Terjebak Macet di Mandalika, Ambyar Sebelum Gebyar
Kemacetan parah dialami calon penonton MotoGP pada Sabtu dan Minggu, jelang sesi kualifikasi dan balapan utama MotoGP di Mandalika. Akibatnya, banyak yang gagal menyaksikan sejarah kembali digelarnya MotoGP di Tanah Air.
Kecewa dan frustrasi dirasakan Hartono, warga Jawa Tengah, saat melihat antrean panjang di depan kasir toko cenderamata di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Senin (21/3/2022).
Ia teringat dengan pengalaman buruknya. Meski begitu, ia tetap menarik keranjangnya yang penuh cenderamata khas Lombok, kemudian mengantre di belakang 15 orang lainnya.
”Bagaimana mau gembira, saya dan keluarga batal lihat MotoGP karena terjebak macet. Sia-sia beli tiket di tribun A yang jutaan rupiah,” katanya.
Hartono tidak sendiri. Ratusan orang lainnya juga batal melihat sesi kualifikasi pada Sabtu dan balapan utama pada Minggu karena terjebak macet menuju Sirkuit Mandalika.
Untuk mengobati kekecewaan, Hartono dan keluarga berwisata ke Bali. Hartono keburu patah hati untuk pelesiran di Lombok. Ia dongkol karena batal melihat aksi pebalap pujaannya, Fabio Quartararo. Saat diceritakan pebalap asal Perancis itu sukses naik podium kedua, Hartono hanya tersenyum sekilas.
Hartono tidak sendiri. Ratusan orang lainnya juga batal melihat sesi kualifikasi pada Sabtu dan balapan utama pada Minggu karena terjebak macet menuju Sirkuit Mandalika. Rasanya ambyar sebelum gebyar balapan digelar.
Mereka tambah dongkol karena kembali terjebak macet berjam-jam saat keluar dari kawasan sirkuit. Bahkan, tidak sedikit yang ketinggalan penerbangan pada Minggu malam karena masih terjebak macet di Mandalika.
Baca juga: Suatu Sore Seusai Serangan Teror di New York
Di luar kendali
Saya termasuk yang mengalami kemacetan. Saya dan rombongan jurnalis yang berangkat bersama tim PT Suzuki Indomobil Sales tiba di Bandar Udara Internasional Lombok Zainuddin Abdul Madjid, Jumat siang. Malam hari, kami jumpa pers dengan pebalap Suzuki Ecstar, Joan Mir. Alex Rins, rekan setim Mir, batal hadir karena sakit.
Jumat itu, kami mulai merasakan lalu lintas yang padat. Mobil petugas yang hilir mudik mengawal kendaraan pejabat membuat lalu lintas tambah ruwet. Maklum, di Pulau Lombok belum tersedia jaringan jalan tol apalagi angkutan massal berbasis rel.
Sabtu pagi, kami diajak mampir ke Desa Wisata Hijau Bilibante, Lombok Tengah. Sebagian jurnalis memilih tidak ikut karena ingin melihat sesi latihan sejak pagi. Sebagian baru bergabung Sabtu petang, mendekati waktu pelaksanaan kualifikasi MotoGP, termasuk saya karena ikut ke Bilibante.
Baca juga: Di Balik Balapan Dramatis Mandalika
Perjalanan dari desa wisata ke parkir timur, tempat kami harus naik shuttle bus menuju sirkuit, tidak terlalu terkendala kemacetan. Kami sempat terkejut karena tempat naik turun penumpang di kawasan sirkuit masih tanah dan berkubang. Jika diguyur hujan, bisa memicu masalah dan terbukti kemudian. Dari situ, kami berjalan sekitar 1 kilometer menuju tribun A dan menonton kualifikasi.
Usai sesi kualifikasi, kami antre shuttle bus cukup lama karena bus-bus kurang leluasa bermanuver di lapangan tanah yang berkubang. Sabtu itu, kami mulai saling serobot berebut naik bus. Petugas tidak mampu mengendalikan penonton yang kelamaan menunggu angkutan seiring hari mulai gelap.
Perjalanan dari sirkuit menuju parkir timur juga tersendat kemacetan meski tidak parah. Kemacetan terasa saat bus bergerak keluar dari area kawasan Mandalika, bahkan di sepanjang jalan raya menuju Mataram dan Senggigi.
Baca juga: Pengalaman di Rusia (2): Antara Hidup dan Mati di Elbrus
Perjalanan yang biasanya 60-90 menit molor 2-3 kali lipat. Baru mendekati tengah malam, kami tiba di penginapan.
Pada hari H balapan utama, kami berangkat dari penginapan di Senggigi sebelum pukul 07.00 Wita meskipun balapan utama baru digelar pukul 15.00. Kami tidak ingin kena macet. Strategi itu berhasil.
Perjalanan dari Senggigi ke parkir timur lancar. Kami tiba sebelum pukul 10.00 Wita. Sebagian penonton ternyata juga datang sejak pagi.
Baca juga: MotoGP Mandalika Bangkitkan Perekonomian
Selepas tengah hari, pemandu perjalanan kami mengirim informasi tentang keruwetan di parkir timur. Gelombang penonton kian besar sementara lalu lintas semakin tersendat.
Ada yang berangkat sejak tengah hari tetapi karena macet akhirnya tidak bisa tiba tepat waktu. Ada yang terjebak macet sejak dari bandara dan baru tiba di Mandalika saat hari sudah gelap.
Seorang penonton di tribun A mengatakan, nekat berjalan 7-8 Km dari parkir timur ke sirkuit. Jika menunggu shuttle bus, ia khawatir akan terlambat.
Ternyata, tidak sedikit penonton yang nekat jalan kaki karena melihat kemacetan tidak bisa segera terurai. Apalagi hujan deras turun sehingga memperparah kemacetan.
Baca juga: Selembar Surat di Tengah Hutan
Kemacetan juga terjadi usai balapan. Kami memilih menunggu 2 jam dengan harapan antrean penonton keluar dan kemacetan telah terurai. Namun, perkiraan kami meleset.
Ketika keluar dari sirkuit, suasana macet sedang parah-parahnya. Yang bisa kami lakukan hanya berjalan kaki. Ribuan orang telantar di sekitar sirkuit karena menunggu bus.
Sebagian kemudian memilih berjalan kaki, sisanya memilih bertahan. Ketika melihat kendaraan kosong, kendaraan itu ”dibajak” untuk mengantar penumpang. Namun, apa daya, kemacetan sudah amat parah sehingga kendaraan pun sulit bergerak.
Saya dan rombongan berjalan kaki hingga ke bundaran Sunggung. Sampai di sana kekesalan kami bertambah karena bus kami belum bisa bergerak dari parkir timur. Kami menunggu hampir 2 jam dalam kondisi keringatan, keletihan, kebasahan, lapar, haus, dan perasaan jengkel luar biasa.
Lebih dari 65.000 penonton keluar bersamaan menuju parkir barat dan timur. Kendaraan pribadi yang lalu lalang untuk kepentingan tim balap, penyelenggara, dan pejabat selama hari balapan juga di luar estimasi.
Ketika seluruh kendaraan keluar bersamaan, lalu lintas terkunci. Ribuan penonton tidak bisa bergerak dan sempat telantar.
Situasi ini harus menjadi perhatian penyelenggara mengingat Mandalika mendapat kontrak penyelenggaraan MotoGP sampai 10 tahun. Jika tahun depan tiada perbaikan, tentu akan menjadi catatan buruk penyelenggara.