Mengenang Kehebohan Nonton Konser Coldplay
Euforia menyambut Coldplay benar-benar terasa kuat. Ada calon penonton yang terpaksa masuk lewat Batam karena kehabisan tiket pesawat sesuai budget. Ada juga yang terbang dulu ke Malaysia lalu terbang lagi ke Singapura.

Konser Coldplay di Stade de France Arena di Saint Denis, pinggiran kota Paris, Perancis, 15 Juli 2017.
Di Tanah Air, Coldplay identik dengan kehebohan. Bukan hanya belakangan ini saja setelah tersiar kepastian bahwa mereka akan konser di Gelora Bung Karno pada 15 November 2023. Enam tahun lalu, saat Coldplay menggelar konser di National Stadium, Singapura, kehebohannya pun terasa sangat kental.
Semua orang seperti tidak habis-habisnya membicarakan Coldplay. Band asal London, Inggris, itu menjadi talk of the town alias rumor di seluruh kota, bahkan mungkin seluruh negeri.
Sama seperti hari-hari belakangan ini, enam tahun lalu, kabar tentang Coldplay yang akan menyambangi Asia merebak sangat cepat. Namun, pencinta Coldplay di Tanah Air yang sangat mendambakan Coldplay datang ke Indonesia, terpaksa gigit jari karena Coldplay hanya mencantumkan negeri-negara jiran dalam daftar tur Asianya. Selain Singapura, kala itu Coldplay dijadwalkan tampil di Filipina, Korea Selatan, Taiwan, dan Jepang.
Kantor memberi uang saku untuk saya melakukan peliputan mulai dari pembelian tiket konser, tiket pesawat serta akomodasi dan transportasi selama saya di Singapura.
Sebagai negara yang paling dekat dengan Indonesia, Singapura menjadi buruan para pecinta Coldplay di Tanah Air. Namun, usaha untuk mendapatkan tiketnya sama sekali tidak mudah karena dalam hal ini berlaku hukum pasar. Manakala peminat membeludak, maka semua orang harus berebut (berperang). Istilahnya ticket war. Dulu, istilah itu belum populer, melainkan rebutan tiket saja.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya, saat penjualan tiket dibuka, animo penonton luar biasa besar. Dalam sekejap, tiket Coldplay yang dijadwalkan tampil Sabtu (1/4/2017) di National Stadium ludes. Animo penonton yang besar itu membuat Coldplay menambah tanggal konser di hari Jumat (31/3/2017). Belakangan, Colplay menambahkan Bangkok dalam daftar tur Asianya sehingga bisa menjadi alternatif bagi penonton yang tidak kebagian tiket Coldplay di Singapura. Setidaknya, perebutannya tidak seketat di Singapura.
Saya yang kala itu tergabung di Desk Non Berita Harian Kompas kebetulan mendapat kesempatan meliput konser Coldplay di Singapura yang bertajuk ”A Head Full of Dreams” tersebut. Liputan ini merupakan liputan mandiri, bukan undangan dari pihak mana pun, termasuk label yang menaungi Coldplay ataupun pihak promotor. Kantor memberi uang saku untuk saya melakukan peliputan mulai dari pembelian tiket konser, tiket pesawat serta akomodasi dan transportasi selama saya di Singapura.
Baca juga: Untuk Kita yang Merayakan Mimpi

Konser Coldplay bertajuk "A Head Full of Dreams" di National Stadium, Singapura, Sabtu (1/4/2017).
Istimewa? Tidak juga. Untuk isu-isu penting lainnya, harian Kompas kerap melakukan peliputan mandiri. Namun, sebelum mengantongi tiket untuk meliput, saya harus mengajukan proposal peliputan yang ditujukan kepada pemimpin redaksi tentang A-Z konser Coldplay.
Konser Coldplay di Asia, khususnya di Singapura, menjadi penting karena menyedot perhatian masyarakat Tanah Air yang demikian besar. Tahun itu, nama Coldplay memang tengah naik daun di dunia musik global. Tur dunianya selalu menyedot animo besar. Dengan demikian, konser Coldplay di Singapura kala itu memiliki nilai berita yang tinggi.
Mirip pasar tumpah
Animo penonton yang membeludak terasa sangat kuat saat saya tiba di National Stadium. Meski konser baru dimulai pukul 20.00 waktu setempat, penonton sudah memadati area National Stadium sejak pukul 12.00. Mereka mendapat suguhan penampilan penyanyi pembuka asal Australia, Jess Kent.
Suasana di lokasi sungguh hiruk-pikuk, mirip pasar tumpah. Sangat ramai. Setiap sudut stadium dipenuhi penonton. Rata-rata adalah penonton muda dan paruh baya. Hanya sebagian kecil penonton anak-anak.
Sesuai dugaan, saya bertemu dengan banyak penonton asal Indonesia, khususnya dari Jakarta. Ini membuat suasana di National Stadium terasa sangat akrab karena di sana sini terdengar orang-orang berbicara dalam bahasa Indonesia. Wajah-wajah mereka terlihat semringah di antara lautan manusia. Sebagian besar mengenakan kaus ofisial Coldplay yang dibeli di booth official merchandise.
Tidak bisa dimungkiri, euforia menyambut Coldplay benar-benar terasa kuat. Terlebih, setiap orang telah melewati banyak tantangan untuk sampai Singapura. Ada calon penonton yang terpaksa masuk lewat Batam karena kehabisan tiket pesawat sesuai budget. Ada juga yang harus terbang dulu ke Malaysia lalu terbang lagi ke Singapura atau menempuh jalan darat.
Baca juga: Kulakukan Apa Pun demi Kamu, Coldplay

Penonton antre masuk lokasi konser Coldplay di National Stadium, Singapura, Sabtu (1/4/2017).
Dalam situasi hukum pasar seperti itu, dampak ikutannya pun muncul. Tidak hanya tiket konser yang sulit didapat, tiket pesawat ke Singapura pun sulit dicari. Begitu juga dengan hotel atau penginapan. Kalaupun ada, harganya melambung sangat tinggi. Tidak semua penonton memiliki anggaran tak terbatas.
Namun, semua perjuangan itu, menurut mereka, terasa sepadan dengan nama besar Coldplay. Kehebohan konser Coldplay di negara-negara lain yang disambangi lebih dulu dan bertebaran di dunia maya membuat mereka tertarik untuk menyaksikan Coldplay secara langsung, terutama dari sisi kemasan konser yang kabarnya spektakuler.
Banyak penonton sudah berada di tengah antrean sejak pukul 15.00. Meski antreannya panjang dan terlihat ”mengular” menuju gerbang masuk masing-masing, para penonton terlihat senang-senang saja. Mereka mengantre sembari mengobrol dan tertawa-tawa. Sebagian juga berfoto untuk kenang-kenangan.
Antrean yang lebih ”hardcore” terlihat di pintu masuk untuk pemegang tiket festival. Isinya lebih banyak milenial. Maklum, mereka harus mengantre lebih cepat karena tiket festival tidak memiliki nomor kursi alias berdiri di area sekitar panggung. Posisi antrean sangat menentukan posisi menonton.
Sementara pemegang tiket tribune sedikit lebih santai karena tertera nomor di tiket mereka. Namun, sama saja sebenarnya. Saat gerbang dibuka, semua orang tetap saja berlari saling mendahului masuk stadium. Pergerakan penonton yang serentak seperti itu membuat adrenalin terasa terpompa semakin kencang.
Baca juga: "Offroad" yang Berakhir "Tisoledat" di Pelosok Ciamis

Coldplay saat tampil di Singapore Indoor Stadium, Singapura, Senin (10/7/2006). Dari kiri, vokalis Chris Martin, drumer Will Champion, dan pemain bas Guy Berryman.
Kenangan baik
Suasana di dalam stadium semakin tak terkendali. Kegembiraan penonton terlihat semakin lepas. Mereka sudah tak sabar menyaksikan penampilan Coldplay. Teriakan membahana meneriakkan nama Coldplay membuat adrenalin penonton terpompa semakin kuat.
Saya menyaksikan lautan manusia yang luar biasa banyak di dalam stadium. Suaranya bergemuruh, memekakkan telinga. Ajaibnya saya turut senang. Turut larut dalam kegembiraan bersama puluhan ribu penonton lainnya
Saya mencoba menikmati tugas meliput ini di tengah suasana penonton yang penuh histeria. Meski posisi saya di tribune atas, saya tetap bisa merasakan geloranya. Lalu saya menyiapkan ponsel untuk bekerja. Sembari konser masih berlangsung, saya mengirimkan hasil foto dan tulisan kepada editor di Jakarta. Liputan konser Coldplay akan langsung terbit keesokan harinya, Minggu (2/4/2017). Tak lupa saya turut bersenang-senang menikmati konser.
Saat Coldplay muncul di panggung, tak terkira hebohnya suasana Stadium. Suasana makin menggelora saat musik dimainkan. Seperti ada aliran gelombang energi yang bergerak serentak ke seluruh penjuru stadium. Momen menyaksikan Coldplay akhirnya benar-benar terjadi di depan mata.
Permainan visual panggung yang penuh warna membuat penonton kegirangan. Begitu pula permainan warna yang muncul dari gelang xyloband yang dikenakan penonton, mengikuti aura lagu yang dimainkan.
Saat lagu ”A Head Full of Dreams” dimainkan, warna semua gelang berubah merah menyala. Sementara saat ”Yellow” bergema, gelang-gelang berubah warna menjadi kuning. Begitu seterusnya, berganti-ganti. Aksi itu membuat penonton terlibat sebagai bagian dari kemasan pertunjukan. Tentu saja semua senang.

Wartawan Kompas, Dwi As Setianingsih, saat meliput konser Coldplay di National Stadium, Singapura, Sabtu (1/4/2017).
Saya rasa di sinilah kunci daya tarik konser-konser Coldplay. Kemasan konser yang spektakuler dengan banyak permainan visual dan tata lampu yang menarik, serta keterlibatan penonton sebagai bagian kesuksesan konser mereka.
Ada ikatan yang muncul antara Coldplay yang berada di atas panggung dan penonton di seluruh penjuru Stadium. Tentu saja, kualitas dan kekuatan tata suara yang baik turut menentukan agar lagu-lagu yang menjadi penghubung antara musisi dan penggemarnya tersampaikan dengan baik. Sepanjang konser, biasanya para penonton akan bernyanyi mengikuti lagu.
Akhirnya, pengalaman positif penonton yang membuat sebuah pertunjukan menjadi istimewa akan menjadi kenangan baik. Semoga saja ”kehebohan” yang dibawa Coldplay ke Jakarta akhir-akhir ini hingga hari konser tiba pada 15 November 2023 kelak menjadi kenangan baik untuk seluruh pencinta musik di Tanah Air.

Liputan konser Coldplay yang terbit di harian Kompas, Minggu (2/4/2017). Wartawan Kompas, Dwi As Setianingsih, terbang langsung ke Singapura untuk meliput konser tersebut.