Rumitnya Membongkar Skandal Joki di Kalangan Akademisi
Praktik perjokian rupanya telah lama merambah pengajar perguruan tinggi. Bahkan, calon guru besar pun terindikasi melakukan perbuatan itu. Tidak mudah membuka aib ini di kalangan dosen. Banyak yang memilih bungkam.
Bikin shock! Pengalaman liputan perjokian karya ilmiah membuat kami sesaat menghela napas. Praktik perjokian rupanya telah lama merambah pengajar perguruan tinggi, bahkan calon guru besar pun terindikasi melakukan perbuatan itu. Dari sinilah cerita bermula.
Tidak mudah membuka aib ini di kalangan dosen. Dari narasumber yang kami temui, banyak yang memilih bungkam. Mereka memilih saling menjaga ”kehormatan” rekan sejawat. Sebuah ironi, karena kecurangan ini terjadi di ranah yang seharusnya meluhurkan kejujuran dan meritokrasi.
Kami memulai liputan akhir Desember 2022 lalu dengan menggali informasi dari berbagai sumber. Informasi perjokian di internet begitu mudah didapat, termasuk di kalangan mahasiswa, seperti menjadi hal yang lazim. Yang bikin kaget ketika kami mendapati informasi bahwa perjokian juga mulai marak di kalangan dosen. Antara percaya dan tidak, tetapi begitulah informasi awal yang sampai kepada kami.
”Saya dukung kalau Kompas mengungkap ini. Praktik ini sudah terjadi di banyak kampus. Banyak dosen berlomba-lomba mengejar angka kredit dengan mengirim artikel ke jurnal internasional bereputasi (terindeks Scopus),” kata KS, dosen Universitas Esa Unggul, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Informasi ini mendorong keingintahuan lebih jauh. Kami kemudian membuka komunikasi lebih luas ke kalangan dosen di Aceh, Medan, Padang, Bandung, dan Malang. Semakin menggali informasi dari mereka, semakin nyaring terdengar praktik buruk pembuatan karya ilmiah.
Kami juga ingin membuktikan apakah praktik ini melibatkan pihak ketiga di luar kampus. Melalui penyamaran, informasi awal tentang jasa perjokian karya ilmiah yang melibatkan dosen semakin nyata. Mereka menerima pembuatan tesis dan artikel untuk jurnal bereputasi dalam berbagai paket layanan.
Baca juga : Ada Peran Joki di Balik Karya Ilmiah Dosen
Tiga perguruan tinggi
Informasi awal, kami mendapat info tentang tiga calon guru besar di tiga perguruan tinggi yang diduga terindikasi melanggar integritas akademik. Di Jakarta, indikasi pelanggaran itu melibatkan petinggi Universitas Esa Unggul, AKAP.
Ia diduga menempatkan diri sebagai penulis pertama sebuah naskah ilmiah yang terbit di jurnal internasional. Padahal, naskah tersebut merupakan tesis mahasiswa bimbingannya, BC. Sebagai pembimbing, seharusnya ia tidak ditulis sebagai penulis pertama.
”Saya dapat informasi ini dari bekas mahasiswa saya yang penelitiannya digunakan, tapi dia justru bukan penulis pertama. Penulis pertamanya AKAP karena kabarnya ia sedang mengejar guru besar,” kata narasumber kami, sebut saja namanya Mochtar.
Untuk memperdalam informasi awal, kami mencari dokumen tesis BC untuk dibandingkan dengan naskah yang terbit di jurnal internasional itu. Pencarian kedua dokumen memakan waktu beberapa hari.
Setelah bukti kemiripan dua naskah itu meyakinkan, kami bertanya kepada BC. Namun, responsnya di luar dugaan. BC yang sebenarnya menjadi ”korban” justru melindungi AKAP. Katanya, AKAP berhak menyandang penulis pertama karena berstatus pembimbing tesisnya.
Beberapa pekan kemudian, kami menerima informasi baru. Nama AKAP ternyata menjadi penulis pertama di beberapa publikasi jurnal lainnya. Informasi itu datang begitu mepet, hanya sekitar dua pekan sebelum tanggal penerbitan artikel. Namun, isinya begitu berharga untuk dilepas begitu saja.
Jadilah, kami harus bergerak cepat mengejar waktu. Nama AKAP ditemukan tertera sebagai penulis pertama di naskah ilmiah terbitan jurnal Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI), Swiss, 23 Januari 2023.
Artikel ini diduga berasal dari skripsi RAS yang ditulis dalam bahasa Indonesia. RAS merupakan lulusan universitas tersebut. Setelah beberapa waktu mencari, kami mendapat nomor telepon RAS. Ia tinggal di Jawa Barat.
Penuturan RAS menguatkan dugaan pelanggaran integritas akademik oleh AKAP. Kendati demikian, kesaksiannya perlu dikuatkan dengan dokumen tertulis.
Salah satu anggota tim Kompas kemudian mendaftar ke perpustakaan Universitas Esa Unggul demi memperoleh akses untuk melihat skripsi RAS. Pada bagian lembar bimbingan di skripsi itu tertera nama AKAP sebagai dosen pembimbing. Dengan dokumen ini, bukti pun semakin kuat.
Langkah selanjutnya membandingkan skripsi RAS dalam bahasa Indonesia dengan artikel di jurnal internasional MDPI. Begitu banyak kemiripan di sana, termasuk soal jumlah sampel yang digunakan hingga daftar referensi. Untuk lebih memastikan kemiripan dua artikel dengan bahasa berbeda itu, kami menggunakan jasa penerjemah tersumpah.
Setelah bukti kami memadai, langkah selanjutnya mengonfirmasi mereka yang diduga melanggar integritas akademik. Konfirmasi berlangsung alot karena pihak-pihak tertuduh menyangkal dan tidak terima. Namun, bukti yang terkumpul sudah begitu kuat untuk mematahkan sangkalan ini.
Baca juga : Jalan Terjal Para Dosen Menembus Jurnal Internasional
Bungkam
Tembok kebungkaman yang lebih tebal kami temui dalam penelusuran calon guru besar Universitas Brawijaya (UB), AW. Informasi mengenai AW kami terima di pengujung akhir obrolan dengan salah satu tim penilai calon guru besar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Berbekal informasi selayang pandang itu, kami mengontak beberapa kenalan di Kota Malang, Jawa Timur. Mereka di antaranya dosen aktif hingga mantan Rektor UB.
Dari mereka, diperoleh beberapa data rekam jejak pelanggaran integritas akademik AW di masa lalu dan sanksi yang telah ia jalani. Juga kejanggalan susunan tim penulis dalam sebuah artikel di Journal of Ecological Engineering. Di artikel itu, AW jadi penulis pertama.
Artikel itu diduga awalnya merupakan calon tesis seorang mahasiswa S-2 UB yang bernama WSE. Mahasiswa itu hanya kuliah satu semester lalu mengambil cuti. Topik tesis tersebut kemudian dilanjutkan penelitian dan penulisannya oleh RA, seorang dosen di kampus tersebut.
Sejumlah dosen di UB yang mengetahui indikasi kecurangan ini menolak memberi informasi. Termasuk seorang guru besar yang hanya mau memberi keterangan tanpa mau disebut identitasnya. ”Bagaimanapun, UB ini kan rumah saya, sehingga saya juga perlu melindungi,” kata profesor yang tak ingin identitasnya disebut itu.
Kami melacak keberadaan WSE sebagai pemilik awal topik penelitian melalui media sosial. Setelah berhasil menemukannya, kami menghubunginya lewat telepon. Saat dikonfirmasi, WSE terkesan ”merestui” tindakan AW. Ia juga tak ingin namanya disebut dalam penulisan berita. Menurut WSE, urutan kepenulisan sudah dibahas dan disepakati oleh para anggota tim penulis sejak awal.
Sikap serupa ditunjukkan RA yang tak bersedia memberi keterangan mengenai kontribusi penulis lain, termasuk AW. Ia hanya bersedia memberi keterangan sebatas kontribusinya dalam karya ilmiah itu. ”Untuk soal yang itu, lebih baik tanya kepada anggota tim penulis lain, takutnya saya salah,” katanya.
Baca juga : Calon Guru Besar Terlibat Perjokian Karya Ilmiah
Minimnya informasi karena banyak pihak yang bungkam ini membuat kami harus bekerja lebih keras untuk mencari dokumen tertulis. Salah satu yang berhasil kami temukan adalah berkas review dari pemeriksa naskah ilmiah tersebut.
Salah satu berkas menunjukkan adanya gambar pengujian yang persis sama dengan foto laboratorium yang ada di internet. Foto dari berkas review ini cukup menguatkan dugaan kecurangan itu.
Dengan pola sedikit berbeda, Universitas Negeri Padang (UNP) juga menjadi ulasan kami. Di kampus ”Alam Takambang Jadi Guru” ini, ada tim percepatan guru besar yang tugasnya membantu dosen senior calon guru besar.
Berbeda dengan perjokian karya ilmiah biasa yang ceritanya sudah lazim kita dengar, pelanggaran integritas akademik di kalangan dosen lebih tersembunyi.
Kami menyoroti tim percepatan ini karena bergerak terlalu jauh dengan turut membuatkan artikel ilmiah si calon guru besar sehingga terindikasi melanggar integritas akademik. Padahal, aturannya, tim hanya boleh membimbing dan mengarahkan, bukan membuatkan artikel ilmiah.
Berbeda dengan dua kampus sebelumnya, penggalian informasi di UNP relatif lancar. Kami bisa masuk ke jantung UNP dengan menggali informasi dari sumber kunci. Konfirmasi kepada pimpinan kampus juga terbilang lancar dan mereka pun mengakui keberadaan tim itu.
Berbeda dengan perjokian karya ilmiah biasa yang ceritanya sudah lazim kita dengar, pelanggaran integritas akademik di kalangan dosen lebih tersembunyi. Ceritanya beredar di kalangan terbatas dan tidak disebar ke sembarang orang.
Ini sesuai perkiraan guru besar Universitas Syiah Kuala, Aceh, sekaligus tim penilai jabatan akademik dosen di Kemendikbudristek, Syamsul Rizal. Katanya, ada keengganan di kalangan akademisi untuk membicarakan secara terang-terangan ke publik ihwal pelanggaran integritas akademik yang dilakukan kawan sendiri. ”Alasannya, saling menjaga kehormatan, kira-kira seperti itu,” ujarnya.