CILACAP, KOMPAS — Sebanyak 3.095 guru dan pegawai tidak tetap di Kabupaten Cilacap menggelar aksi damai untuk menuntut kesejahteraan dan pengakuan dari pemerintah kabupaten, Rabu (4/10), di Alun-alun Cilacap, Jawa Tengah.
”Tujuan aksi ini, pertama menuntut kesejahteraan, yang kedua SK (surat keputusan) bupati atau yang sejenisnya, yang ketiga adalah database-kan guru wiyata bhakti. Sementara ini honor guru wiyata bhakti yang sudah mengajar belasan tahun dan mengabdi kepada negara masih Rp 100.000 sampai Rp 500.000 per bulan,” kata Ketua Forum Komunikasi Guru Tidak Tetap/Pegawai Tidak Tetap Sekolah Negeri Kabupaten Cilacap, Sultoni.
Dia mengatakan, dengan adanya peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2017 yang melarang dana bantuan operasional sekolah digunakan untuk membayar honor guru tidak tetap, pembayaran honor saat ini ditanggung komite sekolah.
”Ini menjadi tekanan bagi para komite-komite yang jadi mitra sekolah. Komite sekolah menjadi keberatan untuk memberikan honor kepada guru wiyata bhakti. Ini jadi tanggung jawab siapa kalau bukan pemerintah daerah,” paparnya.
Sultoni menyampaikan, surat keputusan bupati menjadi salah satu bentuk pengakuan pemerintah daerah terhadap adanya guru tidak tetap atau guru wiyata bhakti. ”Kami tidak menuntut banyak, bukan untuk jadi PNS. Tapi yang utama menuntut kesejahteraan. SK bupati itu jelas untuk menuju kesejahteraan lainnya, contohnya pada tunjangan fungsional sertifikasi. Sementara ini, guru wiyata bhakti tidak bisa sertifikasi dengan alasan tidak punya legalitas dari pemerintah,” katanya.
Para guru datang ke Alun-alun Cilacap sekitar pukul 09.30 dan berorasi di depan kantor bupati. Mereka membawa aneka poster dan kertas yang berisi tulisan protes serta tiga tuntutan guru atau Tri Tugu.
”Guru-guru ini berasal dari tingkat SD sampai SMP dengan masa kerja ada yang lebih dari 15 tahun dan usianya ada yang sampai 55 tahun,” ujar Sultoni.
Sejumlah tulisan pada poster antara lain, ”Guru WB (wiyata bhakti) bukan sapi perah”, ”sekolah mahal, gaji murah”, ”saya stres dan galau karena iri sama monyet yang dilindungi dan punya payung hukum”, ”jangan pura-pura buta, kami sungguh menderita”, ”kami bukan romusa, kami guru yang andil dalam mencerdaskan bangsa”, ”mulang serius, gaji harga es jus. Patute mulang serius, gaji harga wedus”, ”kami bukan budak pendidik”. Mereka pun mengancam mogok mengajar jika tuntutannya tidak dipenuhi.
Kesejahteraan
Hartati (40), guru SD Jeruklegi Wetan 1, yang turut dalam aksi itu menyampaikan, dirinya sudah bekerja sebagai guru wiyata bhakti selama tujuh tahun dan honor yang diterima per bulan Rp 300.000. Hartati baru saja menyelesaikan S-1 di universitas terbuka pada Mei 2017 dan mengharapkan tuntutan tersebut dikabulkan agar dapat memperoleh kesejahteraan yang lebih baik.
“Gaji asisten rumah tangga lebih besar daripada gaji kami,” ujarnya.
Setelah berorasi di alun-alun, para guru tersebut kemudian bergerak ke kantor DPRD Kabupaten Cilacap yang berjarak sekitar 300 meter dari alun-alun. Perwakilan dari para guru diterima oleh Ketua DPRD Kabupaten Cilacap Taswan serta Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Farid Maruf dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cilacap Warsono.
Pada kesempatan audiensi di gedung DPRD tersebut, Farid dan Warsono menyampaikan, pihaknya akan mengomunikasikan tuntutan penerbitan SK bupati tentang guru wiyata bhakti kepada BPK dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 9 Oktober di Jakarta. Adapun mengenai kesejahteraan, Farid menyampaikan, pada tahun ini ada dana bantuan transportasi untuk 5.246 guru wiyata bhakti sebesar Rp 19 miliar. Dana itu direncanakan akan ditambah Rp 6,3 miliar pada 2018 sehingga per orang nantinya dapat bantuan transportasi sekitar Rp 400.000.
Selain itu, kata Farid, ada pula dana pendamping bantuan operasional sekolah sebesar Rp 7 miliar dari APBD. Dana ini pada 2018 akan diarahkan untuk kesejahteraan para guru tersebut, misalnya untuk membayar BPJS kesehatan. Terkait database, kata Warsono, pihaknya masih akan melakukan verifikasi data.