah urus dalam kebijakan guru selama ini. Kita harus serius memperjuangkan kedaulatan guru demi kemajuan pendidikan nasional,” kata Unifah.
Guru jangan dibebani dengan urusan administrasi atau menanggung salah urus dalam kebijakan guru selama ini.
Menurut Unifah, kesadaran kolektif guru untuk melihat peran penting mereka dalam menyiapkan generasi muda meraih cita-cita besar bangsa harus terus ditumbuhkan. Untuk itu, dunia pendidikan membutuhkan para guru yang mampu membangkitkan semangat belajar siswa yang tinggi, terutama dalam melesatkan Indonesia yang memiliki potensi menjadi negara besar.
”Sumber belajar bagi siswa kini tersedia dengan mudah. Namun, peran guru tetap penting, terutama untuk mendorong dan menginspirasi anak-anak mampu meraih cita-cita mereka dan cita-cita besar bangsa. Untuk itu, kita harus berjuang agar kedaulatan guru dikembalikan lagi,” kata Unifah.
Menurut Unifah, PGRI sebagai salah satu organisasi profesi guru berjuang untuk membuat guru Indonesia percaya diri terhadap perannya sebagai pendidik anak bangsa. Karena itu, para guru didorong untuk punya kesadaran dan kebutuhan belajar serta mengembangkan diri untuk menjadi guru yang berkualitas dan profesional.
Gerakan untuk membangun kesadaran kolektif belajar guru, kata Unifah, dilakukan di semua daerah. Di pusat, PGRI menjadikan Gedung Guru di Jakarta sebagai pusat belajar guru dari seluruh Indonesia. Ada fasilitas ruang seminar/teater, telekonferensi, hingga fasilitas penginapan. Semua fasilitas pusat belajar guru di PGRI ditargetkan bisa difungsikan tahun depan.
Merdeka belajar
Pendiri Komunitas Guru Cikal Najelaa Shihab mengatakan, pengalaman 18 tahun mendirikan Sekolah Cikal, faktor guru berperan penting dalam menentukan kualitas sekolah. ”Kita harus yakin, guru mampu mengubah sistem pendidikan kita yang belum ideal. Namun, kita butuh guru yang merdeka belajar,” kata Najelaa.
Oleh karena itu, ujar Najelaa, kebijakan untuk mengembangkan guru juga jangan menyederhanakan, seperti dengan menggelar uji komptensi guru. Demikian pula sertifikasi guru, jangan sekadar menjadi ajang pengumpul sertifikat pelatihan guru tanpa makna.
Menurut Najelaa, gerakan untuk menumbuhkan kebutuhan belajar dari dalam diri guru didorong dengan mencari guru penggerak yang mau mendorong kehadiran komunitas guru belajar di daerah. Sebagai syarat guru merdeka belajar, mereka harus dibantu untuk tahu tujuannya menjadi pendidik, mandiri, dan reflektif. Lalu, para guru dibekali dengan kompetensi sebagai guru yang handal, mampu berkolaborasi dengan sesama guru dan pihak lain, dan mengembangkan karier.
”Kita harus menghadirkan guru yang juga punya cita-cita besar, bukan sekadar agar anak bisa tenang dan nyaman belajar di kelas. Para guru harus memahami cita-cita besar pendidikan, untuk menghadirkan generasi penerus bangsa yang mampu melawan korupsi, menjadi aktor demokrasi, hingga berdaya saing global,” ujar Najelaa.