Tragedi 9/11 dan Edisi ”The Towering Inferno”
Suasana 20 tahun silam di New York bak adegan dalam film The Towering Inferno.

Pesawat penumpang yang dibajak kelompok teroris menabrak Menara Kembar World Trade Center di New York, 11 September 2001.
Suasana mencekam bak adegan dalam film-film spy Amerika seusai ditabraknya Menara Kembar World Trade Centre 20 tahun silam di jantung bisnis New York pada 11 September 2001. Sungguh berkebalikan dengan suasana ceria saat ini yang penuh semarak kembang-kembang tenis dunia Amerika Serikat Terbuka di Flushing Meadows, New York, tahun 2021.
Untuk pertama kalinya sejak 1999, turnamen tenis dunia berhadiah senilai Rp 820 miliar ini menampilkan wajah segar dua petenis belasan tahun, Emma Raducanu (18) dari Inggris versus Leylah Fernandez (19) di final.
Suasana 20 tahun silam di New York bak adegan dalam film The Towering Inferno. Hari itu Selasa (11/9/2001) sekitar pukul 09.00 waktu New York atau pukul 20.00 WIB, New York masih lengang, denyut bisnis belum terasa dan kehidupan pun baru dimulai.
Suasana 20 tahun silam di New York bak adegan dalam film The Towering Inferno.
Tiba-tiba, sebuah pesawat menabrak salah satu dari Menara Kembar World Trade Centre (WTC) New York. Blaar...! Tabrakan itu rupanya meninggalkan lubang besar di antara lantai 80 dan 85 bangunan berlantai 110 itu. Asap tebal pun mengepul.
Ketika peristiwa itu terjadi, di Jakarta sudah pukul 20.00. Kami yang menonton siaran langsung televisi CNN di kantor redaksi di Palmerah Selatan, Jakarta, mula-mula ketawa-ketiwi. Wuih, Twin Tower tertabrak pesawat.
Atau, ah, paling-paling itu musibah pesawat latih menabrak pencakar langit, seperti dalam adegan film action atau film perang. Adegan diulang-ulang dan ketegangan pascagedung tertabrak pun disiarkan langsung, terus-menerus, seperti siaran langsung sepak bola.
Baca juga: Setengah Jam di Tengah Teror Bom

Manhattan dilihat dari Sungai Hudson, New York, Sabtu (6/9/2008), atau tujuh tahun setelah kehilangan dua pencakar langit kembar WTC. Gedung WTC hancur lebur seusai ditabrak pesawat penumpang yang dibajak kelompok teroris dan menyebabkan ribuan orang tewas dan luka-luka.
Kejutan belum selesai. Selang 18 menit kemudian, pesawat lain yang lebih besar tampak terbang lebih rendah dan secepat kilat menghunjam tubuh pencakar satunya lagi dari Menara Kembar WTC disertai ledakan. Buum!
Kami pun mulai merasa ini pasti bukan sekadar musibah. Apalagi selang sejam setelah tertabrak, Menara Kembar kebanggaan warga New York yang dibangun pada tahun 1972 dan 1973 itu pun runtuh. Luruh sepenuhnya. Hancur menjadi debu, meninggalkan kepulan asap bagai ledakan bom. Membubung ke atas dan bergerak cepat ke samping, meruntuhkan gedung-gedung terdekat di sekitar Menara Kembar.
Baca juga: Menjelang 20 Tahun Serangan Teroris 9/11 di Amerika
Ternyata beberapa menit setelah kejadian Menara Kembar New York tertabrak dua pesawat, kantor-kantor berita memberitakan sebuah pesawat jenis Jumbo Jet juga menabrak Gedung Departeman Pertahanan AS, Pentagon, di luar kota Washington. Dan simbol kedigdayaan Amerika itu pun terbakar....
Pada saat yang sama, satu pesawat United Airlines nomor 93, jenis Boeing 757 dengan 45 penumpang dengan rute Newark (New Jersey) ke San Francisco jatuh sekitar 80 mil (130 km) tenggara Pittsburg. Maskapai penerbangan itu juga melaporkan pesawatnya dengan nomor penerbangan 175 jenis Boeing 767 yang berpenumpang 65 orang dengan rute Boston-Los Angeles jatuh.
Diperkirakan, pesawat yang menabrak Menara Kembar (Twin Tower) di New York adalah jenis Boeing 737 dan 767 milik American Airlines yang terbang dari Boston. Hal itu selaras dengan pengakuan American Airlines yang mengatakan kehilangan dua pesawat dengan total 156 penumpang.

”Ground Zero” kini dibangun untuk Menara World Trade Center yang baru, di Lower Manhattan, New York AS, Sabtu (6/9/2008).
Salah satu pesawat bernomor penerbangan 11, jenis Boeing 767, dengan rute Boston-Los Angeles yang ditumpangi 81 penumpang, sembilan awak, dan dua pilot. Satu pesawat lainnya, bernomor penerbangan 77, jenis Boeing 757, dan beroperasi dari Washington-Dulles ke Los Angeles, dengan penumpang 58 orang, empat awak, dan dua pilot.
Korban yang berasal dari penghuni gedung bisnis tersibuk Menara Kembar di Manhattan, New York, dan sekitarnya tentu sangat banyak. Di Menara Kembar yang bertinggi 372 meter dan 269 meter itu, ada sekitar 40.000 orang bekerja di gedung tersebut. Tidak hanya pebisnis, tentunya juga para petugas kantor. Setiap hari diperkirakan lebih dari 150.000 orang keluar masuk gedung yang menjadi penanda langit New York yang berada di tepi sungai Hudson.
Baca juga: 30 Menit yang Menegangkan di Lokasi Bom Sarinah
Tidak disebutkan secara pasti, berapa jumlah korban tewas, baik penumpang, awak pesawat, warga penghuni pencakar langit, orang lalu lalang di distrik bisnis, maupun pegawai kantor di gedung-gedung sekitar WTC. Jumlahnya sudah pasti ribuan.
Peristiwa itu juga membuat suasana New York digambarkan seperti dalam perang. Pesawat-pesawat tempur meraung-raung dan mengitari wilayah New York, Washington, dan beberapa titik penting strategis.
Gedung Putih tempat kepala negara, Gedung IMF tempat pejabat-pejabat keuangan dunia, dan gedung-gedung besar lain di New York dan Washington pun diperintahkan dikosongkan. Amerika memberlakukan siaga satu.

”Petugas” pemadam kebakaran yang tewas pada saat ikut membantu memadamkan api di Menara Kembar World Trade Center, 11 September 2001. Daftar ini terpasang di sudut Ground Zero, New York, Sabtu (6/9/2008).
Edisi ”The Towering Inferno”
Ketika peristiwa itu terjadi, saya baru setahun menjadi Redaktur Internasional menggantikan Trias Kuncahyono yang naik jabatan menjadi Redaktur Pelaksana Kompas. Peristiwa yang terjadi pukul 09.00 pagi waktu New York atau 20.00 WIB waktu Jakarta itu tentu saja semula tidak masuk dalam rapat ”budgeting” berita yang bakal dimuat edisi esok hari. Rapat budgeting biasanya sudah berakhir pukul 18.00. Kejadian baru pukul 20.00.
Bahkan ketika peristiwa pesawat menabrak pencakar langit itu terjadi, halaman Internasional Kompas pun praktis sudah penuh terisi oleh berita-berita dari seantero dunia, hasil tulisan para wartawan Desk Internasional. Mereka pun sudah pada pulang. Tinggal saya dan Rien Kuntari di Desk Internasional yang malam itu masih tinggal.
Saya minta Rien menelusuri bahan-bahan pemberitaan internasional tentang tragedi di New York, yang ternyata sebuah ”konser teror” yang sangat rapi terencana sejak lama. FBI memperkirakan pesawat berpenumpang yang dipergunakan untuk menyerang WTC itu dalam kondisi dibajak dan kecelakaan itu merupakan misi bunuh diri.
Karena nilai beritanya yang begitu besar, tentu saja saya melapor pada pimpinan, Redaktur Malam yang menjaga pintu pemberitaan, Trias Kuncahyono sebagai redaksi pelaksananya dan pimpinan August Parengkuan untuk meminta pemberitaan tragedi New York ini ditangani bersama.
Dalam waktu singkat, perencanaan isian koran pun dirombak total oleh pimpinan. Redaktur malam meminta pakar dirgantara Mas Dudi Sudibyo yang tentu saja sudah di rumah untuk mengisi satu tulisan khusus terkait aspek penerbangan di halaman depan.
Tulisan utama halaman satu ditulis dan dirangkum oleh Rien Kuntari, saya mengisi halaman pelengkap di dalam serta display foto yang dramatis di halaman 3 beserta caption dan tulisannya. Semua bisa dibaca sampai sekarang, hasil liputan yang mendadak sontak, mengubah seluruh wajah pemberitaan Kompas untuk edisi Rabu, 12 September 2001.

Halaman depan koran Kompas tentang peristiwa serangan teror 11 September 2001 di World Trade Center, New York.

Halaman 3 koran Kompas yang melengkapi halaman 1 tentang peristiwa serangan teror 11 September 2001 di World Trade Center, New York.
Padahal, sore harinya dalam rapat Redaksi, seingat saya tidak ada berita hangat yang berarti sehingga praktis seusai rapat petang, sudah banyak pemimpin yang meninggalkan kantor.
Namun, karena ada kejadian luar biasa pada pukul 20.00 WIB, redaktur malam pun mengubah total isi surat kabar yang akan diterbitkan esok.
Satu halaman penuh di halaman depan koran Kompas, 12 September 2001, nyaris semuanya berisi Tragedi New York yang biasa dikenal di dunia internasional sebagai peristiwa 9/11 atau peristiwa 11 September. Tak terasa tragedi itu sudah 20 tahun silam....
JIMMY S HARIANTO, wartawan Kompas 1975-2012