MALANG, KOMPAS -- Balai Pelestarian Cagar Budaya atau BPCB Jawa Timur mulai melakukan ekskavasi terhadap situs masa lalu berupa petirtaan di Dusun Nanasan, Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Situs yang berada di antara Sungai Manten dan saluran irigasi itu telah lama diketahui namun baru dilaporkan oleh masyarakat ke BPCB sekitar satu bulan lalu.
Kepala Subunit Penyelamatan BPCB Jawa Timur Ahmad Hariri mengatakan, ekskavasi bertujuan menentukan zonasi untuk perlindungan. Hasil kajian dari proses ekskavasi akan menjadi rekomendasi kepada pemerintah daerah. Selanjutnya pemerintah daerah akan menetapkan wilayah tersebut sebagai kawasan cagar budaya.
“Ini baru kali pertama ekskavasi. Nanti titik yang akan dilakukan penggalian ada di sisi paling barat dan paling timur dari situs. Sedang yang tengah sudah terbuka oleh masyarakat. Masyarakat Desa Ngawonggo yang membersihkan tanah dan semak yang selama ini menutupi situs,” kata Hariri di area situs, Selasa (23/5).
Menurut Hariri situs yang berada di bantaran sungai tersebut berwujud lima buah kolam berbentuk persegi empat. Salah satu kolam dilengkapi dengan sejumlah arca yang menempel di dinding. Kondisi arca yang terbuat dari batu breksi itu cukup sulit dikenali wujudnya, namun salah satunya diduga Ganesha.
Sejauh ini belum tampak ada tulisan kuno yang tersingkap. Yang terlihat hanya gambar hias, salah satunya menyerupai ukiran berbentuk daun. “Dari masa mana situs ini dibuat? Belum bisa dipastikan. Namun kalau merujuk analisa Pak Dwi (M Dwi Cahyono, akademisi Universitas Negeri Malang) yang mengaitkan dengan prasasti, maka kemungkinan ini dibuat pada masa Mpu Sindok Abad X,” ujarnya.
Hariri menambahkan, situs yang ada saat ini tidak berdiri sendiri. BPCB akan menyurvei titik lain di sisi timur dan tenggara dari situs yang ada saat ini. Menurut informasi dari masyarakat setempat, ada temuan batu bata kuno di titik tersebut. Jika benar, maka kemungkinan pada masa lalu daerah Ngawonggo sudah jadi pemukiman.
“Pemukiman tidak satu lokasi dengan petirtaan. Karena petirtaan sendiri punya fungsi sebagai tempat upacara atau ritual,” katanya.
Arkeolog dari BPCB Rizki Susantini mengatakan, di area situs juga ditemukan pecahan gerabah dan tembikar, sebagian besar berupa kendi. Saat ini, sebagian pecahan gerabah itu sudah dikumpulkan oleh masyarakat dari dalam kolam. Dilihat dari bahan bakunya, ada yang berupa tanah liat, porselen, dan stone ware (campuran kerikil). Bahkan ada porselein buatan Belanda.
“Kalau dari masanya (kapan dibuat) belum bisa disimpulkan karena samplenya masih sedikit. Begitu pula lapisannya (sampel berada) karena ini bukan temuan atas aktivitas eskavasi oleh BPCB tetapi hanya dari kolam yang diangkat oleh masyarakat yang tidak menggunakan metode ekskavasi,” katanya.(WER)