4 Hari 3 Malam Menyusuri Jalur Tol dan Pantura
Tim Lebaran harian ”Kompas” melakukan survei untuk memberikan gambaran kondisi jalur mudik kepada pembaca. Selama berhari-hari, tim berkendara menyusuri jalan tol dan jalur pantura untuk mengecek kondisinya.
Jauh sebelum Lebaran, kami sudah ”mudik” duluan. Menyusuri Tol Trans-Jawa berjam-jam sampai bokong tepos rasanya, dan kembali ke Jakarta dengan melintasi jalur pantura.
Perjalanan ini bukan mudik betulan, melainkan survei kondisi jalur mudik untuk memberi gambaran kepada pembaca yang nantinya hendak pulang kampung. Setiap menjelang Lebaran, harian Kompas membentuk Tim Lebaran yang terdiri dari wartawan tulis dan wartawan foto.
Tugasnya, meliput persiapan Lebaran termasuk mengecek kondisi jalan raya dan angkutan Lebaran. Harapannya, informasi yang kami hasilkan dapat membantu pembaca untuk mudik lebih nyaman dan lancar.
Survei jalur mudik ini sebenarnya boleh dibilang mendadak. Maklum, dua tahun sebelumnya survei ditiadakan karena selama puncak pandemi mudik pun dilarang.
Tiba-tiba pada Selasa (19/4/2022) siang, ponsel saya berbunyi. Di ujung telepon, Ketua Tim Lebaran Harian Kompas Haris Firdaus memberi tahu kalau saya ditugaskan untuk survei jalur mudik.
”Besok berangkat survei jalur mudik ya. Galuh (Wakil Ketua Tim Lebaran) sebenarnya mau berangkat, tapi diminta tetap berada di Jakarta. Untuk penjelasan soal survei Lebaran, besok pagi kita kumpul dulu sebelum berangkat,” kata Haris.
Meskipun mendadak, persiapan relatif lancar karena kebutuhan survei sudah tersedia, seperti data awal, peta, dan lokasi rest area yang hendak dicek kondisinya.
Persiapan barang bawaan pribadi juga tidak repot. Karena perjalanan, menurut rencana, 4 hari 3 malam, saya tidak perlu terlalu banyak membawa barang. Cukup tiga setel pakaian ditambah jaket dan topi.
Untuk menjaga kesehatan, saya juga membawa vitamin dan obat-obatan. Untuk kebutuhan kerja, tak lupa membawa laptop beserta pengisi daya dan tetikus. Semuanya muat dalam satu tas ukuran sedang.
Keesokan harinya, Rabu (27/4/2022), seluruh tim survei jalur mudik berkumpul di Lantai 5 Menara Kompas. Selain reporter, juga ada fotografer Raditya Helabumi, videografer Arga, peneliti dari Litbang Kompas Endar, dan analis data media sosial Abdallah, serta desainer infografik Hans Kristian.
Total, tim survei terdiri atas enam personel, ditambah seorang sopir, Mas Agus. Kami berangkat dengan dua mobil. Satu mobil dikendarai bergantian oleh anggota tim.
Survei jalur mudik dilakukan sampai Salatiga, Jawa Tengah. Selain memantau kesiapan jalur mudik, tim survei juga mendapat tugas melihat optimisme atau harapan masyarakat di bidang ekonomi, khususnya pelaku usaha kecil, dalam menyambut mudik tahun ini. Sampelnya diambil di beberapa titik jalur mudik.
Peliputan dilakukan dengan pendekatan multiplatform yang hasilnya diterbitkan di koran dan media daring Kompas.id. Selain menghasilkan tulisan, foto, video, dan unggahan medsos, juga laporan langsung reporter dari beberapa titik lokasi.
Dengan demikian, saya juga harus menyajikan laporan secara visual di depan kamera seperti layaknya reporter televisi. Pengambilan gambar dilakukan di awal, tengah, dan akhir perjalanan. Berbicara di depan kamera menjadi pengalaman baru bagi saya yang biasanya hanya menulis.
Baca juga: Tak Cukup Sepasang Mata
Perjalanan kami berawal dari Palmerah, Jakarta, pukul 10.00 dan langsung menuju titik pantau pertama, yakni simpang Tol Jakarta-Cikampek dengan Tol Layang Mohamed Bin Zayed (MBZ). Simpang ini menjadi titik berpisahnya kendaraan truk dengan sebagian kendaraan pribadi yang menuju ke timur.
Titik pantau berikutnya adalah Rest Area Kilometer 57 Tol Jakarta-Cikampek (Tol Japek). Pada masa liburan, rest area ini sering padat, bahkan menjadi sumber kemacetan, karena banyaknya pengguna jalan tol yang singgah, baik untuk mengisi bensin maupun beristirahat.
Selanjutnya, kami menuju titik pantau berikutnya di bekas gerbang tol Cikopo di ruas Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dan di Rest Area Km 379 Tol Semarang-Batang untuk pengambilan gambar aerial.
Sebenarnya, kami hendak menerbangkan drone kembali di Gerbang Tol Kalikangkung di Km 414. Namun urung karena hari sudah gelap. Pada malam pertama, tim menginap di Salatiga, kota kecil di kaki Gunung Merbabu yang sejuk.
Pada hari kedua, kami kembali ke arah barat, menyusuri jalur sembari mengecek geliat ekonomi pasca-pelonggaran pembatasan seusai puncak pandemi Covid-19. Pengecekan dimulai di Rest Area Pendopo di Km 456 Tol Solo-Semarang.
Rest area ini dinobatkan sebagai salah satu rest area terindah dan instagrammable. D dekatnya terdapat Gerbang Tol Salatiga yang juga disebut gerbang tol terindah karena latar belakangnya yang berupa pemandangan Gunung Merbabu.
Baca juga: Yang Menyebalkan Jadi Perempuan Wartawan
Di sana kami berhenti agak lama. Selain untuk mengumpulkan informasi dari beberapa UMKM, rekan desainer infografik juga butuh waktu untuk mengumpulkan data detail mengenai arsitektur bangunan rest area tersebut. Menurut rencana, lokasi rest area ini akan dibuat dalam bentuk infografik.
Dari sini, kami beranjak ke titik peliputan berikutnya di Brebes untuk menengok sentra telur asin. Meski sudah ditulis berulang kali, telur asin Brebes tetap dianggap mewakili untuk melihat optimisme UMKM dalam menyambut mudik Lebaran 2022.
Wawancara soal telur asin tak lengkap tanpa membelinya. Hitung-hitung turut memberdayakan UKM lokal. Keluarga pun senang karena dibawakan oleh-oleh telur asin.
Dari Brebes, kami menuju Tegal. Menurut rencana, hendak mewawancarai pelaku usaha kuliner sate kambing muda. Kami juga berencana bersantap di tempat itu. Membayangkan sate kambing dengan dagingnya yang empuk segera membuat perut keroncongan.
Namun, di tengah perjalanan menuju Tegal, seorang anggota tim mengusulkan kuliner lain, yakni soto tauto. Karena masih termasuk kuliner khas lokal dan lokasi warungnya tidak jauh dari gerbang tol Tegal, kami akhirnya mengubah haluan dari sate ke soto tegal.
Jadilah kami mampir ke warung Soto Sedap Malam Bang Udin. Tempat ini kini dikelola generasi kedua, yakni Wanto (47) dan istrinya. Sebelum wawancara, kami menyantap dulu si soto. Tauco yang diracik dengan bumbu-bumbu lain memberi rasa khas pada soto tauto.
Baca juga: Tersayat oleh Kepiluan Warga Kinipan
Setelah semangkuk soto tandas, wawancara pun dimulai. Tentu bukan wawancara formal, melainkan lebih seperti mengobrol. Wanto dengan ramah menceritakan seluk-beluk soto tauto, soto khas Tegal.
Tak dinyana, Arga juga tertarik melakukan wawancara dengan Pak Wanto dalam format video. Untuk melengkapi gambar wawancara, Arga juga mengambil gambar detail, mulai dari proses meracik soto sampai menyantapnya.
Secara spontan, ia meminta Hans membantunya melakukan adegan makan soto. Ketika melihat Hans makan soto sambil direkam, saya jadi teringat Youtuber kuliner, Nex Carlos.
Dari Tegal, kami melanjutkan perjalanan menuju rest area Banjaratma di Km 260 Tol Pejagan-Pemalang. Di rest area bekas pabrik gula itu, giliran Abdallah dari tim medsos yang beraksi. Ia mengambil video-video singkat di beberapa sudut rest area Banjaratma yang nantinya akan diunggah di berbagai kanal medsos harian Kompas.
Rest area ini memang menarik. Bangunan tua besar bergaya kolonial bekas pabrik, tampak instagrammable alias sangat menarik sebagai material unggahan di Instagram atau media sosial. Dari Banjaratma, perjalanan hari kedua kami berakhir di Cirebon.
Pada hari ketiga, perjalanan ke arah barat sengaja tidak melalui jalan tol karena kami ingin mengecek kondisi jalan ”legendaris” untuk mudik, yakni jalur pantura atau pantai utara. Kami memetakan lokasi pasar tumpah yang berpotensi menjadi titik macet di sepanjang jalur Cirebon-Indramayu. Dengan begitu, pembaca nantinya bisa mengantisipasi titik-titik potensi macet tersebut.
Baca juga: Susahnya Mendekati Korban Cinta Palsu
Pasar tumpah tersebut tidak semuanya buka setiap hari. Beberapa pasar memiliki hari pasaran masing-masing. Semisal, Pasar Sandang Tegalgubug, hari pasarannya Jumat dan Sabtu. Sementara Pasar Eretan, hari pasarannya adalah Jumat. Di kedua titik itu, kami mengumpulkan informasi, termasuk mengambil gambar.
Selain memetakan lokasi yang berpotensi macet ketika arus mudik, perjalanan di jalur pantura sekaligus untuk memotret kondisi rumah atau tempat makan di sepanjang jalur itu. Kami pun berencana liputan lalu beristirahat dan makan siang di Pantai Eretan.
Di sana terdapat beberapa rumah makan yang berlokasi di bibir pantai. Salah satunya, rumah makan Pesona Laut yang pernah ditulis dan dimuat di harian Kompas. Karena itu, kami memilih rumah makan yang lain, yakni rumah makan ”Ikan Bakar Laut Eretan” yang dikelola pasangan suami-istri, Adnan (49) dan Endar (44).
Di sini, pengunjung dapat memilih jenis ikan, seperti kerapu, kakap, etong, atau cumi. Model pelayanan semacam ini rata-rata dapat ditemui di rumah makan olahan laut lainnya di kawasan itu.
Dari obrolan dengan Endar, rumah makan itu sudah dirintis sejak 2002. Puncak kejayaan, begitu katanya, berlangsung selama periode 2004 hingga 2015, sebelum dibukanya Tol Cipali. Dulu, saking ramainya, Endar mengaku tidak pernah bisa pulang kampung saat Lebaran. Ia baru mudik beberapa waktu setelahnya. Pada masa Lebaran ia sibuk melayani pengunjung yang datang, baik saat arus mudik maupun arus balik.
Meski rumah makannya di Eretan semakin sepi sejak dibukanya Tol Cipali dan datangnya pandemi Covid-19, usahanya itu tidak pernah benar-benar tutup. Selalu ada pengunjung yang mampir.
Di Eretan, Indramayu, itulah, tim akhirnya berpisah. Satu kendaraan melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Kendaraan lainnya menuju Purwakarta. Saya termasuk di dalamnya.
Anggota tim yang ke Bandung melihat persiapan Tol Cisumdawu menyongsong arus mudik. Sedangkan anggota tim lainnya melihat Tol Jakarta-Cikampek II Selatan yang hendak dibuka secara fungsional untuk mendukung arus mudik dan balik Lebaran.
Nantinya, Tol Jakarta-Cikampek II Selatan akan menghubungkan Tol Cipularang dengan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR) II yang kini baru tersambung sebagian.
Awalnya, Jasa Marga selaku pemilik proyek Tol Jakarta-Cikampek II Selatan telah mengizinkan tim survei harian Kompas meninjau ruas tol fungsional tersebut pada Sabtu (23/4/2022). Rupanya, karena banyak media yang juga mempunyai keinginan serupa, pihak Jasa Marga menjadwalkan ulang peninjauan ke hari Senin (25/4/2022).
Meski begitu, kami tetap menuju lokasi proyek tersebut. Hari Sabtu (23/4/2022) pagi, kami masuk ke Gerbang Tol Sadang. Setelah mengambil gambar aerial, perjalanan dilanjutkan dengan masuk Tol Cipularang dan Tol Japek, kemudian keluar di Gerbang Tol Kalihurip.
Dari sana, kami melewati kawasan industri, daerah perkampungan, dan keluar di Jalan Raya Curug-Kosambi. Jalan itu direncanakan akan dilalui kendaraan yang hendak menuju jalur arteri di Cikampek.
Kami menyusuri jalur itu dan berhenti di titik persimpangan antara Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Selatan fungsional dan Jalan Raya Curug-Kosambi di Klari, Karawang. Di sana, kami mengambil foto aerial.
Setelah kebutuhan foto cukup, kami langsung kembali ke Jakarta melalui Tol Japek. Survei jalur mudik selama 4 hari 3 malam selesai lah sudah. Saya pun teringat pengalaman mudik ke Kulon Progo, DIY, pada saat Lebaran 2018 yang memakan waktu 24 jam dari Jakarta.
Dengan hasil survei dan liputan Tim Lebaran Kompas, semoga hasilnya dapat membantu pembaca merencanakan perjalanannya dengan lebih baik agar acara mudik dan balik lebih lancar.