logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanKonservasi untuk Rakyat
Iklan

Konservasi untuk Rakyat

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Konservasi cagar budaya bukan samata-mata untuk kepentingan ilmu pengetahuan ataupun penanda jati diri bangsa. Setelah dilindungi dan dilestarikan, cagar budaya juga harus dikembangkan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat.Dilema antara upaya pelestarian cagar budaya dan desakan kebutuhan ekonomi masyarakat di sekitarnya terus-menerus menjadi masalah di sejumlah daerah. Di kawasan cagar budaya nasional Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, misalnya, langkah pelestarian di daerah dengan luas mencapai 92,6 kilometer persegi tersebut harus berkejaran dengan kebutuhan hidup sebagian masyarakat sekitar yang sehari-hari hidup sebagai pembuat batu bata di area cagar budaya."Di kawasan cagar budaya yang luas perlu dilakukan zonasi yang jelas dan masyarakat setempat harus diajak bicara. Sebab, konservasi tidak ditujukan untuk masa lalu, tetapi mesti diabdikan untuk masyarakat sekarang," kata Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia Mundardjito, Senin (17/4), di Jakarta. Menurut Mundardjito, banyak kawasan cagar budaya atau situs yang sekarang belum dizonasi dengan jelas. Tak mengherankan, banyak orang yang tidak mengerti dengan pasti batas-batas kawasan cagar budaya yang mesti dijaga dan dilestarikan.Dalam acara sosialisasi cagar budaya kepada jajaran TNI, Polri, dan camat di Markas Kepolisian Resor Mojokerto, Rabu lalu, oleh jajaran Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, banyak aparat dan camat yang belum tahu batas-batas kawasan cagar budaya nasional Trowulan. Para aparat juga tidak tahu situs-situs apa yang berada di wilayah mereka. Di Kalimantan Timur juga ditetapkan kawasan lindung karst Sangkulirang-Mangkalihat yang luasnya mencapai 430.264,72 hektar. Di dalam goa-goa karst kawasan lindung ini ditemukan sekitar 2.300 gambar cadas kuno yang tersebar di 40 situs. Melihat begitu luasnya kawasan lindung tersebut, upaya pengawasan tentu saja tidak cukup hanya dilakukan oleh BPCB Kaltim semata, tetapi juga perlu melibatkan banyak pihak, termasuk masyarakat sekitar. Pekerjaan bersamaMundardjito berpendapat, pada praktiknya langkah konservasi tidak bisa hanya dilakukan sendiri-sendiri, tetapi mesti bersama-sama. "Sekarang konservasi harus dilakukan bersama-sama. Masyarakat harus diikutsertakan dalam pembuatan zonasi, juga dalam pengembangan kawasan cagar budaya. Sosialisasi tidak segampang membalik tangan, harus dilakukan terus-menerus," tuturnya.Dosen arkeologi Universitas Hasanuddin, Yadi Mulyadi, mengatakan, yang menjadi tantangan para pelestari saat ini adalah bagaimana merancang model pelestarian cagar budaya yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Pemikiran inilah yang mendasari pembentukan Pusat Kajian Arkeologi untuk Masyarakat. "Kami mencoba mengemas ulang hasil penelitian para arkeolog dalam beragam media publikasi yang diperuntukkan bagi masyarakat," katanya.Momen untuk berbenahBertepatan dengan peringatan Hari Warisan Dunia tanggal 18 April ini, peneliti utama Balai Arkeologi Jawa Barat, Lutfi Yondri, berharap momentum tersebut dimanfaatkan semua pihak untuk melakukan pembenahan dalam konservasi cagar budaya. Di situs cagar budaya nasional Gunung Padang, salah satunya, Lutfi menekankan agar gencarnya promosi wisata di tempat itu tetap memperhatikan bagaimana pelestarian situs tersebut ke depan.Terkait dengan Hari Warisan Dunia, mulai hari Selasa ini hingga beberapa hari ke depan, BPCB Jawa Tengah menggelar pameran bersama di Museum Manusia Purba Sangiran, Kluster Krikilan, Sragen. Menurut Kepala BPCB Jateng Tri Hartono, pameran diikuti sejumlah pengelola museum, termasuk Museum Manusia Purba Sangiran, Museum Borobudur, Museum Prambanan, Museum Batik, Museum Wayang, Museum Keris, serta beberapa museum dari Bali. "Dalam pameran itu, masyarakat bisa menikmati warisan-warisan dunia yang ada di Indonesia. Jawa Tengah sendiri memiliki tiga warisan dunia, yaitu kawasan Candi Borobudur, Prambanan, dan Sangiran. Sekarang kami sedang mengajukan lagi satu warisan dunia, Kota Lama Semarang, ke UNESCO," paparnya.BPCB Jateng juga menggelar kampanye Hari Warisan Dunia kepada pengunjung Candi Prambanan. Sosialisasi dinilai penting dilakukan karena banyak kalangan belum paham mengenai hal itu. (ABK)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000