logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanLangkah Konkret Kunci...
Iklan

Langkah Konkret Kunci Perlindungan Anak

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2017 harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk mengambil langkah konkret dalam melindungi anak-anak di Tanah Air. Langkah konkret hendaklah diwujudkan, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemangku kebijakan.Tindakan nyata menjadi kunci perlindungan anak menyusul persoalan anak yang kompleks saat ini. Selain menjadi korban kekerasan (fisik ataupun seksual), anak-anak juga menjadi korban terorisme, kejahatan siber, dan pornografi. Dalam berbagai kasus, anak-anak juga menjadi pelaku, bahkan korban sekaligus pelaku.Karena itulah, perlindungan anak tidak bisa hanya sebatas slogan atau seruan keprihatinan, tetapi juga harus mewujud dalam langkah konkret yang membawa perubahan secara nyata. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas di Indonesia saat ini. Selain kasus kekerasan, termasuk perundungan (bullying), sejumlah kasus juga menimpa anak-anak Indonesia."Pekerjaan rumah yang cukup besar bagi Indonesia adalah bagaimana memastikan proteksi negara agar anak tidak terpapar pornografi, radikalisme, serta kejahatan berbasis siber," ujar Ketua KPAI HM Asrorun Ni\'am Sholeh, Sabtu (22/7), di Jakarta.Dia mengatakan, keterlibatan anak dalam pornografi perlu mendapatkan perhatian khusus. Berdasarkan data 2016, jumlah anak korban pornografi mencapai 587 anak atau rangking ke-3 setelah kasus anak berhadapan dengan hukum (1.314 kasus) dan kasus anak dalam keluarga (857 kasus). Meski ada kemajuan dalam penyelenggaraan perlindungan anak, kasus pelanggaran anak masih kompleks. Dari catatan KPAI, jumlah kasus pelanggaran terhadap anak pada 2014 mencapai 5.066 kasus, pada 2015 mencapai 4.309 kasus, dan pada 2016 mencapai 4.620 kasus.Darurat kejahatanKetua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai, langkah konkret diperlukan karena saat ini Indonesia berada dalam kondisi darurat kejahatan kemanusiaan terhadap anak-anak. "Anak-anak Indonesia sedang berada pada posisi tidak nyaman dan aman. Kenyataannya, rumah, sekolah, ruang publik, bahkan lingkungan sosial anak justru menjadi ancaman dan tidak lagi ramah dan bersahabat bagi anak," katanya. Dia menyebutkan, berbagai pelanggaran terhadap anak terus terjadi, seperti penyiksaan, penelantaran, eksploitasi seksual komersial dan ekonomi, kejahatan seksual berkelompok (gang rape), kekerasan fisik, prostitusi anak, perdagangan dan penculikan anak untuk tujuan seksual, adopsi ilegal, dan kasus-kasus perundungan terhadap anak. Di Kalimantan Barat, misalnya, kejahatan seksual terhadap anak-anak menjadi ancaman serius. "Kasus ini menonjol dari tahun ke tahun. Pelakunya juga beragam. Ada ayah kandung, teman, dan gurunya," kata Komisioner KPAI Kalbar, Alik R Rosyad, di Pontianak. Berdasarkan data dari KPAI Kalbar, pada 2011-2016 kasus kejahatan seksual terhadap anak selalu mendominasi. Pada 2011, dari 39 kasus kejahatan terhadap anak, 11 kasus merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Pada 2012, dari 55 kasus yang menimpa anak, 18 kasus merupakan kejahatan seksual terhadap anak. Pada 2013-2016, meskipun kasus kejahatan seksual bukanlah yang terbanyak, angkanya masih cenderung tinggi. Tantangan yang signifikan, sebagaimana laporan Pemerintah Indonesia dan Unicef pada 18 Juli lalu, adalah terkait perlindungan anak perempuan dari perkawinan usia anak dan kekerasan. Sebanyak 12 persen perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun. Laporan yang diluncurkan saat para pemimpin dunia bertemu di forum politik tingkat tinggi di New York itu menyebutkan, meski Indonesia menghasilkan banyak kemajuan dalam menangani kemiskinan, kematian anak, kekerasan terhadap anak-anak, dan tingkat partisipasi sekolah dasar, masih ada tantangan yang dihadapi terkait isu anak. Pasalnya, 57 persen anak di Indonesia tumbuh dalam keluarga yang hidup di bawah dua kali garis kemiskinan nasional. Hal itu menunjukkan tingginya derajat kerentanan dan ketidakamanan pendapatan bagi keluarga yang memiliki anak. Pelopor dan pelapor Di Pekanbaru, Riau, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise mengatakan, kampanye antikekerasan terhadap anak harus terus digencarkan hingga ke tingkat desa. Dia pun meminta anak-anak Indonesia mampu menjadi pelopor dan pelapor terhadap segala hal yang tidak layak dialami anak. "Perlindungan anak harus dimulai dari keluarga," ujar Yohana seusai penutupan Forum Anak Nasional 2017, Sabtu. Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sujatmiko mengatakan, pemerintah membentengi anak dengan Undang-Undang Antipornografi, termasuk membentuk satuan tugas khusus yang menanganinya. Selain itu, ada juga UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk mencegah eksploitasi anak. "Dari segi undang-undang cukup, yang lemah implementasinya. Mestinya dilakukan pencegahan, mencari akar masalah, menangani korban, pelakunya ditindak. Namun, tidak bisa semuanya dijalankan pemerintah," kata Sujatmiko. (SON/ESA/SAH)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000