Menerjang Banjir dengan ”Kapal” Matic
Mobil bergerak membelah banjir dan menciptakan riak seperti ombak. Saat ombak mengenai pagar rumah warga dan memantul kembali ke arah mobil, airnya masuk lewat jendela yang terbuka. Suasana di dalam mobil tegang.

Lahan persawahan di kawasan Banyusari, Karawang, Jawa Barat, mulai tergenang banjir seiring meluapnya Kali Cilamaya, Senin (27/2/2023). Hujan yang mengguyur selama tiga hari terakhir menyebabkan area persawahan di sejumlah wilayah hilir di Karawang, Subang, dan Indramayu tergenang air.
Liputan banjir tanpa terjebak banjir? Sungguh beruntung jika bisa begitu. Tidak demikian dengan kami. Mobil yang kami kendarai harus menerjang dan terjebak banjir. Namun, bukan di titik-titik liputan, melainkan saat dalam perjalanan menuju penginapan.
Pengalaman menerjang banjir dialami tim Jelajah Pari 2023 yang beranggotakan Hendriyo Widi atau Mas Hen, Totok Wijayanto atau Mas Tok, dan saya. Sejak memutuskan akan mengeksekusi liputan pada Senin (27/2/2023) hingga Sabtu (4/3/2023), kami memang menargetkan untuk mendatangi sawah-sawah yang terendam banjir dan berpotensi gagal panen.
Guyuran hujan mengiringi keberangkatan kami yang menumpang mobil matic Suzuki Ertiga putih milik kantor. Mas Tok berada di balik kemudi, sedangkan Mas Hen yang duduk di sampingnya kemudian berbagi pengalaman dan ilmu liputannya kepada saya, yang karier jurnalistiknya masih seumur jagung. ”Nah, jauh di sana ada sawah yang kebanjiran. Coba perkirakan lokasi titik banjirnya ada di daerah mana,” ujar Mas Hen.
Saat itu, mobil sedang melaju di atas Jalan Tol Layang Sheikh Mohammed bin Zayed. Begitu melihat Google Maps, saya memperkirakan sawah kebanjiran yang ditunjuk Mas Hen berada di Cikarang, Jawa Barat. Pantauan itu berlangsung sekitar pukul 09.45. Tak jauh dari sana, tampak Sungai Citarum yang tinggi permukaan airnya hampir rata dengan dataran di sekitarnya.
Mobil lalu keluar pintu tol Karawang karena kami hendak menemui seorang tokoh tani di sekitar daerah tersebut. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami menepi sejenak lantaran Mas Tok hendak memotret dampak jalanan yang terendam banjir.
Sesampainya di Desa Gempol Kolot, Kecamatan Banyusari, Karawang, kami bertemu dengan Tani Suryadinata Wira Lodra yang merupakan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Barokah Tani, Karawang.
Baca Juga: Kerugian Mengintai Petani Jelang Panen Raya

Lahan persawahan di kawasan Bugel, Kecamatan Patrol, Indramayu, Jawa Barat, mulai tergenang air, Senin (27/2/2023). Hujan yang mengguyur selama tiga hari terakhir menyebabkan area persawahan di sejumlah wilayah hilir di Karawang, Subang, dan Indramayu tergenang air.
Bersama Pak Suryadinata, kami meninjau sawah yang terendam banjir akibat luapan Sungai Cilamaya. Perjalanan menuju lokasi lancar karena jalanan yang dilalui mobil tidak terendam banjir. Barulah ketika mendekati lokasi sawah yang kebanjiran, mobil kami mesti melewati banjir yang tingginya sekitar 10 sentimeter (cm).
Dari sana, perjalanan berlanjut ke Indramayu melalui Subang. Kami sempat berhenti di kecamatan Bugel, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, karena Mas Tok hendak mengambil foto udara dengan drone untuk memotret areal sawah yang kebanjiran.
Hari pertama Jelajah berakhir di Cirebon, Jawa Barat. Pada hari berikutnya, dengan didampingi Mas Abdullah Fikri Ashri, wartawan Kompas yang bertugas di Cirebon, kami menemui Kepala Kantor Cabang Cirebon Perum Bulog Budi Sultika. Setelah meliput gudang Bulog di Larangan, Cirebon, perjalanan berlanjut ke Pekalongan, Jawa Tengah.
Setibanya di sana, kami sejenak berpisah. Mas Hen mengetik di Pabrik Limun Oriental, sedangkan Mas Tok mencari desa yang terdampak banjir rob. Saya memilih mengikuti Mas Tok.
Ketika saya dan Mas Tok kembali ke Pabrik Limun Oriental, hujan deras turun yang menyebabkan jalan di depan pabrik tergenang air. Namun, mau tak mau, kami harus menerjang genangan karena tempat itu akan segera tutup pada pukul 17.30 dan kami harus segera berpindah tempat.
Jadilah si mobil putih kembali harus menerjang genangan air. Untung tinggi muka air genangan hanya sekitar 10 cm dengan jalan yang terendam banjir tak sampai setengah kilometer (km). Tak disangka, keesokannya kami harus menghadapi banjir yang lebih tinggi.

Pengendara berusaha melintasi banjir yang menggenangi Jalan Pantura di kawasan Kota Baru, Karawang, Jawa Barat, Senin (27/2/2023). Kondisi jalan yang rendah ditambah meluapnya anak kali di kawasan itu menyebabkan jalan tersebut menjadi langganan banjir.
Meragukan
Pada Rabu (1/3/2023), kami melanjutkan penjelajahan ke Sragen, Jawa Tengah, dilanjutkan mengetik bahan liputan di Purwodadi. Setelah itu, kami berencana menginap di Kudus.
Sekitar pukul 20.00, kami bertolak dari Purwodadi. Karena Mas Hen pernah bertugas di Kudus, ia cukup mengenal seputaran wilayah itu. Dia lalu menyarankan rute alternatif agar tidak perlu masuk ke kota Pati. Google Maps merekomendasikan hal yang sama.
Tiba di wilayah Kecamatan Wotan, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Mas Tok menghentikan laju mobil karena melihat jalan di hadapannya tiba-tiba tak beraspal. ”Sebentar aku cek Google Maps dulu,” ujarnya sambil melihat ponsel karena merasa ragu.
Mas Hen turut mengecek Google Maps dan mendapat rekomendasi yang sama dengan Mas Tok. Di tengah keraguan, muncul sorot lampu sepeda motor dari arah berlawanan. Melihat itu, Mas Tok memutuskan melanjutkan perjalanan sesuai saran Google Maps.
Di kanan dan kiri terhampar sawah yang luas. Kami kemudian membuka kaca jendela dan menikmati udara segar. Namun, kondisi itu hanya berlangsung sebentar saja karena rintik hujan mulai turun sehingga kami harus kembali menutup jendela. Lama-kelamaan hujan kian deras. Dari dalam mobil, saya merasa ban sedang berputar dalam genangan yang semakin tinggi.
Lewat kaca depan mobil terlihat banjir kian meninggi. Untunglah kemudian kami melewati Masjid Jami’ Al-Ma’mur yang halamannya masih kering, tidak tergenang banjir. Dengan cepat Mas Tok mengarahkan mobil masuk ke halaman masjid yang berada di wilayah Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.
Baca Juga: Pengadaan Cadangan Beras Pemerintah Terhambat

Fotografer harian Kompas Totok Wijayanto mengecek banjir yang merendam jalan di depan Masjid Jami'Al-Ma'mur, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023).
Seusai mematikan mesin, ia bergegas kembali ke tepi jalan untuk memperkirakan ketinggian banjir. Mas Tok lalu memberikan kode hendak menyusur jalanan yang terendam air. Saat itu pukul 21.46.
Selang 5 menit kemudian, Mas Tok masih belum kembali ke mobil. Mas Hen meminta saya tetap tinggal di mobil. Ia sendiri keluar untuk mengecek keberadaan Mas Tok. Kepalanya tampak melongok ke kanan dan ke kiri.
Sesekali ia tampak menunduk dan melihat ponsel. Rupanya Mas Hen memberi kabar di Whatsapp Group Desk Ekonomi dan Bisnis bahwa kami sedang terjebak banjir. Kepala Desk Ekonomi dan Bisnis Harian Kompas Nur Hidayati lalu meminta kami memprioritaskan keselamatan.
Untunglah sejurus kemudian Mas Tok kembali ke mobil. ”Tadi kata orang di sana, banjirnya tidak terlalu tinggi. Aku sempat mengira (airnya) dalam, ternyata itu lubang di jalan,” tutur Mas Tok.
Kami memutuskan melanjutkan perjalanan. Mas Hen menawarkan diri untuk menyetir mobil. Mobil yang bergerak pelan membelah banjir setinggi 40-50 cm menciptakan riak air yang tampak seperti ombak dan menjalar ke tepi jalan. Suasana di dalam mobil tegang. Tak ada yang bersuara.
Dengan perasaan cemas, semua pasang mata menatap ke arah depan sambil berharap banjir tidak semakin tinggi. Dalam kondisi seperti itu, keselamatan kami jadi taruhan. Sesekali kami melongok ke samping untuk memperkirakan apakah ada selokan di pinggir jalan agar tidak terjeblos. Di sepanjang jalan yang dilewati, hanya kendaraan kami yang melaju.
Setelah ban mobil kembali menyentuh jalanan kering, kami kompak menghela napas dan mulai terkekeh. Sayangnya kelegaan itu tidak berlangsung lama.
Baca Juga: Tatapan Sendu Monyet yang Membuyarkan Rencana
Sekitar 2,5 kilometer (km) dari masjid, mobil kembali harus menerjang banjir di daerah yang masuk wilayah Kecamatan Payaman, Kabupaten Kudus. Banjir bahkan lebih tinggi lagi, 50-60 cm. Lagi-lagi kami sendirian di jalan itu, tak ada motor atau mobil lain yang menemani.
Ombak yang terbentuk dari laju mobil yang membelah banjir menjalar ke kanan dan kiri. Riak ombak yang terkena pagar memantul kembali ke arah mobil, bahkan masuk ke dalam lewat jendela mobil yang terbuka.
Ada juga jalaran ombak yang masuk ke teras atau bahkan masuk ke dalam rumah warga melewati pintu yang terbuka. ”Pelan-pelan,” teriak salah seorang warga.
Setelah perjalanan yang cukup menegangkan, akhirnya mobil sampai juga ke jalan raya di kota Kudus. Kami segera menuju Alun-alun Kudus dan mampir makan malam di Soto Kudus Bu Hadi sebelum beranjak ke penginapan. Saat itu sudah pukul 22.30.
”Mobil ini sudah seperti ’kapal’ matic di tengah banjir. Aku dari tadi tidak mengubah gigi. Sempat khawatir mobilnya kenapa-kenapa karena sensor mobil matic biasanya di bagian bawah,” tutur Mas Hen.
Baca Juga: Mengambil Hati Warga Wamena

Jurnalis harian Kompas, Hendriyo Widi (jaket biru), dan fotografer harian Kompas, Totok Wijayanto (kaus abu-abu), singgah untuk makan malam di warung Soto Kudus Bu Hadi, Kudus Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023)
Memperbaiki mobil
Meskipun baru saja mengarungi banjir dengan ”kapal” matic, hal itu tidak menyurutkan niat kami untuk melanjutkan liputan sawah yang terendam banjir dan gagal panen. Hujan deras masih mengguyur Kudus hingga keesokan pagi saat kami harus berangkat.
Setelah sarapan, kami bersiap memulai perjalanan dengan Mas Hen sebagai pengemudi. Baru saja mobil hendak masuk jalan raya, tiba-tiba petugas satpam hotel mencegat kami. ”Bemper bawahnya jebol,” kata sang petugas.
Mas Hen langsung mengarahkan mobil kembali ke parkiran lalu keluar bersama Mas Tok. Benar saja, sisi kiri bemper plastik bawah yang berwarna hitam terlepas dari badan mobil dan bergantung-gantung hingga menyentuh permukaan jalan. Mas Tok segera mencari tali rafia dan memberikannya pada Mas Hen untuk mengikatkan bemper plastik pada tubuh mobil.
Keduanya menduga bemper plastik itu terlepas karena tidak kuat menahan arus banjir. Perjalanan pun berlanjut. Namun, saat melihat banjir yang merendam ruas Jalan Raya Kudus-Purwodadi Km 4, Mas Hen kembali menepikan mobil.
Tonton Juga: Banjir Kudus-Pati, 2.159 Hektar Sawah Terendam

Jurnalis harian Kompas, Hendriyo Widi (jaket biru), mengikat bemper plastik bawah berwarna hitam ke badan mobil ditemani oleh fotografer harian Kompas, Totok Wijayanto (kaus hitam), di pinggir Jalan Raya Kudus-Purwodadi Kilometer 4, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (2/3/2023).
Mas Tok mencari tali pengikat lagi, kali ini mesti lebih kuat. Dia kembali dengan tali tambang plastik berwarna jingga. Mas Hen mengambil tali itu dan jongkok di sisi ban demi mengikat bemper ke badan mobil sekencang-kencangnya.
Tampaknya, tali itu berhasil diikat dengan kuat. Buktinya, sepanjang kami liputan hari itu, mulai dari mengecek ketinggian air di Pintu Banjir Wilalung, Kecamatan Undaan, Kudus, hingga menerjang banjir di jalan di Desa Wates, bemper bawah itu tak pernah lepas lagi.
Kami pun bisa melanjutkan liputan dengan tenang, aman, dan selamat. Hari Sabtu (4/3), kami kembali ke Jakarta. Mas Hen lalu melaporkan kejadian yang dialami si ”kapal” matic kepada kantor.
Syukurlah, meskipun terjadi hal di luar dugaan, yakni mesti menerjang banjir bersama mobil yang tiba-tiba berubah menjadi ”kapal” matic, kami masih bisa menuntaskan tugas liputan tentang sawah yang terendam banjir dan gagal panen serta situasi terkini penggilingan kecil.
Baca Juga: Pelaku Perberasan Beradu Serap Gabah dan Beras