Jumat Keramat yang Berujung Sabtu Kelabu di KPK
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin diperiksa oleh KPK, Jumat (24/9/2021). Proses penetapan dirinya sebagai tersangka berlangsung pada pergantian hari, bersamaan dengan tenggat cetak koran. Ruang redaksi pun dibuat tegang.
Berita tentang pemeriksaan terduga atau tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) biasanya menarik perhatian masyarakat, termasuk media. Seperti berita tentang pemeriksaan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin akhir pekan lalu.
Di gedung KPK, fotografer Kompas yang bertugas, Wawan H Prabowo, harus menunggu belasan jam untuk mendapatkan foto Azis yang mengenakan rompi oranye. Di kantor redaksi Kompas, editor foto Yuniadhi Agung harap-harap cemas menantikan kepastian perolehan foto karena kejadian berlangsung bersamaan dengan pergantian hari.
Kisah Wawan H Prabowo
Hari Sabtu(25/9/2021), semestinya menjadi hari ”pelepasan” saya. Setelah sepekan memantengi foto dari kantor berita dan memotret di lapangan, hari Sabtu biasanya saya isi dengan mengurusi tanaman di depan rumah atau bersepeda ria. Namun, tidak untuk Sabtu itu.
Kebetulan pada hari Jumat (24/9/2021) saya mendapat giliran piket. Artinya, saya harus berjaga melaksanakan penugasan kantor atau peristiwa lain yang bernilai berita sepanjang hari itu. Kebetulan, sejak Kamis malam santer terdengar akan ada pemeriksaan terhadap Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pada hari Jumat, terkait dugaan kasus suap penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah.
Pukul 08.00 saya sudah nongkrong di gedung KPK. Namun, hingga sore hari Azis tidak terlihat. Kabarnya, ia tidak dapat memenuhi panggilan KPK karena beralasan sedang isolasi mandiri.
Karena ini akan menjadi pemeriksaan pertama Azis sebagai tersangka, para wartawan pun mengira KPK akan ”maklum” jika Azis tidak datang. Untunglah, hari itu enggak bengong-bengong amat.
Ada beberapa jadwal pemeriksaan lainnya di KPK, seperti pemeriksaan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan beberapa tersangka lainnya terkait kasus korupsi proyek pengerjaan infrastruktur.
Saya pun memotret kedatangan Bupati Banjarnegara yang kemudian saya setorkan untuk halaman Politik dan Hukum di Kompas. Lumayan, sekalian ”membunuh waktu” sembari menanti kedatangan Azis.
Karena tidak juga datang, selepas Ashar saya pun meninggalkan gedung KPK. Saya tidak langsung pulang ke rumah karena harus ke Kemang untuk mengambil baterai kamera yang sudah saya pesan sejak pekan lalu.
Saat masih di Kemang, saya dikabari rekan-rekan fotografer bahwa Azis yang akhirnya dijemput oleh petugas, akan segera tiba di gedung KPK. Bergegas saya meluncur ke gedung KPK sambil berharap tidak akan terlambat.
Beruntung, sampai di sana belum ada apa-apa. Saya pun menunggu sambil mengobrol atau membaca berita daring. Akhirnya, yang dinantikan tiba. Pukul 19.50, Azis tiba dalam balutan baju batik.
Cukup seringnya pemeriksaan di KPK digelar pada hari Jumat yang berujung pada penetapan tersangka, membuat hari itu dijuluki Jumat keramat.
Pengalaman memotret calon tersangka korupsi di KPK ini, mengingatkan saya saat memotret Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Romy pada 2019.
Saat itu, Romy yang ditangkap di Surabaya, kemudian dibawa ke gedung KPK di Jakarta. Ia tiba sekitar pukul 20.00. Namun, saat itu saya tidak perlu menunggu sampai dini hari karena keterangan pers baru diberikan setelah pemeriksaan usai keesokan harinya.
Cukup seringnya penangkapan dan pemeriksaan oleh KPK digelar pada hari Jumat, membuat hari itu dijuluki Jumat keramat. Dan kali ini, Jumat keramat akan berakhir menjadi Sabtu kelabu. Tentu saja bagi terperiksa.
Baca Juga: ”Nonton” The Police di Paris Bareng Nidji
Untuk memotret momen kedatangan terduga atau tersangka kasus korupsi yang biasanya berlangsung singkat, saya pun harus menyiapkan segala sesuatu ”sesempurna” mungkin.
Selain mengamankan posisi yang dirasa strategis, setelan kamera juga harus disesuaikan kondisi pencahayaan di gedung KPK, seperti ISO, kecepatan rana, dan diafragma. Jangan sampai gambar terlalu kurang cahaya atau malah berlebihan.
Dalam situasi seperti ini, dorong-dorongan antarfotografer saat ”obyek foto” hadir pun kerap tak terhindarkan. Namun, selama pandemi, saya lebih memilih memotret dari jarak jauh dengan ”lensa panjang” dan mencari posisi yang lebih tinggi demi menghindari kerumunan. Seperti yang saya praktikkan saat memotret Azis Syamsuddin.
Sebelum terbentuk kerumunan yang dapat menghalangi bidikan kamera, buru-buru tuntaskan pengambilan rangkaian gambar agar tidak kehilangan momen.
Biasanya, setelah seseorang dihadirkan paksa atau ditangkap oleh KPK, keterangan pers baru akan diberikan setelah pemeriksaan selesai yang bisa berlangsung 24 jam kemudian. Tapi tidak kali itu.
Saya tengah bersiap-siap meninggalkan gedung KPK seusai memotret kedatangan Azis Syamsuddin ketika diberi tahu bahwa Ketua KPK Firli Bahuri akan menggelar konferensi pers pada pukul 01.00 dini hari.
Tentu saja saya mengurungkan niat pulang demi mengantisipasi kalau-kalau Azis keluar dari ruang pemeriksaan dalam kondisi telah memakai rompi tahanan KPK berwarna oranye dengan tangan diborgol. Artinya, status Wakil Ketua DPR itu berubah menjadi tersangka. Fotonya sudah pasti mengandung 1.001 cerita.
Baca juga: Menunggu daripada Soeharto di Rumah Sakit
Namun, berada dalam situasi harus menunggu sekian lama tanpa kepastian seperti ini sering kali terasa melelahkan jiwa dan raga. Capek karena menunggu, bukan karena aktivitas fisik dalam merekam peristiwa yang singkat.
Jangankan eksplorasi memotret, dapat ”gambar aman” saja sudah cukup karena perkembangan kondisinya sering kali sulit ditebak.
Saya sendiri cenderung menyukai memotret peristiwa-peristiwa olahraga karena bisa mengeksplorasi banyak teknik fotografi. Yang lebih penting, tidak perlu membuang waktu menunggu sesuatu yang terkadang tidak jelas ujungnya.
Akan tetapi, tugas apa pun tentu harus dilakoni. Beruntung pada waktu yang dijanjikan, konferensi pers jadi dilaksanakan dan Azis Syamsuddin diperlihatkan kepada pers sudah dalam posisi mengenakan rompi tahanan. Rompi oranye itu menutupi baju batik lengan panjang yang ia pakai ketika tiba di KPK.
Setelah selesai, saya cepat-cepat mengirimkan foto ke kantor agar sempat digunakan untuk pemuatan koran hari Sabtu itu. Awalnya, foto saya ditunggu paling lambat masuk pukul 23.30 karena koran akan segera naik cetak.
Saya pun hanya bisa pasrah karena Azis tidak kunjung keluar. Baru pukul 00.24, Azis Syamsuddin muncul dengan rompi oranyenya. Saya segera mengabari editor di kantor.
Akhirnya, lelah menunggu sejak pagi hingga dini hari terbayarkan saat melihat senyum tipis Azis tampil di halaman depan koran Kompas. Bukan dengan baju batiknya, melainkan dengan rompi oranye yang menyala.
Baca Juga: Suatu Hari Bersama Yayuk Basuki...
Kisah Yuniadhi Agung mengganti foto menjelang tenggat
Di kantor, ”rapat sore” Redaksi Kompas Jumat itu memutuskan halaman depan akan diisi dengan berita pemeriksaan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, termasuk fotonya. Aman. Foto Azis saat memasuki gedung KPK sekitar pukul 19.50, telah dikirimkan oleh fotografer Kompas yang bertugas meliput di KPK, Wawan H Prabowo.
Foto itu segera ditempatkan di layout halaman 1 koran untuk terbitan Sabtu (25/9/2021). Seorang teman dari tim produksi setengah bercanda berkata, ”Wah, pulang cepat kita. Foto HL (headline) sudah terpasang,” ucapnya.
Di sela-sela memilih foto untuk halaman lainnya, masuk informasi bahwa Azis Syamsuddin akan diperlihatkan sebagai tersangka oleh KPK malam itu juga. Ini berarti, ada kemungkinan Azis Syamsuddin akan keluar mengenakan rompi oranye sebelum koran naik cetak.
Wawan yang baru selesai makan malam memberi kabar, dia akan menunggu sampai Azis Syamsuddin keluar. Fotonya ditunggu maksimal pukul 00.15 WIB.
Tepat tengah malam, saya menghampiri wakil redaktur pelaksana harian Kompas M Hernowo. Saya meneruskan kabar, belum ada tanda-tanda Azis Syamsuddin selesai diperiksa. Dengan ekspresi tenang, Hernowo berkata, ”Kita tunggu saja deh."
Baca Juga: Kriiing... Ada Telepon dari Phil Collins dan Rod Stewart
Saya malah jadi tegang. Foto yang ditunggu itu memang menarik. Namun, jika meleset dan menyebabkan keterlambatan cetak koran akan berakibat fatal. Hasil kerja keras ratusan orang dalam produksi koran hari itu akan sia-sia jika koran tiba sangat terlambat di tangan pembaca.
Pun begitu, saya masih memelihara harapan foto halaman 1 adalah foto terbaru kondisi Azis Syamsuddin. Jika ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka, tentu foto yang lebih bermakna adalah fotonya tengah mengenakan rompi oranye.
Tiba-tiba saya merasa waktu berjalan sangat lambat seperti rekaman video slow motion. Sedikit-sedikit saya tengok jam dinding di seberang kubikal. Untunglah, sesaat kemudian Wawan mengirimkan foto lewat Whatsapp yang memperlihatkan para wartawan tengah bersiap mengambil gambar Azis Syamsuddin yang telah selesai diperiksa. ”Infonya sebentar lagi keluar,” tulis Wawan.
Suasana pun terasa semakin menegangkan bagi saya. Setengah berlari, saya mengabarkan kepada Hernowo, Azis Syamsuddin kemungkinan akan segera dibawa keluar. Lagi-lagi, dengan ekspresinya yang tenang, Hernowo hanya mengiyakan informasi tersebut.
Saya merasa badan saya menjadi hangat meski ruangan di kantor begitu dingin. ”Semoga dapat fotonya. Semoga dapat, semoga dapat...,” ucap saya dalam hati sambil terus memelototi layar ponsel menunggu kabar.
Selama menunggu, semua yang saya kerjakan terasa serba salah. Bahkan, lagu-lagu favorit dari penyanyi jazz Ella Fitzgerald yang melantun syahdu dari komputer pun, tak mampu menenangkan telinga saya. Saya kemudian teringat dengan pengalaman beberapa tahun lalu.
Baca Juga: Menjadi Saksi dari Balik Jeruji
Saya mendapat tugas meliput di KPK sejak awal terbentuknya lembaga itu pada tahun 2003. Dalam perjalanan karier jurnalistik saya, kisah menanti di KPK terlalu panjang untuk diceritakan.
Yang jelas, liputan di KPK bisa menjadi cara untuk melatih kesabaran dan ketahanan seorang jurnalis. Kami para wartawan, sulit untuk meraba apakah saat kami datang liputan akan pulang dengan mengantongi foto yang diharapkan.
Saking sulitnya memperoleh kepastian, ketika ada kabar tentang rencana pemeriksaan dan ada yang bertanya waktu pelaksanaannya, akan dijawab, ”Waktu bagian KPK”, sebuah istilah yang entah kapan mulai muncul. Artinya, hanya Tuhan dan penyidik KPK yang tahu.
Fotografer yang tengah ”solo-bandung” alias stand by (SB) menunggu dapat foto di KPK, mentalnya haruslah kuat. Masa-masa menunggu kedatangan terduga atau tersangka koruptor hingga selesai diperiksa, akan menjadi hari panjang bagi jurnalis. Meliput di KPK adalah penantian seharian untuk mendapatkan momen peristiwa yang hanya beberapa menit.
Kini, saya mengalami kembali masa-masa menunggu penuh ketidakpastian dari gedung KPK. Bedanya, kali ini bukan lagi dari depan pintu keluar Gedung KPK, melainkan di depan layar komputer, menunggu kiriman foto dari gedung KPK. Namun, capek dan tegangnya serupa.
Pengalaman pertama menanti kiriman foto di menit-menit terakhir tenggat naik cetak koran ini, terasa seperti saat menunggu kelahiran anak pertama. Napas saya berubah menjadi tidak teratur.
Baca juga: Setengah Jam di Tengah Teror Bom
Untungnya, selama beberapa bulan terakhir saya belajar olah pernapasan sehingga bisa cepat kembali tenang. Saya menyalakan televisi dan menunggu siaran langsung dari Gedung KPK.
Pukul 00.25, muncul tayangan breaking news di televisi yang menampilkan Azis Syamsuddin tengah berjalan menuruni tangga dari ruang pemeriksaan Gedung KPK. Dia telah mengenakan rompi oranye.
Terlihat pantulan lampu blitz dari kamera fotografer yang mengabadikan langkah Azis Syamsuddin menuju tempat konferensi pers di Gedung KPK. ”Yes, dapet...,” ujar saya.
Saya berlari ke arah zona tim produksi. Dari kejauhan saya acungkan jempol kepada Hernowo sebagai tanda foto telah diperoleh. Ia pun mengangguk. Namun, urusan belum belum selesai sampai di situ.
Ketegangan belum berakhir sampai foto Wawan muncul di layar komputer saya. Beruntung Wawan telah menyiapkan diri untuk pengiriman foto sehingga hanya dalam waktu 10 menit seusai memotret Azis Syamsuddin, foto telah muncul di layar komputer saya di kantor.
Setelah memilih foto terbaik yang dikirim oleh Wawan, proses produksi foto untuk halaman 1 segera dilakukan. Saya sempat mengabadikan layout halaman 1 dengan foto Azis Syamsuddin mengenakan batik saat datang ke KPK. Sebagai latar depan adalah jam di ponsel saya yang menunjukkan pukul 00.44 WIB. Hal serupa saya lakukan dengan foto yang telah diganti menjadi Azis Syamsuddin mengenakan rompi oranye pada pukul 00.45 WIB.
Bagi saya, ini pengalaman pertama mengganti foto halaman 1 di pengujung proses produksi koran Kompas. Mendapatkan last minute picture adalah sebuah proses kerja tim yang kuat, dari jurnalis di lapangan hingga kru produksi koran.
Meski pada akhirnya bisa mendapatkan foto terkini untuk terbitan koran, hari itu belum berakhir bagi saya. Saya masih harus berjuang mengayuh sepeda ke rumah usai menyelesaikan tugas mengedit foto.
Namun, saya tetap senang. Dini hari itu, saya mendapatkan kebahagiaan ganda, yaitu pengalaman menegangkan menjelang naik cetak koran dan tiba di rumah dengan selamat meski harus ngos-ngosan bersepeda berbarengan dengan para pedagang sayuran yang selesai berbelanja di pasar.