WhatsApp "Down" Bikin Buyar Pengejaran Penjual Oli Palsu
Saking paniknya, sebagian kami buru-buru menghapus percakapan dengan istri. Khawatir ada hal pribadi yang diketahui peretas, seperti alamat rumah dan foto anak. Tak sadar, truk yang kami buntuti pun hilang dari pantauan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F16%2Fe355184b-c5b8-437c-b478-96cd48d4b1cb_jpeg.jpeg)
Sejumlah karyawan terlihat sedang menurunkan berdus-dus oli dari sebuah truk di depan toko oli di Cengkareng, Jakarta Barat pada Selasa (18/10/2022).
“Mas, kayaknya kita ketahuan. WhatsApp saya keblokir nih,” lapor salah satu anggota tim investigasi Harian Kompas sambil panik, akhir Oktober silam.
Saat itu ia sedang mengendarai sepeda motor untuk membuntuti truk yang diduga mengangkut oli palsu dari gudang ke distributor. Laporan disampaikan lewat panggilan telepon seluler.
Di tengah proses membuntuti truk tersebut, komunikasi kami lewat aplikasi pesan WhatsApp mendadak terputus. Dalam benak, tiba-tiba terbayang segala kondisi buruk yang dapat terjadi. Semua gara-gara insiden WhatsApp “down”.
Dari banyak hal yang terjadi selama peliputan investigasi oli palsu itu, kami tidak menyangka mengalami satu hal yang begitu apes. Komunikasi WhatsApp yang terganggu saat kami dalam proses pengejaran truk, membuat kami panik dan mengira sedang diretas.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F16%2F16f9346e-3db5-4893-b214-5db5c30eae26_jpg.jpg)
Sebuah truk yang diduga mengangkut oli palsu parkir di depan sebuah gudang di kawasan pergudangan di Kabupaten Tangerang, Banten, pada Rabu (2/11/2022).
Semua bermula dari rencana pengejaran yang kami susun pada pertengahan Oktober 2022. Sebelumnya, kami memperoleh informasi bahwa penjual oli palsu kerap mengambil pasokan dari sebuah toko besar di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat.
Di sana, para penjual eceran mendapat harga ritel separuh dari harga resmi. Jika harga resmi satu dus pelumas sekitar Rp 1,2 juta, toko tersebut mampu menjualnya hanya Rp 530.000 per dus.
Selain dari harganya yang terlampau murah, tutup kemasan yang renggang dan tidak adanya nomor pengaman, membuat kami menduga pelumas itu palsu. Salah satu tanda keaslian produk pelumas populer itu adalah nomor pengaman yang ada di segel tutup kemasan.
Selain dari harganya yang terlampau murah, tutup kemasan yang renggang dan tidak adanya nomor pengaman, membuat kami menduga pelumas itu palsu.
Setelah beberapa hari mengamati, kami mulai mengenali rutinitas di toko itu. Menjelang jam makan siang pegawai, sejumlah kendaraan akan antre masuk toko. Mulai dari mobil penumpang, mobil bak terbuka, sampai truk kontainer.
Sebagian besar kendaraan yang datang umumnya untuk mengisi muatan. Namun, ada juga yang datang justru untuk menurunkan muatan. Kami mengamati, dalam sehari ada dua truk kontainer besar yang seperti itu.
Baca juga: Tengah Malam, di antara Longsor dan Jenazah Korban
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F16%2F4ff87833-8ae8-44a0-bec4-321563b93be9_jpg.jpg)
Sejumlah pegawai tampak menurunkan dus oli dari truk untuk diantarkan ke sebuah toko di bilangan Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (18/10/2022). Oli yang dijual dengan harga murah dan secara grosir itu terindikasi sebagai produk palsu.
Pengejaran
Sampailah pada hari-H pengejaran yang kami rencanakan. Kami pun berbagi tugas, ada dua rekan yang membuntuti dengan sepeda motor masing-masing. Sementara yang lainnya mengikuti dengan sebuah mobil. Menjelang pukul 13.00, truk dengan plat nomor yang kami tandai, datang. Operasi pun dimulai.
Truk berwarna kuning itu lalu meninggalkan toko setelah menurunkan muatan selama 40 menit. Saat truk mengarah keluar, rekan yang akan mengikuti dengan sepeda motor segera bersiap. Strateginya, jika truk pada akhirnya mengarah ke pintu tol, selanjutnya rekan yang naik mobil yang akan maju mengejar truk tersebut.
Selama di jalan, kami pun saling berbagi koordinat lokasi lewat WhatsApp, untuk berjaga-jaga. Jika salah satu masuk kondisi bahaya, kami akan bisa melacak koordinat lokasi terakhirnya.
Baca Juga : Di Tepi Trans-Papua, Kami Diacungi Parang oleh Pembalak
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F17%2F5983982d-8f03-4924-98aa-b4f8360a7e06_jpg.jpg)
Situasi pengejaran truk yang diduga memuat oli palsu di bilangan Kalideres, Jakarta Barat, Selasa (25/10/2022).
Pengejaran truk pun berlangsung dengan posisi sepeda motor di depan. Lewat upaya penyamaran tertentu, motor kami menyaru dengan pesepeda motor lainnya di jalan raya. Dua orang yang bersepeda motor menyampaikan situasi terbarunya secara berkala di grup WhatsApp.
Jalur yang dilintasi truk target, rupanya tidak seperti bayangan. Truk melaju dengan kecepatan tinggi dan melewati jalan sempit yang berbelok-belok. Beruntung kami masih bisa mengejar dan tidak dikenali.
Kami tidak sedikitpun risau karena koordinasi lewat WhatsApp lancar. Namun, rasa cemas perlahan hadir ketika ada tanda jam di percakapan, yang artinya pesan tidak terkirim ke grup. Tak lama berselang, pesan via jalur pribadi di WhatsApp pun ikut tak terkirim.
Baca juga: Perempuan yang Tidak Mendapat Segelas Kopi
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F17%2Fa945229f-d82f-4832-9b83-88393a884112_jpg.jpg)
Riwayat percakapan di WhatsApp saat aplikasi tersebut mengalami gangguan, Selasa (25/10/2022). Waktu itu tim investigasi harian Kompas sedang membuntuti truk yang diduga terlibat mengangkut oli palsu.
Komunikasi terputus
Di tengah pengejaran, layanan berbagi lokasi (share location) mendadak terputus. Rekan yang mengejar truk dengan sepeda motor tak bisa terlacak lagi oleh rekan lainnya. Titik koordinat terakhir ada di sekitar Jalan Raya Prepedan, Kalideres, Jakarta Barat.
Pesan yang tidak terkirim menciptakan kepanikan. Padahal, truk target bergerak makin jauh. Rekan yang mengejar dengan mobil makin kehilangan jejak di tengah kemacetan jalan.
Di sisi lain, rekan yang bersepeda motor terus berkejaran dengan truk. Setelah 45 menit, akhirnya truk terlihat masuk kawasan pergudangan. Jalanan ke arah sana didominasi oleh truk-truk. Hampir tak terlihat jenis kendaraan lain. Dengan was-was, kedua rekan melaju melintasi pos penjagaan.
Tak lama, truk tersebut mendadak berhenti di tepi jalan. Rekan kami kelabakan sehingga sedapatnya saja mencari tempat sembunyi. Bahkan salah satu di antaranya nekat berhenti di depan truk target yang tengah parkir.
Baca juga: Ulah Wartawan kepada God Bless
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F10%2F20%2F2cdd1442-2445-4dd6-8d61-ed73f2a25f12_jpg.jpg)
Drum oli bekas yang menjadi bahan dasar pabrik memproduksi oli palsu menjadi salah satu barang bukti di Kelurahan Kuningan, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (21/10/2022). Diresrimkus Polda Jateng berhasil mengungkap sindikat pemalsuan oli kendaraan dengan berbagai mereka dagang yang beredar di Jawa dan Kalimantan. Sindikat pemalsuan oli ini setiap hari dapat memproduksi hingga 2.000 kemasan dengan keuntungan Rp 30 juta per hari.
Dari arah depan, terlihat sang sopir sedang bersantai di dalam truk. Ini membuat rekan kami ikut berdiam sambil memantau. Siang itu, nyaris tak ada lokasi yang lebih aman lantaran di sana hanya ada pabrik dan gudang sepi.
Karena truk tak kunjung bergerak, rekan kami pun curiga. “Jangan-jangan si sopir merasa diikuti sehingga memilih untuk berhenti sampai situasi aman? Jangan-jangan, selama di perjalanan sopir mengamati dari kaca spion?” Sebab, jalanan siang itu relatif sepi sehingga siapapun yang membuntuti bisa terlihat sangat mencolok.
Demi menghilangkan kecurigaan, rekan yang bersepeda motor kerap bertukar posisi. Namun, komunikasi mereka kemudian terputus karena pesan tak kunjung terkirim. Karena makin cemas, keduanya memutuskan bertemu.
"Kayaknya kita ketahuan. Ada yang memblokir WhatsApp kita," kata salah seorang di antaranya.
Baca juga: WhatsApp "Down" di Indonesia, India, dan Inggris
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F17%2F4e01e52d-02e7-4e7e-a7b0-80a3c07c11cc_jpg.jpg)
Potongan percakapan anggota tim liputan investigasi harian Kompas di tengah pengejaran sebuah truk yang diduga memuat oli palsu, Selasa (25/10/2022).
Benar saja, tidak ada chat terbaru yang masuk di WhatsApp. Lokasi rekan yang membuntuti dengan mobil juga tak lagi bisa terdeteksi. Makin yakinlah kalau WhatsApp kami tengah diretas seseorang.
Dalam kepanikan, pikiran pun jadi liar ke mana-mana. Apa truk yang kami kejar adalah bagian dari mafia besar?
Kami jadi teringat dengan diagram jejaring konsorsium 303 yang sempat beredar di publik. Bisnis suku cadang dan oli palsu masuk dalam diagram itu dan disebut sebagai bagian dari lini yang dilindungi oleh oknum penegak hukum. “Apa secanggih itu jaringan mereka, sampai-sampai kami pun diretas?” pikir kami. Makin dipikirkan, makin ruwet rasanya.
Saking paniknya, sebagian dari kami buru-buru menghapus semua percakapan dengan istri. Khawatir ada hal pribadi yang diketahui peretas, seperti alamat rumah dan foto anak. Keselamatan keluarga menjadi prioritas utama. Kami bahkan tak menyadari truk yang kami buntuti telah hilang dari pantauan.
Baca juga: Mengejar Jokowi di Kyiv
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F15%2F8f675f52-a26f-4daa-b506-c7a9006d767e_jpg.jpg)
Sejumlah percakapan di lini masa media sosial Twitter terkait platform percakapan WhatsApp yang mengalami gangguan pada Selasa (25/10/2022).
Panik
Meski panik, rekan yang membuntuti dengan mobil tetap berusaha menghubungi rekan lainnya. WhatsApp waktu itu mati total, namun anehnya internet masih aktif. Aplikasi pesan lainnya seperti Signal masih bisa digunakan. Media sosial lain juga masih bisa dibuka. Di situ mulai terasa kejanggalan.
Seorang rekan lalu membuka medsos Twitter. Saat melihat daftar trending topic sore itu, ternyata orang-orang tengah mengeluhkan layanan WhatsApp yang mengalami gangguan. Tagar #WhatsAppDown ramai di Twitter.
Namun, dua rekan yang membuntuti truk masih bisa salah sangka bahwa gangguan pada WhatsApp ini sebagai peretasan.
Mengetahui itu, kami agak lega. Bola liar spekulasi yang tadinya ke mana-mana berhenti menggelinding. Namun, dua rekan yang membuntuti truk masih bisa salah sangka bahwa gangguan pada WhatsApp ini sebagai peretasan.
Sebagian rekan berusaha mengontak rekan lainnya lewat aplikasi Signal. Sayangnya, pesan itu tak kunjung berbalas. Upaya terakhir adalah menghubungi lewat sambungan telepon. Saat panggilan masih menyambung dan berbalas, di situ kami merasa lega karena semuanya aman.
Baca juga: Rasa Bersalah Seorang Wartawan
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F11%2F15%2Ff4c9edaf-6769-4d63-9d60-41afae209d47_jpg.jpg)
Salah satu percakapan yang dikirimkan oleh anggota tim Investigasi harian Kompas saat aplikasi pesan WhatsApp mengalami gangguan, Selasa (25/10/2022).
Gangguan
Gangguan tersebut seingat kami terjadi pukul 15.00 hingga pukul 16.30. Waktu yang tergolong singkat tetapi sukses merusak seluruh rencana pengejaran yang telah kami buat. Kami benar-benar kehilangan jejak truk itu dan tidak tahu harus mencarinya ke mana lagi.
Umpatan kekesalan pun ikut terlontar. “Dari banyak waktu dalam sehari, kenapa WhatsApp harus down saat kami mengejar truk itu ya!” ucap salah satu dari kami.
Alhasil, kami harus kembali mengikuti truk itu pada hari-hari selanjutnya. Hari yang apes tetapi tetap membuat kami merasa beruntung. Paling tidak, putusnya komunikasi WhatsApp itu bukan karena diretas. Kami pun belajar dari kesalahan agar tidak tergantung pada satu layanan aplikasi pesan.