Di Borobudur, Aku Tumbang sebelum Berperang
Karena sakit, muntah-muntah, demam, dan menggigil, saya gagal turun ke lapangan. Sehari sebelumnya, saya mendengar informasi, hasil PCR seorang atlet yang saya wawancarai positif Covid-19.

Steffi Audynia pelari putri Elite Race dihibur oleh Kelompok Cahyo Mudho Brayat Simbah Jogo saat ajang Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng di Kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (12/11/2022).
Ini kisah memalukan dan tidak ada unsur heroiknya sama sekali. Cerita ini saya bagikan sebagai pengingat diri agar lebih hati-hati dan tidak sembrono memilih makanan karena sangat memengaruhi kesehatan tubuh.
Gara-gara kurang mengukur diri saat makan, akhirnya saya tidak bisa menunaikan tugas liputan ke lapangan pada hari kedua acara Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng di Magelang.
Sejak Rabu (9/11/2022) siang, saya sudah berada di Magelang untuk meliput ajang olahraga tahunan ini. Saya berangkat dari Purwokerto pagi harinya dengan menumpang kendaraan travel.
Setiba di hotel, saya berjumpa dengan rekan-rekan wartawan Kompas lain yang juga ditugaskan meliput Borobudur Marathon. Mereka datang dari berbagai wilayah, seperti Yogyakarta, Semarang, Solo, dan Magelang. Hari itu kami manfaatkan untuk koordinasi dan berbagi penugasan liputan.
Saya dan Mas Nino, wartawan Kompas yang bertugas di Solo, mendapat tugas meliput kedatangan para atlet Elite Race dan Bank Jateng Young Talent pada Kamis siang.
Kamis pagi, kami awali dengan berkeliling kawasan Candi Borobudur untuk survei rute lari. Setelahnya, saya berkunjung ke sejumlah homestay atau penginapan untuk wawancara dan mengecek tingkat okupansi terkait ajang Borobudur Marathon 2022 ini. Selanjutnya, pada pukul 12.00, saya dan Mas Nino meluncur ke hotel tempat para atlet berkumpul.

Ena pelari putri Elite Race dalam ajang Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng, mengalami kram kaki, Sabtu (12/11/2022).
Di sana, Mas Nino mewancarai atlet-atlet muda, sedangkan saya mewawancarai atlet yang tergabung dalam Elite Race. Tiga atlet yang saya wawancarai, dua di antaranya sempat berkisah bahwa mereka sempat sakit dengan gejala demam dan radang tenggorokan saat mempersiapkan keikutsertaan dalam Borobudur Marathon ini.
Saya jadi was-was dibuatnya, tapi berusaha berpikir positif sembari tetap menjalankan protokol kesehatan, seperti bermasker, mencuci tangan, dan selalu membawa hand sanitizer.
Oh iya, para atlet telah menjalani swab antigen terlebih dahulu sesaat setelah tiba. Hanya saja, ketiga atlet yang saya wawancarai, baru akan menjalani swab antigen pada Kamis malam.
Sekembalinya ke hotel tempat menginap, kami berkoordinasi kembali dengan tim yang anggotanya bertambah lengkap karena rombongan dari Jakarta sudah hadir.
Saya dan Adrian Fajriansyah, wartawan yang bertugas di Desk Olahraga, mendapat tugas untuk liputan Jumat pagi, yaitu memantau para atlet jogging. Untuk itu, saya bangun pukul 04.00 lalu bersama Adrian menuju hotel tempat para atlet menginap.
Sekitar pukul 06.00, para atlet mulai jogging di tepi Sungai Progo. Kegiatan berakhir sejam kemudian. Setelah itu, mata saya mencari-cari salah satu atlet yang kemarin saya wawancarai. Rupanya sang atlet harus dikarantina sementara, lantaran hasil antigennya samar. Tidak jelas apakah negatif atau positif.
Baca juga: Siksaan Mobil Mogok Saat Liputan Kebakaran Kapal Cilacap

Suasana di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (10/11/2022).
Mendengar informasi itu, saya jadi cemas. Lantaran teringat sang atlet tidak bermasker saat saya wawancarai. "Wah, semoga baik-baik saja," pikir saya.
Hari itu "baterai" stamina saya terisi kira-kira 80 persen karena harus bangun pagi-pagi dan sehari sebelumnya sempat kehujanan. Untuk mendongkraknya, saya membeli vitamin C, jajan, dan makan yang banyak. Pilihan saya bebek goreng.
Di sinilah petaka bermula. Bebek goreng dengan sambalnya yang lumayan pedas memang bikin semangat naik lagi. Tapi menu itu juga yang saya curigai menjadi pemicu tumbangnya saya.
Malamnya, saya pergi tidur sekitar pukul 21.00 karena Sabtu pagi harus siap jam 03.00 untuk meliput marathon Elite Race. Tidak dinyana, sekitar pukul 00.30 saya terbangun dan muntah-muntah.
Badan saya pun terasa demam. Wah parah sekali ini. Jarang sekali saya mengalami kondisi seperti ini. Malam itu perut terasa eneg dan rongga mulut penuh dengan aroma pedasnya sambal bebek goreng.
Baru sekitar pukul 01.00, saya bisa kembali tidur dengan badan menggigil. Pukul 02.30, saya bangun dan bersiap liputan. Meski agak limbung saya berusaha tetap berangkat.
Karena harus memantau suasana di luar candi, saya mengendarai motor sendiri untuk meluncur ke Borobudur. Tugas saya mengumpulkan bahan untuk live report dan membuat berita suasana kemeriahan warga sekitar.
Baca juga: Tersentuh Saat Dievakuasi oleh Warga Korban Longsor

Para ibu yang tergabung dalam kelompok Rebana Ibnu Khoir memberi semangat pelari pria Elite Race saat ajang Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng di Kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (12/11/2022).
"Beruntung" saya mengendarai motor dan bukan naik mobil sehingga kalau tetiba terasa mual dan harus menepi untuk mengeluarkan isi perut, saya bisa melakukannya sewaktu-waktu dengan cepat. Namun, Puji Tuhan, kondisi tubuh aman selama perjalanan hingga tiba di Borobudur.
Sesampainya di jalur rute lari, saya memilih lokasi yang sekiranya pas untuk liputan. Pilihan jatuh pada titik Km 5 yang merupakan check point pertama pelari. Lagi pula di sana dekat SPBU dan posko medis. Jaga-jaga kalau sewaktu-waktu saya pingsan, harapannya dapat cepat bantuan medis. He-he-he.
Namun, tetap saja saya tak ingin itu terjadi. Sepagi itu, agar perut tidak kosong, saya berusaha menelan apapun yang saya bawa. Kebetulan ada pempek yang semalam saya beli dan belum sempat dimakan. Lumayan untuk isi perut. Sedikit-demi sedikit, saya berhasil mengunyah dan menelan pempek kulit sebagai modal kekuatan liputan.
Sekitar pukul 04.00 baru saya tahu kalau ada Mas Lilik, yang bertugas sebagai motoris atau pengendara sepeda motor official yang siap mengantar saya menyusuri rute pelari.
Wah, lumayan ini daripada saya ambruk seorang diri. Paling tidak ada teman yang bisa mengantar ke lokasi teraman kalau terjadi sesuatu. Selain itu, saya pun bisa fokus mengetik, memotret, dan mengirim berita tanpa perlu memusingkan rute marathon.
Saya bersyukur memutuskan berhenti di titik ketiga karena di tempat itu saya disuguhi segelas teh tawar panas. Sedianya teh itu disajikan untuk para penari Rampak Buto dan tim penabuh gamelan.
Baca juga: Gelisah Saat Harus Bertemu Joe Biden

Warga melintas di sekitar rute Borobudur Marathon di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (10/11/2022).
Namun, setelah sejenak mewawancarai Pak Wahono sebagai koordinator kelompok, saya lalu ditawari teh tersebut. Wah rasanya kemepyar… hangat menyegarkan. Segala angin dalam tubuh terasa keluar lewat sendawa. He-he-he.
Pukul 07.00 saat mentari mulai bersinar cukup terik, saya mengajak Mas Lilik sarapan bubur. Menu itu saya pilih agar mudah ditelan dan dicerna. Setelah cukup sarapan, saya kembali ke titik awal dan memantau bagian akhir lomba yang berlangsung antara pukul 08.00-09.00.
Di beranda rumah seorang warga, saya menumpang mengetik berita dan mengirimkannya. Saat itu, tubuh masih lumayan limbung dan kepala terasa pening yang nyerinya tak kunjung hilang.
Semakin pening saat mendengar informasi bahwa hasil PCR atlet yang kemarin saya wawancarai ternyata positif Covid-19. Jantung tiba-tiba mulai berdegup kencang. Akhirnya sekitar pukul 10.00, saya minta izin ke mas Haris selaku Kabiro DIY-Jateng yang juga koordinator liputan di lapangan, untuk kembali ke hotel.
Seharian itu, saya isi untuk istirahat sembari mencicil beberapa tulisan feature dan rapat redaksi off line di hotel. Sejak saat itu, saya memosisikan diri sebagai suspect Covid-19 dan berusaha jaga jarak dengan teman-teman. Akan tetapi sulit untuk sepenuhnya begitu karena saya satu kamar dengan Mas Haris.
Sekitar pukul 21.00, saya beranjak tidur dengan harapan bisa nyenyak dan perut akan lebih berdamai. Sayangnya pukul 23.00 saya kembali muntah-muntah. Alhasil, ketika bangun beberapa jam kemudian untuk berangkat liputan pada pukul 03.00, Mas Haris meminta saya istirahat saja dan melanjutkan melengkapi naskah sosok pelari via telepon.

Hendro Yap pelari Elite Race Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng melintas di antara para penari Rampak Buto di Kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (12/11/2022).
Hari itu juga saya ke klinik untuk tes antigen Covid-19. Puji Tuhan hasilnya negatif.
Kata mbak Perawat, "Mas, covid yang sekarang tidak cukup dites pakai antigen, perlu PCR."
"Iya Mbak, tapi saya cukup antigen saja. Terima kasih," kata saya.
Saya lalu mengabari teman-teman lewat grup percakapan bahwa saya negatif. Hal ini tentu melegakan karena jika saya positif, maka saya dan Mas Haris harus isolasi dulu sebelum bisa pulang ke rumah dan berjumpa keluarga.
Pada hari Minggu itu yang merupakan puncak acara Borobudur Marathon dengan pelari lebih dari 4.000 orang, saya malah tumbang dan tidak bisa ikut liputan di lapangan.
Sementara teman-teman berjibaku bangun pagi, berangkat ke lokasi, mengejar narasumber, dan menulis berita di bawah terik matahari, saya masih menggigil masuk angin di kamar hotel. Wah, parah…
Dari pengalaman sederhana ini, saya jadi belajar untuk lebih memerhatikan kondisi tubuh. Dalam kasus saya, setidaknya dengan menghindari makanan pedas, tidak tidur larut malam, dan istirahat cukup saat dinas luar, juga tidak mandi malam meski pakai air hangat.
Baca juga: Gempa Cianjur dan Profesi "Gila"

Seorang ibu mendorong kereta bayi di lintasan Borobudur Marathon 2022 Powered by Bank Jateng, Sabtu (12/11/2022).
Memang jika dilihat ke belakang, mulai tanggal 17-22 Oktober 2022, saya sudah berada di Magelang untuk meliput kuliner dan kriya untuk tulisan-tulisan sampingan Borobudur Marathon. Selama liputan itu sering kehujanan.
Sekembalinya ke Purwokerto pada 23 Oktober malam, istri saya yang sedang hamil 6 bulan, harus opname 5 hari di rumah sakit dan mendapat transfusi darah akibat kelelahan dan anemia. Setelah itu, giliran adik kandung saya yang opname karena demam berdarah.
Meski tidak sepenuhnya menunggui mereka, fisik dan psikis saya cukup terkuras kala itu. Maka ketika berangkat ke Magelang untuk meliput hari-H Borobudur Marathon, kondisi saya tidak terlalu fit.
Namun sekali lagi, jika saja saya lebih hati-hati dalam memilih makanan, kemungkinan besar tidak akan tumbang akibat salah makan yang berujung diare dan demam. Memang sakit itu bisa disebabkan banyak faktor dan untuk saya faktor itu, antara lain makanan pedas, es, dan kehujanan.
Saya merasa tidak enak dan minta maaf kepada teman-teman peliput Borobudur Marathon 2022. Akibat tumbang, saya jadi tidak bisa banyak membantu.
Peristiwa ini mendorong saya untuk lebih memerhatikan kesehatan, khususnya untuk lebih rajin olahraga. Semangat para atlet dan pelari di Borobudur Marathon sungguh menyemangati. Mosok sudah liputan olahraga, tetapi penulisnya tetap saja malas, tidak tergerak untuk olahraga. Hehehe…