Mengambil Hati Warga Wamena
Responden meminta kami tidak melakukan wawancara di rumahnya. Dia memilih tempat yang relatif sepi agar tidak mengundang pertanyaan dari tetangga dan menciptakan asumsi negatif.

Peneliti Litbang Kompas, Reza Felix (memegang telepon genggam), sedang melakukan wawancara pada responden (jaket hitam, bertopi) di Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Senin (30/1/2023).
Penjajakan survei di wilayah baru ibarat membuka semak belukar di tengah hutan. Kelihaian berkomunikasi dan berbaur dengan warga lokal menjadi modal untuk mengambil hati calon responden. Kepercayaan harus dibangun terlebih dahulu agar aspirasi dan uneg-uneg mereka bisa tertangkap.
Untuk pertama kalinya, Litbang Kompas mengambil sampel Survei Kepemimpinan Nasional (SKN) Januari 2023 di Kabupaten Jayawijaya wilayah Papua Pegunungan, tepatnya di Distrik Wamena. Masuknya Wamena sebagai salah satu titik sampel sejalan dengan penetapan empat provinsi baru di wilayah Papua, yakni Papua Pegunungan, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya.
Setelah sekitar 30 menit mengudara dari Jayapura, tim Litbang Kompas tiba di bandar udara Wamena sekitar pukul 11.30 WIT, Minggu (29/1/2023). Kedatangan kami disambut udara sejuk pegunungan Papua dan matahari yang cukup terik saat itu. Sebenarnya, perjalanan ke Wamena dari Jayapura bisa menggunakan perjalanan darat, tetapi butuh waktu hingga lima hari.
Dari bandara, agenda perjalanan pertama menuju penginapan di pusat Kota Wamena. Kami menggunakan taksi, satu-satunya pilihan transportasi untuk keluar bandara. Sepanjang perjalanan kami mengamati situasi di Wamena. Jalanan cukup lengang, tidak banyak kendaraan berseliweran. Mayoritas warga lebih memilih berjalan kaki ke tujuan mereka.
Berkeliling distrik dilakukan sembari merumuskan strategi pelaksanaan survei mulai dari bagaimana masuk ke lingkungan masyarakat, mencari calon responden, melakukan wawancara, hingga membangun jejaring pewawancara.
Jangan bayangkan Wamena di wilayah pegunungan Papua terisolasi. Pembangunan daerah ini cukup baik, terutama dari sisi infastruktur jalan. Kondisi jalan sekitar kota mulus, bahkan sedang ada pembangunan jalan baru di beberapa titik. Jalanan di pinggiran kota juga sudah beraspal, hanya sebagian yang masih berbatu.
Keesokan harinya, tim Litbang Kompas meminjam kendaraan milik warga setempat untuk melaksanakan survei sekaligus mengamati situasi distrik Wamena. Berkeliling distrik dilakukan sembari merumuskan strategi pelaksanaan survei mulai dari bagaimana masuk ke lingkungan masyarakat, mencari calon responden, melakukan wawancara, hingga membangun jejaring pewawancara.

Pemandangan Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Senin (30/1/2023).
Di Wamena, kami belum memiliki jejaring pewawancara survei seperti di provinsi-provinsi lain. Kedatangan kami ke sini untuk melihat kondisi sekaligus membangun jejaring, mengingat Wamena akan menjadi titik sampel wajib SKN selanjutnya. Jejaring pewawancara berasal dari warga lokal dan umumnya kalangan mahasiswa.
Membangun kepercayaan
Pelaksanaan survei di Wamena cukup menantang. Kami kesulitan menerapkan metode pemilihan responden secara acak seperti yang biasa dilakukan pada daerah lain. Hampir semua warga tertutup dengan orang yang baru dikenal. Kehadiran pendatang kerap diasosiasikan dengan aparat militer atau intelijen.
Karena itu, kami memulai pendekatan melalui tokoh agama setempat. Sebuah biara di samping paroki Bunda Maria, Kampung Pikhe, yang berada di pinggiran kota menjadi tujuan. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan berada di Wamena, seorang pastor menerima dan bersedia menghubungkan tim Litbang Kompas dengan kepala kampung di Distrik Pisugi.
Sebenarnya, kami beruntung masih dapat menemui Pastor Dani. Pasalnya, di waktu yang sama hampir seluruh pastor di Wamena sedang berada di Jayapura untuk menghadiri tahbisan uskup Jayapura. Jika tidak bertemu pastor Dani, sulit membayangkan bagaimana bisa masuk ke lingkungan warga untuk bisa melakukan survei.
Baca juga: Cara Kepala Suku Mengenali Seorang Dayak
Pastor mengajak kami untuk menemui salah satu calon responden di Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya. Namun, meski sudah didampingi dan dibantu pastor, sikap berhati-hati masih terpancar dari raut wajah calon responden.
”Tra enak dilihat orang nanti ada ramai-ramai begini, dikira ada sesuatu toh,” ujar responden sembari mengajak kami ke kebun belakang rumahnya.
Responden memang meminta kami tidak melakukan wawancara di rumahnya. Dia memilih tempat yang relatif sepi agar tidak mengundang pertanyaan dari tetangga dan menciptakan asumsi negatif. Di kebun belakang rumah, responden mulai terlihat nyaman dan antusias menjawab setiap pertanyaan yang diajukan pewawancara.
Di kebun belakang rumah, responden mulai terlihat nyaman dan antusias menjawab setiap pertanyaan yang diajukan pewawancara.
Salah satu pertanyaan yang mendapat atensi adalah kepuasan terhadap kinerja pemerintah Jokowi-Ma’ruf di bidang penegakan hukum dan HAM. Dia menceritakan kekhawatiran warga Wamena jika ada operasi militer. Menurutnya, operasi militer kerap menimbulkan kecurigaan antarwarga karena dianggap memihak aparat keamanan atau kelompok bersenjata di Papua.
”Kami juga perlu perhatian pemerintah untuk isu HAM karena kami rasa itu tidak diselesaikan. Itu yang masyarakat Papua tidak puas,” kata responden dengan nada kecewa. Dia berharap, pemerintah segera mengungkap dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua.
Pada bagian pertanyaan mengenai elektabilitas tokoh nasional, responden cenderung memilih tokoh yang sudah lama dikenal. Terlebih, jika tokoh tersebut secara khusus pernah mengunjungi Papua. Di sisi lain, tokoh adat atau kepala suku juga memberikan pengaruh cukup besar terhadap pilihan masyarakat dalam pemilu maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Proses wawancara berlangsung sekitar satu jam meskipun seperti sedang bersembunyi. Pengalaman kali ini memberikan pembelajaran berharga bagi pelaksanaan SKN selanjutnya di Wamena. Pendekatan ke warga harus melalui tokoh agama atau tokoh berpengaruh. Mereka yang akan membantu membangun kepercayaan antara responden dan pewawancara sebelum survei dilakukan.
Satu minggu setelah survei, terdengar kabar kerusuhan di Wamena karena penyebaran berita bohong atau hoaks. Andai tim satu minggu lebih lama di Wamena, pengalaman bisa jadi jauh berbeda dari yang kami ceritakan dalam tulisan ini. Meski demikian, kesan dan penerimaan yang baik tetap menjadi landasan kami untuk kembali melaksanakan survei periode berikutnya di Wamena.

Tim pemadam kebakaran berupaya memadamkan api akibat aksi pembakaran sejumlah kios milik warga oleh sekelompok massa yang terpengaruh isu penculikan anak di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Kamis (23/2/2023).
Menjaring aspirasi
Litbang Kompas memang secara periodik menggelar SKN dalam rangka menjaring aspirasi masyarakat terhadap kinerja pemerintah, elektabilitas dan popularitas partai, serta calon pemimpin nasional. Menjelang perhelatan pemilihan umum tahun 2024, survei akan dilakukan lebih sering agar dapat merekam dinamika yang terjadi di masyarakat.
Ruang lingkup survei mencakup 38 provinsi di Indonesia, dengan jumlah responden minimal untuk setiap kali survei adalah 1.200 orang. Penentuan sampel dilakukan dengan metode pencuplikan acak sistematis bertingkat yang memperhatikan proporsi jumlah penduduk pada tiap provinsi dan pembagian wilayah perdesaan dan perkotaan.
Baca juga: ”Kupepet” Ketua MK hingga ke Bandara
Ketika terjadi perubahan pembagian daerah, maka ruang lingkup survei juga akan menyesuaikan perubahan yang terjadi. Peresmian empat Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua pada 11 November 2022 membuat penyesuaian ulang pembagian proporsi sampel di Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.
Dengan demikian, titik sampel yang semula 34 provinsi pada SKN Oktober 2022, berubah menjadi 38 provinsi pada SKN Januari 2023. Jumlah responden juga bertambah dari 1.200 orang menjadi 1.202 orang. Litbang Kompas menempatkan tiga peneliti sebagai koordinator wilayah di enam provinsi di wilayah Papua dan Maluku.

Pewawancara (berbaju biru) sedang melakukan wawancara pada responden (duduk di lantai) di Desa Yasa Mulya, Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, Papua Selatan, Kamis (26/1/2023).
Antarkoordinator wilayah juga berbagi tugas supaya pelaksanaan survei bisa dilakukan secara efisien dan efektif. Jarak antara titik lokasi sampel yang berjauhan membuat para koordinator seperti dikejar waktu agar bisa menyelesaikan survei di semua lokasi tanpa meninggalkan fungsi supervisi dan pendampingan di wilayah masing-masing.
Untungnya, tidak ada kendala teknis selama pelaksanaan survei di sana. Proses pembekalan awal kepada tenaga lapangan baru, penjelasan terkait teknik pengambilan sampel, dan proses wawancara menggunakan aplikasi dapat dilakukan sesuai standar survei yang diterapkan di daerah lain. Seluruh proses survei juga dilakukan secara digital untuk memperkecil kendala lapangan.
Pendekatan yang tepat sejatinya menjadi kunci dalam setiap pelaksanaan SKN, tidak hanya di Papua tetapi juga di seluruh provinsi di Indonesia. Pepatah Jawa, ”Desa mawa cara, Negara mawa tata” menjadi sangat relevan bagi kami dalam menghadapi situasi yang begitu dinamis di lapangan. Pengalaman menjajaki daerah otonomi baru di Papua menjadi pengalaman berharga. Semoga perjumpaan awal yang ramah dan pengalaman yang menarik menjadi pertanda baik bagi pelaksanaan survei di masa yang akan datang. (LITBANG KOMPAS/AYP/KRN)