logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanMoratorium Dicabut, Mutu...
Iklan

Moratorium Dicabut, Mutu Dipertaruhkan

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah mencabut moratorium pembukaan program studi kedokteran menuai kritik dari sejumlah lembaga dan asosiasi profesi terkait. Langkah itu dinilai mempertaruhkan mutu lulusan prodi kedokteran. Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Bambang Supriyatno, Rabu (6/9), di Jakarta, menyatakan, KKI bersama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), juga Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menolak kebijakan tersebut.Mereka menilai pencabutan moratorium program studi kedokteran tak menjamin kelulusan berkualitas. Dalam jangka panjang, ini akan berdampak terhadap pelayanan kesehatan pada masyarakat. Selasa lalu, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi menyampaikan kebijakan pencabutan moratorium tersebut. Alasan utamanya demi memenuhi kebutuhan tenaga dokter di seluruh pelosok Tanah Air (Kompas, 6/9).Bambang menyebutkan sejumlah alasan penolakan pencabutan moratorium, antara lain terkait distribusi dokter. Saat ini jumlah dokter yang memiliki surat tanda registrasi (STR) ada sekitar 120.000 orang. Rasio dokter dengan masyarakat telah mencapai 1 : 2.100. Artinya, satu dokter melayani 2.100 pasien. Rasio ini sudah lebih dari angka ideal, yakni 1 : 2.500. Masalah utama distribusiYang menjadi persoalan saat ini adalah bukan jumlah dokter yang kurang, melainkan distribusinya yang tidak merata. Rasio dokter 1 : 2.500 baru terpenuhi di 10-11 provinsi saja. Selebihnya masih kekurangan. "Jadi, masalahnya bukan produksi dokter, tetapi distribusi," ujar Bambang.Menurut Bambang, Undang-Undang Kesehatan memungkinkan pemerintah meredistribusi dokter sepanjang menjamin kebutuhannya. Apabila Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) saja bisa dilakukan, untuk dokter umum juga seharusnya bisa.Alasan kedua, kata Bambang, adalah terkait komposisi akreditasi fakultas kedokteran yang ada saat ini. KKI mendapat data dari Kemristek Dikti bahwa per Mei 2017 masih ada 40 persen fakultas kedokteran yang terakreditasi C. Artinya, fakultas kedokteran berakreditasi C itu masih jadi beban pemerintah untuk meningkatkan mutunya. Jika sekarang dibuka kembali program studi kedokteran yang baru, beban pemerintah makin besar. Kualitas lulusannya belum terjamin bagus. "Moratorium boleh saja dicabut apabila, misalnya, fakultas kedokteran yang terakreditasi C tinggal 10 persen," kata Bambang.Kritik juga datang dari Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI). Koordinator Majelis Pertimbangan Agung ISMKI Yoga Mirza Pratama menilai, pencabutan moratorium bukan solusi untuk memenuhi kebutuhan dokter di daerah terpencil. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah meratakan distribusi dokter di seluruh Indonesia untuk mengatasi masalah kurangnya dokter di daerah terpencil.Sekretaris Jenderal ISMKI Irwanda menambahkan, mahasiswa kedokteran tetap mendesak keseriusan peningkatan mutu FK yang ditempuh dengan moratorium dan fokus pada pembenahan FK yang ada saja saat ini. (DD08/ADH)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000