Liputan wabah penyakit mulut dan kuku membawa kami ke dunia kesehatan hewan. Isu ini menuntut kami banyak bertanya kepada dokter hewan, membaca literatur terkait, hingga mengambil sampel usap hewan sendiri.
Oleh
INSAN ALFAJRI, DHANANG DAVID, IRENE SARWINDANINGRUM, ANDY RIZA HIDAYAT
·4 menit baca
KOMPAS/INSAN ALFAJRI
Peneliti mengambil sampel air liur kambing di Petukangan Utara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Jumat (3/6/2022). Pengambilan sampel untuk menelusuri ada atau tidak virus penyakit mulut dan kuku di Jakarta saat itu. Local Caption
Target liputan menuntut kami masuk ke kandang-kandang guna melacak ternak yang sakit. Awalnya, kami bekerja sama dengan pegawai lembaga veteriner bernama Pak Songko. Kami meminta bantuannya mengambil sampel-sampel ternak di Jakarta. Dia memiliki keahlian dan peralatan untuk melakukan itu.
Sampel usap lendir di bagian gusi dan luka pada ternak itu kami uji ke laboratorium untuk mendeteksi keberadaan virus penyakit mulut dan kuku (PMK). Pengambilan sampel diawali di Jakarta, awal Juni 2022. Ketika itu, belum ada kasus PMK di Jakarta. Namun, kami curiga, jangan-jangan sudah terjadi penularan mengingat di kota tetangga seperti Tangerang dan Bogor sudah ada ternak terinfeksi.
Kamis (2/6/2022), kami memeriksa dua kandang di Petukangan Utara, Jakarta Selatan. Tim menyamar sebagai pembeli hewan kurban bersama Pak Songko. Lewat penyamaran, kami ingin menggali informasi asal serta jenis ternak dan izin untuk mengecek kondisi kesehatannya.
Kami menyiapkan penyamaran untuk mengantisipasi penolakan pemilik kandang. Saat awal wabah, stigma hewan sakit sangat merugikan peternak dan pedagang.
Kami memahami jika muncul sikap tak bersahabat saat pengecekan kondisi kesehatan hewan. Hari pertama pengecekan kondisi ternak di Jakarta berjalan lancar.
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT
Seorang anggota tim Kompas mengambil sampel air liur hewan ternak di Jakarta, Kamis (2/6/2022). Pengambilan sampel ini dilakukan untuk melacak penyebaran virus penyakit mulut dan kuku.
Curiga
Tahap kedua pengambilan sampel, Senin (6/6), kami berada di kandang di Pasar Warung Buncit, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Kandang itu berisi kambing di bagian depan dan sapi di sisi belakang. Di antara puluhan sapi, ada empat ekor dengan air liur keluar berlebihan. Ini merupakan bagian dari gejala PMK. Nah, ini dia!
Tanpa pikir panjang, kami meminta Pak Songko mengeluarkan peralatan pengambilan sampel. Ketika Pak Songko mendekati sapi dengan mengenakan sarung tangan dan mengeluarkan botol kecil untuk medium virus, pemilik kandang langsung meradang.
”Ini mau beli sapi atau dari dinas? Jujur saja, deh! Jangan bohong,” katanya. Dia meneruskan celotehnya. ”Kalau bohong, saya tidak akan kasih izin pemeriksaan,” lanjutnya.
Seorang anggota tim menenangkan bapak itu. Upaya ini tidak berhasil, percakapan meninggi dan sepertinya sudah emosi.
Barangkali, pemeriksaan model seperti itu tidak lazim bagi panitia kurban. Kami memahami kecurigaan itu.
Kami terkejut, menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu. Seorang anggota tim menenangkan bapak itu. Upaya ini tidak berhasil, percakapan meninggi dan sepertinya sudah emosi. Sebelum terjadi apa-apa, kami menarik diri dari kandang itu.
Setelah beberapa kali menyaksikan Pak Songko mengambil sampel usap hewan, kami merasa bisa melakukannya. Kami berdiskusi dengan dia, apakah memungkinkan orang awam seperti kami mengambil sampel usap mandiri. Dia bilang, mungkin saja selama ada alat-alatnya.
Kerja mandiri
Kami menanyakannya karena hendak mengambil sampel ternak di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Beberapa perangkat yang harus disiapkan antara lain viral transport medium (VTM), kotak dingin, gel yang bisa menjadi es pendingin, sarung tangan, spidol permanen, gunting, dan tentunya masker.
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Pemeriksaan sapi dalam mencegah terjadinya wabah penyakit mulut dan kuku di Desa Mipiran, Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (12/5/2022).
VTM berbentuk seperti botol seukuran jari. Di dalamnya ada cairan untuk menyimpan sampel usap. Alat ini cukup susah dicari. Kami mendatangi beberapa toko peralatan laboratorium di Surabaya, Jawa Timur. Ternyata tidak semuanya menyediakan alat itu. Sebagian menyediakannya, tetapi harus dipesan terlebih dulu.
Lewat bantuan mesin pencari, kami menghubungi belasan nomor telepon distributor alat kesehatan dan laboratorium, hingga akhirnya menemukan VTM. Alat itu tersedia di salah satu distributor yang berkantor di Surabaya. Untuk memastikan perangkat itu ada, kami langsung pergi ke toko penyedia alat laboratorium di kawasan Rungkut itu.
Kami bertemu dengan pemilik toko. ”Mas dari mana? Petugas kesehatan mana?” kata distributor alat kesehatan Santoso. Setelah dijelaskan siapa kami, ia terkejut. ”Wartawan mau ambil sampel PMK pada hewan ternak? Untuk apa?” ucapnya.
Kami menjelaskan satu per satu, hingga ia memahami rencana kami.
Dari transaksi ini, kami baru tahu ada dua jenis VTM: inactivated dan non-inactivated. Peneliti yang membantu kami menyarankan sampel tes usap dibawa dengan VTM non-inactivated. Dengan begitu, sampel virus yang kami bawa masih aktif dan bisa dikembangkan.
Namun, informasi ini baru datang belakangan setelah kami telanjur membeli VTM inactivated atau alat untuk membawa virus yang sudah tak aktif. Guna keperluan pengujian, sampel itu sebenarnya bisa digunakan. Namun, peneliti tidak bisa mengembangkan virus itu lagi jika diangkut dengan VTM inactivated.
Kami membawa alat itu ke tiga wilayah di Jawa Timur: Jombang, Lamongan, dan Gresik. Dengan menenteng kotak dingin dan mengenakan sarung tangan serta masker, kami merasa seperti mantri hewan benaran ketika masuk kandang.
Pengambilan sampel di Jombang dibantu mantri hewan Kristianto. Dia menunjukkan sapi yang bergejala klinis PMK, lalu membantu kami menenangkan sapi untuk diambil sampel usapnya.
ANDY RIZA HIDAYAT
Kristianto, mantri kesehatan hewan di Jombang, Jawa Timur, mengambil sampel air liur sapi, Selasa (21/6/2022). Pengambilan sampel ini dilakukan untuk melacak virus penyakit mulut dan kuku pada hewan tersebut.
Di Lamongan dan Gresik, kami langsung mengambil sampel usap pada mulut dan kuku sapi yang terinfeksi PMK. Menjelang masuk kandang, kami terbayang pada video-video viral jelang Idul Adha. Biasanya sering beredar video orang ditendang sapi.
Kami sempat khawatir sapi mengamuk dan menendang dengan kakinya yang kokoh. Bagaimana tidak, salah satu sapi yang kami dekati itu kukunya lepas akibat PMK. Alhamdulillah, tidak. Ia diam saja ketika kami mengusap luka pada kuku dan lepuh di mulutnya.
Hasilnya, dari tujuh sampel yang diambil, enam mengandung virus PMK setelah dites di laboratorium. Dari sini, kami mengerti, mantri hewan jarang muncul dalam obrolan keseharian orang kota. Namun, bagi orang kecil di desa yang sapinya sakit, mantri hewan adalah segalanya.